Gak Cuma HET Minyak Goreng, DMO dan DPO Minyak Sawit Juga Dicabut 

DMO digantikan pengenaan tarif pajak besar pada ekspor CPO

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak kelapa sawit. Keputusan itu dilontarkan Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, usai sebelumnya pemerintah juga memutuskan untuk mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan.

"Hari ini akan keluar Permendagnya dan dalam 5 hari akan berlaku," kata Lutfi usai melakukan sidak ketersediaan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Baca Juga: Minyak Goreng Muncul Lagi Usai HET Dicabut, Kemarin Hilang ke Mana?

1. Kebijakan DMO diganti pengenaan pajak ekspor

Gak Cuma HET Minyak Goreng, DMO dan DPO Minyak Sawit Juga Dicabut Ilustrasi kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Sebelumnya, dengan kebijakan DMO, pemerintah mewajibkan eksportir crude palm oil (CPO) dan RBD palm olein memasok 30 persen dari volume ekspornya ke pabrik minyak goreng dalam negeri.

Setelah dicabut, Lutfi mengatakan, nantinya kebijakan DMO akan diganti dengan pengenaan tarif pajak yang besar atas ekspor CPO.

"Gak ada lagi DMO. Tapi jadi begini, DMO-nya itu diganti dengan mekanisme namanya pajak. Jadi kalau pajaknya gede, jadi orang akan jualnya di dalam negeri lebih untung daripada di luar negeri," tutur Lutfi.

2. DPO dicabut, pemerintah kucurkan subsidi minyak goreng curah

Gak Cuma HET Minyak Goreng, DMO dan DPO Minyak Sawit Juga Dicabut ilustrasi minyak goreng curah (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Adapun pada kebijakan DPO, eksportir harus menjual CPO dan RBD palm olein kepada produsen minyak goreng dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Untuk CPO, harganya Rp9.300 per kilogram (kg), dan RBD palm olein Rp10.300/kg atau Rp9.364/liter.

Dengan dicabutnya kebijakan DPO, pemerintah akan memberikan subsidi untuk penjualan minyak goreng curah menggunakan dana dari Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dengan subsidi, maka minyak goreng curah wajib dijual seharga Rp14.000 per liter ke masyarakat.

Menurut Lutfi, dana BPDPKS cukup untuk disalurkan sebagai subsidi, karena tarif pungutan ekspor sawit yang dikelola juga naik seiringan dengan lonjakan harga CPO di pasar internasional. Dia mengatakan, saat ini total biaya yang ditanggung para eksportir sawit, yakni bea keluar dan pungutan ekspor mencapai 675 dolar AS per metrik ton (MT).

"BPDPKS itu nanti akan mendapatkan uangnya dari tambahan bea keluar, dari tambahan pungutan ekspor. Hitungan kita sekarang dengan harga hari ini, yang tadinya pungutan ekspor dan bea keluar jumlahnya 375 dolar AS per MT, sekarang ditambah 300 dolar jadi 675 dolar AS per MT. Dengan begitu BPDPKS akan mendptkan uang yang cukup untuk memastikan pemerintah hadir dengan harga Rp14.000/liter" tutur Lutfi.

Sementara itu, untuk minyak goreng kemasan, dijual dengan harga yang mengikuti fluktuasi di pasar.

"DPO tidak ada, karena ini semua akan menggunakan mekanisme pasar dan akan dikerjakan melalui subsidi dari BPDPKS. Jadi mestinya karena begitu disparitas harga tidak terlalu tinggi, dan barang mestinya sudah hadir," ujar dia.

Baca Juga: HET Dicabut, Harga Minyak Goreng di Sleman Langsung Naik

3. HET minyak goreng kemasan dicabut

Gak Cuma HET Minyak Goreng, DMO dan DPO Minyak Sawit Juga Dicabut Ilustrasi minyak goreng. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sebelumnya, pemerintah sudah memutuskan mencabut HET minyak goreng kemasan, sehingga harganya kembali mengikuti mekanisme pasar.

Adapun HET minyak goreng kemasan sederhana yang sebelumnya berlaku, ialah Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan sederhana Rp14.000 per liter. Sedangkan, HET minyak goreng curah tetap berlaku, akan tetapi naik dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14.000 per liter.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya