Wamen BUMN Ungkap Kelanjutan Merger Pelita Air-Citilink

Lisensi penerbangan Pelita Air akan dialihkan ke Citilink

Jakarta, IDN Times - Kementerian BUMN masih menyusun skema merger Pelita Air Service (PAS) dengan grup Garuda Indonesia, tepatnya dengan Citilink. Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan nantinya armada pesawat dan juga lisensi penerbangan yang dimiliki Pelita Air akan dipindahkan ke Citilink.

"Jadi nanti Pelita itu lisensi dan pesawatnya dipindahkan ke Citilink, jadi sifatnya itu pesawat dan lisensinya akan kita pindahkan," ucap Tiko usai menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (20/9/2023).

Baca Juga: Pelita Air Gabung Garuda Indonesia, Mergernya lewat Citilink

1. Lisensi penerbangan Pelita Air akan dipindahkan ke grup Garuda Indonesia

Wamen BUMN Ungkap Kelanjutan Merger Pelita Air-CitilinkWakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Dengan demikian, lisensi penerbangan Pelita Air nantinya akan berada di bawah grup Garuda Indonesia. Namun, untuk perusahaan Pelita Air sendiri kemungkinan akan tetap berdiri terpisah.

"PT-nya mungkin akan tetap terpisah. Jadi nanti di bawah Garuda, ada Citilink dan Pelita," ucap Tiko.

Baca Juga: Erick Bocorkan Rencana Merger Garuda Indonesia dengan Pelita Air

2. Merger Pelita-Citilink buat tambah jumlah maskapai di Indonesia

Wamen BUMN Ungkap Kelanjutan Merger Pelita Air-CitilinkPesawat Citilink (Website/airlines-inform.com/)

Sebelumnya, Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan merger Pelita Air dengan Citilink bertujuan untuk merealisasikan efisiensi atas tiga maskapai pelat merah tersebut.

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat perusahaan menjadi satu . Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda, merger untuk menekan cost," kata Erick dikutip dari keterangan resmi, Selasa (22/8/2023).

Selain untuk menekan biaya dari ketiga maskapai penerbangan tersebut, merger juga diharapkan dapat mendongkrak jumlah armada pesawat di Indonesia. Sebab, Erick mengatakan, Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Dia mengatakan, AS memiliki sekitar 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. AS memiliki populasi sekitar 300 juta jiwa, dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar 40 ribu dolar AS. Sedangkan, Indonesia memiliki 280 juta penduduk, dengan pendapatan per kapita sekitar 4.700 dolar AS.

Dengan demikian, Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Namun, saat ini Indonesia beru memiliki 550 pesawat.

"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," tutur Erick.

3. Pelita Air saat ini ada di bawah grup Pertamina

Wamen BUMN Ungkap Kelanjutan Merger Pelita Air-CitilinkPelita Air Service datangkan Airbus A320 (dok. Pertamina)

Pelita Air merupakan maskapai di bawah grup Pertamina. Awalnya, Pelita Air didirikan pada tahun 1970 sebagai pengganti departemen layanan udara Pertamina Air Service.

Pelita bertugas melaksanakan operasi penerbangan secara ekonomis dalam industri migas di Indonesia melalui penerbangan charter dan kegiatan terkait. Kegiatan yang dimaksud meliputi transmigrasi, pemadam kebakaran, pengungsi, palang merah, tumpahan minyak, foto udara, transportasi kargo.

Selanjutnya, Pelita Air turut melayani penerbangan untuk VVIP, lepas pantai, evakuasi medis, operasi seismik, survei geologi, helirig, pilot helikopter untuk disewa, dukungan dan pelatihan.

Pelita juga melayani jasa penerbangan bagi perusahaan migas yang ada di Indonesia, baik perusahaan domestik maupun asing selama beberapa dekade. Akhirnya, pada 28 April 2022, Pelita resmi beroperasi sebagai maskapai komersial yang melayani penerbangan reguler.

Baca Juga: Wamen BUMN Minta Rapat Tertutup Bahas Utang Pemerintah

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya