Kopi Pahit Favorit Dodon

Kota tempat tinggalku bisa dibilang kota yang panas, mengingat kian sempitnya lahan hijau, banyaknya gedung-gedung pencakar langit, dan masih banyak lagi penyebabnya. Tapi hari ini spesial, suhu Kota saat ini dingin bagai di Puncak. Ini karena gerimis dan angin yang tak hentinya turun dari pagi hingga sore.
Melamun menatap parkiran kampus sambil menghirup aroma tanah tersiram hujan adalah suatu kenikmatan tersendiri. Aku rapatkan jaket serta kuplukku, rasanya enggan pulang karena hujan. Aku melamun, entah apa yang aku lamunkan, alih-alih aku hanya diam tanpa suara bak patung. “ngopi yuk entar! Dingin gini enak minum anget-anget!”. Suara cempreng melengking menyadarkanku dari lamunan, segeraku menoleh, ternyata teman sekelasku, Dodon.
Gerimis perlahan berhenti, kami langsung mengunjungi salah satu warung kopi dekat kampus. Sekedar untuk berbincang ria membahas mata kuliah, tugas, adek-adek gemes junior, apapun itu yang menarik.
“Mbak, kopi item ya! Pait aja!” teriak Dodon selepas mendaratkan bokongnya di bangku panjang ala warkop. “mau minum apa lu?” tanyanya menyikut lenganku. “ah, uhm..eh, teh manis anget aja”.
Sebenarnya aku tidak suka minum kopi, apalagi mengunjungi warkop. Yah namun Dodon mengajakku, hitung-hitung untuk menghargainya. Aku kurang suka rasa asam di mulut selepas minum kopi yang jadi alasanku tidak menyukainya. Agak aneh bagiku ketika hampir tiap laki-laki menyukai kopi aku malah sebaliknya.
"Lu nggak ngopi?” tanya Dodon.
“Gua nggak ngopi, bro. Hehehe” balasku cengengesan.
Beberap saat minuman kami datang. Dodon langsung menyeruput kopinya yang masih panas mengepul. Ada lenguhan nafas panjang selepas seruputan pertama, betapa Dodon menikmatinya. Segelas besar kopi hitam pahit, bagaikan kopi-kopi yang disukai sesepuh. Menurutku apa nikmatnya kopi pahit? Maksudku kau tahu kan pahit? Rasa pahit? Getir yang mencekik leher, getir yang membuatmu ingin mengeluarkan isi lambungmu.
"Kenapa coy?” tanya Dodon terkekeh melihat ekspresiku.
"Lu harus sering minum yang pait coy, jadi ketika lu minum yang manis, nikmatnya bakal dobel. Lagi pula jangan kebanyakan manis, entar diabet!” lanjutnya lagi menyeruput kopi.
Gerimis datang berubah hujan deras, suara tampiasan air menghantam terpal tepat di belakang kami, mendominasi keheningan. Kami memang teman sekelas, namun tak begitu akrab, alhasil kami hanya diam canggung sambil makan gorengan dan menyeruput minum.
“Hmm..manis banget gila!” Gumam Dodon menghabiskan kopinya.
Aku meliriknya dengan tatapan ini-anak-streeskah? Jelas itu kopi tanpa gula, lantas manis dari mana? Namun Dodon membalasku dengan mengarahkan pandangannya ke arah jam 12. Aku menyeruput lagi tehku sambil mengarahkan mataku pada objek yang ditunjuk Dodon.
“Iya manis banget, bro!” ucapku melongo dan mata terbelalak setelah melihat apa yang ada di depan kami. Aku jadi tau alasan Dodon memesan kopi pahit.
Ada yang dapatku petik dari alasan Dodon memesan kopi pahit. Sempat sebelum dia menghabiskan segelas besar kopinya, dia bercerita tentang kehidupannya. Tentang pahitnya berada dalam keluarga yang orang tuanya berpisah. Tentang Dodon yang membenci Ayahnya karena pergi untuk wanita lain. Tentang Ayahnya yang menghancurkan hati ibunya, betapa pahit melihat ibunya setiap malam menangis.
Pahit untuk memedam rasa benci kepada Ayahnya sendiri. Bagaimana Dodon dan ibunya banting tulang mencari uang untuk makan. Hari-hari Dodon begitu dingin, penuh kebencian, amarah dan lapar. Dodon masih ingat dulu Ayahnya adalah pahlawan baginya, namun itu semua hanya kenangan lama yang pahit untuk diingat.
kopi pahit bagi Dodon tak sebanding dengan pahitnya hidup. Namun Dodon bersyukur masih ada rasa manis yang muncul di kehidupannya. Masih banyak orang lain yang minum kopi lebih pahit dari pada Dodon. Kau tahu maksudnya? masih banyak orang lain yang hidupnya lebih pahit dari Dodon.
Dodon bersyukur masih ada hal indah yang memaniskan hidupnya. Hal manis itu tepat di depan matanya. Seorang gadis manis yang membuatkannya kopi. Dodon jatuh cinta padanya. Dan cinta adalah hal manis bagi Dodon yang ia syukuri.
“Kopinya lagi dong, mba. Pait aja ya” ucap Dodon menyodorkan gelas kosong. “Namanya siapa?” Tanya Dodon saat gadis itu datang mengambil gelas kosong. “Indiana :)” ucapnya terseyum.
Aku sedikit terharu melihat pemandangan ini. Senyum tulus bahagia terukir di wajah Dodon karena gadis itu. Aku kira Dodon tak perlu kopi manis, yang dia perlukan adalah cinta yang akan memaniskan hidupnya.
Saat mereka saling tatap-tatapan, mataku menatap sesuatu yang janggal, sebuah tulisan di dinding. “Kopi Pahit = Rp 1.000. Kopi Susu = Rp 3.000”. Oh aku tahu sekarang! Ini adalah alasan sesungguhnya Dodon memesan Kopi Pahit, harganya cuma seribu, murah ya.