Begini Posisi OJK dalam Tangani Persoalan AJB Bumiputera

Jakarta, IDN Times - Industri asuransi Indonesia tengah dilanda banyak permasalahan yang berpotensi menghancurkan kepercayaan masyarakat. Padahal, kepercayaan masyarakat adalah jantung industri asuransi itu sendiri.
Salah satu permasalahan asuransi yang menyentak publik ialah gagal bayar yang terjadi di perusahaan asuransi besar seperti Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB). Dalam Webinar Peran OJK dalam Penyelesaian Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra, Selasa (31/8/2021), Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia, mengatakan persoalan AJBB harus segera diselesaikan untuk menyelamatkan industri asuransi.
Lalu bagaimana peran OJK dalam menangani hal itu? Berikut uraiannya.
1. OJK hanya bisa membantu dan memfasilitasi permasalahan di AJBB

Untuk diketahui, Piter mengatakan, AJBB adalah perusahaan swasta murni dengan bentuk badan hukum usaha bersama, dan pemilik polis adalah pemilik AJBB. Ketika perusahaan mengalami kerugian, sebut Piter, seluruh pemilik polis harus menanggung kerugian tersebut. Selain itu, pemilik polis tidak bisa berharap pemerintah menalangi (bail out) seluruh kerugian AJBB.
“Pemilik polis tidak bisa menyalahkan regulator karena berlarut-larutnya permasalahan di AJBB. Kunci penyelesaian permasalahan AJBB ada di pengelola AJBB. Regulator, dalam hal ini OJK, hanya bisa membantu dan memfasilitasi," tutur Piter.
2. OJK mulai menangani persoalan AJBB tahun 2013
Piter pun mengurai permasalahan AJBB yang sudah muncul sejak 1997. Saat itu regulator yang menanganinya adalah Kementerian Keuangan yang meminta AJBB menyusun program penyehatan jangka pendek dan menengah.
Selain itu, Kemenkeu juga mengingatkan agar Badan Perwakilan Anggota (BPA) independen dan tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan AJBB. Perlu diketahui, Piter mengungkapkan bahwa OJK baru mulai menangani AJBB tahun 2013 sebagai regulator.
“Setelah itu, regulator tidak pernah berhenti berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan AJBB. Sejak 1997 hingga sekarang regulator setidaknya sudah tiga kali menghadapi opsi melikuidasi atau melanjutkan upaya penyehatan AJBB. Tiga kali pula regulator memilih untuk menyelamatkan AJBB,” tutur Piter.
3. OJK telah mengeluarkan surat perintah

Piter mengatakan permasalahan AJBB tidak pernah selesai tuntas karena pengelola AJBB (BPA, Komisaris dan Direksi) tidak pernah konsisten melaksanakan program-program yang mereka susun sendiri.
Belajar dari fakta bahwa gagalnya program penyehatan AJBB selama ini lebih disebabkan intervensi BPA, OJK pun mencoba untuk lebih tegas dengan mengeluarkan empat kali perintah tertulis kepada AJBB yang isinya meminta BPA untuk lebih independen, tidak mencampuri pengelolaan AJBB, serta segera mengambil tindakan mengakui kerugian yang dialami AJBB.
“Surat Perintah Tertulis dari OJK menjadi awal “pembangkangan” BPA terhadap OJK. BPA kemudian tidak memberikan dukungan yang cukup terhadap upaya penyehatan keuangan AJBB. Akibatnya seluruh program penyelesaian AJBB gaga,” tutur Piter.
4. OJK berupaya maksimal menyelamatkan AJBB

Piter mengatakan pembangkangan terbesar BPA adalah ketika OJK mengeluarkan perintah tertulis (yang keempat) melalui surat No S-13/D.05/2020 tanggal 16 April
2020. Isi perintah tertulis tersebut adalah meminta AJBB untuk segera melaksanakan Sidang Luar Biasa BPA/RUA guna mengambil keputusan terkait kerugian yang dialami AJBB sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Anggaran Dasar AJBB.
“Pembangkangan BPA diwujudkan dalam bentuk gugatan judicial review terhadap UU No 40 tahun 2014 yang kemudian berdampak kepada PP No 87 tahun 2019 yang mengatur tentang badan usaha milik bersama. Permohonan judicial review tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus menggugurkan PP No 87 tahun 2019. Selanjutnya ketentuan tentang usaha perasuransian berbentuk usaha bersama harus diatur lebih lanjut dengan UU sendiri,” tutur Piter.
Piter mengatakan bahwa setelah keputusan MK terjadi kekosongan BPA di AJBB. Sesuai masa tugasnya kepengurusan Anggota BPA berakhir per 26 Desember 2020. Namun, tidak bisa segera berganti karena tidak adanya payung hukum tentang bagaimana pergantian BPA dilakukan.
Untuk mengatasi permasalahan kekosongan BPA itu, Piter mengatakan bahwa OJK memfasilitasi pertemuan antara manajemen AJBB dengan perwakilan beberapa perkumpulan pempol, asosiasi agen, dan SP NIBA, pada 16 Maret 2021. Dalam pertemuan tersebut disepakati antara lain direksi akan mengajukan penetapan Panitia Pemilihan BPA melalui Pengadilan. Keputusan pengadilan terkait panitia pemilihan BPA ini akan dibacakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 September 2021.
“OJK selaku regulator sudah berupaya melaksanakan tugasnya untuk menyelamatkan AJBB secara maksimal. Peran OJK memang hanya sebatas mengarahkan dan memfasilitasi. Sementara keberhasilan penyelesaian permasalahan di AJBB lebih ditentukan oleh BPA dan manajemen (Komisaris dan Direksi) AJBB, pemegang polis, dan pengusaha,” tutur Piter.