Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen? 

Pemerintah mengusulkan tarif PPN umum naik jadi 12 persen.

Jakarta, IDN Times - Selama ini, pemerintah mengenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen terhadap produk barang atau jasa kena pajak (BKP/JKP). Dalam draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan tarif tersebut naik.

Melihat pasal 7 dari draf revisi kelima UU KUP tersebut, pemerintah mengusulkan tarif umum PPN naik dari semula 10 persen, menjadi 12 persen. Revisi UU KUP itu sendiri diusulkan pemerintah sebagai upaya memperluas objek PPN.

Apalagi, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, PPN punya kontribusi besar dalam total penerimaan pajak negara.

"PPN jadi instrumen untuk optimalkan penerimaan negara. Nah akhirnya ini jadi bahan diskusi pemerintah apakah kita bisa menggunakan salah satu opsi PPN sebagai salah satu respons untuk menghadapi situasi saat ini. Mengingat penerimaan PPN cukup dominan, sekitar 42 persen dari total struktur penerimaan pajak," kata Neilmaldrin dalam virtual media briefing, Senin (14/6/2021).

Ia pun membeberkan alasan pemerintah mengusulkan tarif umum PPN naik.

Baca Juga: Ternyata, Ini Alasan Pemerintah Mau Terapkan PPN Sembako 12 Persen!

1. Tarif PPN Indonesia Rendah

Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen? Ilustrasi Penerimaan Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Neilmaldrin, apabila dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tarif PPN Indonesia paling rendah. Begitu juga jika dibandingkan dengan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan).

"Kemudian kita juga memperhatikan kondisi dan situasi global ya dibandingkan dengan negara-negara lain, tarif PPN Indonesia saat ini termasuk relatif rendah yaitu 10 persen. Apabila kita bandingkan dengan tarif rata-rata PPN negara OECD yaitu sebesar 19 persen. Sedangkan negara BRICS adalah 17 persen," ujarnya.

2. Adanya Distorsi Ekonomi

Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen? Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi turun (IDN Times/Arief Rahmat)

Alasan lainnya adalah terdapat distorsi ekonomi. Apa itu? Distorsi ekonomi adalah kondisi di mana suatu pasar tidak efisien karena tingkat penjualan tidak seimbang dengan pembelian. Kondisi itu merugikan banyak pihak.

Dalam hal ini, ia mengatakan penyebabnya adalah pemungutan pajak yang tidak efisien karena terjadinya tax incidence, atau penentuan pihak mana (produsen atau konsumen) yang sebenarnya menanggung beban pajak.

"Latar belakang yang pertama salah satunya adalah karena adanya distorsi  ekonomi, karena adanya tax incidence sehingga harga produk dalam negeri tidak dapat bersaing dengan produk impor. Bisa jadi dengan dia bukan tergolong BKP (barang kena pajak), sehingga pajak masukan tidak bisa diberikan justru malah menambah biaya daripada harga barang tersebut," urainya.

Baca Juga: Tenang! Sekolah Nonkomersial Dipastikan Tak Kena PPN

3. Kurangnya Keadilan dalam Pengenaan PPN

Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen? Ilustrasi PPN Sembako. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, pemerintah juga menilai selama ini pengenaan PPN tak berjalan dengan adil. Pasalnya, banyak kelompok masyarakat yang punya penghasilan tinggi, namun tetap dibebaskan dari PPN atas barang-barang tertentu.

Seperti PPN yang diusulkan untuk produk sembako. Pada produk sembako seperti daging wagyu misalnya, selama ini tak dikenakan PPN. Padahal, daging wagyu pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah atas yang punya daya beli lebih kuat.

"Yang kedua adalah kurangnya rasa keadilan karena atas objek pajak yang sama saat ini dikonsumsi oleh golongan penghasilan yang berbeda, tapi sama-sama dikecualikan dari pengenaan PPN. Ini dirasakan dari sisi keadilan ini masih kurang," imbuhnya.

Baca Juga: Perhatian! Belanja Sembako di Pasar Gak Bakal Kena PPN

4. Banyak Negara Terapkan Multitarif PPN

Kenapa Kemenkeu Usulkan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen? Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Tak hanya itu, menurut Neilmaldrin juga selama ini banyak negara menerapkan kebijakan multitarif PPN. Maksudnya, tak semua barang dikenakan tarif PPN yang sama. Misalnya seperti barang yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah dikenakan tarif PPN rendah. Sementara barang yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke atas dikenakan tarif yang lebih tinggi.

"Kemudian barang jasa yang dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah ini bisa jadi akan dikenai tarif yang lebih rendah. Di mana sebaliknya yang hanya dikonsumsi oleh kelompok-kelompok tertentu ataupun sifatnya lebih ekslusif ini bisa dikenai PPN lebih tingginya dengan adanya skema multitarif ini," tandasnya.

Dalam draf revisi kelima UU KUP itu juga pemerintah mengusulkan pembedaan tarif PPN, paling rendah 5 persen, dan paling tinggi 15 persen.

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya