Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Teh Kejek, Teh Langka Asal Garut dengan Pengolahan yang Unik

ilustrasi teh kering (pixabay.com/Mirko Stödter)
ilustrasi teh kering (pixabay.com/Mirko Stödter)

Teh sudah menjadi salah satu minuman favorit di Indonesia, apalagi dengan menjamurnya kedai es teh di mana-mana. Dari mulai teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh kombinasi dengan bunga atau buah, atau teh tradisional asli Indonesia, semua punya peminatnya masing-masing. Termasuk salah satu teh tradisional dari Garut bernama teh kejek yang punya aroma dan rasa yang khas dan spesial yang dirindukan penikmatnya.

Selain rasa dan aromanya yang khas, cara pembuatan teh kejek ini terbilang unik, yaitu dengan cara menginjak daun teh yang telah dipetik. Dari proses itulah keunikan cita rasa dan aromanya keluar.

Mau tahu lebih banyak lagi tentang keunikan teh kejek? Yuk, simak ulasannya berikut ini!

1. Teh asal Garut dari tahun 1900-an

ilustrasi bagungan di Kota Garut (commons.wikimedia.org/NFarras)
ilustrasi bagungan di Kota Garut (commons.wikimedia.org/NFarras)

Teh kejek adalah teh tradisional yang berasal dari Desa Cigedug, Garut, Jawa Barat. Dalam bahasa Sunda, kejek memunyai arti 'diinjak' karena proses pembuatan teh ini memang dengan cara diinjak menggunakan tenaga kaki. Dari proses penginjakan ini, daun teh akan mengeluarkan getah. Semakin banyak getah teh yang keluar semakin baik proses fermentasi teh dna tentunya rasa dan aromanya makin spesial.

Cara pembuatan ini sudah dilakukan sejak tahun 1900-an saat Belanda mengajarkan pegawai perkebunan teh Cikajang untuk mengolah daun teh.

2. Bermula dari perkebunan teh yang dikelola orang Belanda

ilustrasi daun teh (pixabay.com/hana kim)
ilustrasi daun teh (pixabay.com/hana kim)

Teh kejek diduga sudah ada sejak tahun 1900-an. Menurut suatu penelitian yang diterbitkan oleh The Journal Gastronomy Tourism pada tahun 2019, di ahun 1856, Karel Fredik Holle, seorang warga negara Belanda, diutus oleh pemerintahan Belanda untuk mengurus perkebunan teh di Garut. K.F. Holle bekerja sebagai pengurus perkebunan teh Cigedug pada tahun 1856--1862 dan penurus kebun teh Garut pada tahun 1866--1889. Hal ini membuat daerah Cigedug, Garut menjadi penghasil teh berkualitas pada zamannya.

Teh kejek bisa dibilang salah satu warisan K.F. Holle yang masih lestari dan proses pembuatannya masih digunakan oleh warga hingga saat ini. Pengabdian K.F. Holle diabadikan dalam Monumen Holle yang ditemukan di Perkebunan Teh Giriawas. Monumen tersebut yang berupa ukiran kepala K.F. Holle yang dibuat oleh Pauline Blelaerts van Blokland Kraijenhoff.

3. Kualitas yang terus menurun membuat pabrik tehk kejek banyak yang gulung tikar

ilustrasi teh (pixabay.com/Mirko Stödter)
ilustrasi teh (pixabay.com/Mirko Stödter)

Sayangnya komoditas teh ini mulai menurun seiring berjalannya waktu sehingga kualitas teh pun jadi ikut terjun bebas. Hal ini disinyalir disebabkan oleh harga teh yang sangat murah akibat kualitasnya yang jelek. Teh pun bukan menjadi ladang usaha yang menjanjikan lagi, petani teh mulai meninggalkan kebun tehnya dan beralih bertani sayur karena lebih menguntungkan. 

Buruknya pengelolaan kebun teh mengakibatkan susahnya mendapatkan teh mentah yang berkualitas baik. Jika sebelumnya teh dipetik secara manual dengan tangan, saat itu banyak petani yang memilih menggunakan mesin pemotong bahkan ada juga yang menggunakan parang. Akhirnya, banyak usaha pengelolaan teh kejek di Cikajang dan Cigedug gulung tikar.

Saat ini, hanya satu pabrik teh kejek yang tersisa yaitu Teh Kejek Pak Oos, teh kejek yang dimiliki oleh keluarga Pak Oos. Pemiliknya memutuskan mempertahankan usaha teh kejek ini agar masyarakat setempat tetap bisa bekerja dan mencukupi kebutuhan hidupnya.

4. Ciri khasnya adalah proses pengolahannya dengan cara diinjak

ilustrasi daun teh segar (pixabay.com/highnesser from)
ilustrasi daun teh segar (pixabay.com/highnesser from)

Seperti namanya, ciri khas pembuatan teh kejek adalah dengan penginjakan teh menggunakan kaki. Teh yang telah dipetik dimasukkan ke dalam wadah penginjakan yang terbuat dari semen daun teh yang sudah layu dikumpulkan di wadah tersebut kemudian diinjak oleh pegawai yang telah terampil menginjak teh.

Sebelum menginjak teh, pegawai akan menggunakan sepatu khusus yang sudah dibersihkan. Proses penginjakan dilakukan dengan cara menginjak teh secara memutar sampai terbentuk gumpalan daun teh dan ukuran daun teh menjadi kecil lalu mengeluarkan getah. Daun teh yang telah mengeluarkan getah kemudian dipisahkan. Proses penginjakan ini dilakukan berulang hingga semua daun teh habis. 

Setelah proses penginjakan, daun teh kemudian dipanaskan dalam wajan pada suhu kurang lebih 70 derajat Celsius selama 30-40 menit. Daun teh yang telah dipanaskan akan mengering dan mengeluarkan sedikit aroma yang khas. Setelah itu, daun teh didiamkan beberapa saat di wadah kayu hingga suhu daun teh kering menurun.

Setelah suhu teh turun, teh kering dipanaskan lagi di dalam wajan dengan suhu 30 derajat Celsius selama kurang lebih 5--10 menit. Pada proses ini, dilakukan pengadukan cepat agar daun teh tidak gosong. Setelah memalui proses pemanasan ini, daun teh kering akan mengeluarkan aroma yang khas dan wangi. 

5. Terdapat 3 kategori teh kejek

ilustrasi teh kering (pixabay.com/Mirko Stödter)
ilustrasi teh kering (pixabay.com/Mirko Stödter)

Dari proses pengeringan atau pemanasan, akan ada proses penyortiran daun teh yang mengelompokkan teh kejek menjadi tiga tingkat berdasarkan kualitasnya. Penyortiran dilakukan dengan pengayakan yang menggunakan ayakan tiga tingkat.

Ayakan pertama memiliki lubang terbesar di antara tiga ayakan, sehingga daun teh yang besar dapat tertahan. Daun dan batang yang tidak tertampung pada ayakan pertama akan jatuh ke ayakan kedua yang memunyai lubang penyaring yang lebih kecil dari ayakan pertama. Daun teh yang lebih kecil lagi dan tidak tertampung ke ayakan kedua akan masuk ke ayakan ketiga yang memiliki lubang saringan terkecil di antara tiga ayakan dan rapat. Hal ini membuat yang lolos dari ayakan ketiga hanyak berupa bubuk teh saja.

Daun dan batang teh yang masuk ayakan pertama dan kedua dinamakan pekoe 1, teh yang masuk ayakan ketiga dengan ukuran teh yang kecil dinamakan pekoe 2. Sementara itu, bubuk teh dinamakan pekoe 3. Kualitas dan harga teh sama dengan tingkat pekoe yang punya urutan pekoe 1, pekoe 2, dan pekoe 3. Pekoe 1 dan 2 biasanya dijual ke pusat Kota Garut, sementara pekoe 3 dan batang daun teh dijual murah ke warga setempat.

6. Kaya akan antioksidan yang baik untuk tubuh

ilustrasi teh dan teko (unsplash.com/五玄土 ORIENTO)
ilustrasi teh dan teko (unsplash.com/五玄土 ORIENTO)

Seperti yang kita ketahui, teh kaya dengan kandungan flavonoid dan flavonoid yang berperan untuk antioksidan. Kandungan tersebut juga tentu ada di dalam teh kejek.

Melansir dari suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Garut yang diterbitkan di Jurnal Ilmiah Farmako Bahari pada tahun 2021, menunjukkan bahwa pengolahan teh kejek secara tradisional akan menghasilkan senyawa fenolik dan flavonooid yang tinggi dibandingkan dengan pengolahan dengan modifikasi pemanasan. Lebih lanjut, hal ini menujukkan bahwa teh kejek juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan baik untuk menangkal radikal bebas.

Pabrik teh kejek yang tersisa di Indonesia hanya tinggal satu yaitu pabrik teh kejek milik keluarga Pak Oos. Hal ini membuat teh kejek tidak terlalu populer di provinsi lain walaupun peminat teh ini masih ada.

Nah, kalian kalau ke Garut jangan lupa mencicipi teh kejek dan membawanya untuk oleh-oleh, ya.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us