Mengenal Balut, Kuliner Ekstrem Filipina yang Kontroversial tapi Populer

Asia Tenggara sudah lama dikenal sebagai kawasan dengan warisan kuliner yang begitu beragam dari negara-negara yang ada di dalamnya. Hal tersebut sangat wajar mengingat ada begitu banyak etnis dan budaya yang berbaur dalam region ini yang pasti membawa olahan khas masing-masing. Alhasil, kita bisa menemukan berbagai hidangan yang menggugah selera maupun membuat bergidik ngeri.
Untuk yang terakhir itu, penyebabnya tak lain karena bahan makanan atau cara mengolah makanan tersebut yang terlihat ekstrem bagi sebagian besar orang. Namun, bagi orang-orang yang sudah biasa mengonsumsinya, hidangan tersebut pasti jadi kemewahan yang tak boleh dilewatkan. Nah, salah satu makanan khas Asia Tenggara yang memenuhi kriteria tersebut adalah balut.
Hidangan yang satu ini berasal dari Filipina dan menggunakan telur bebek sebagai bahan utamanya. Terlihat normal? Tunggu dulu! Soalnya, ada beberapa hal yang spesial dari balut yang bisa membuat kita bergidik ataupun tergugah seleranya. Penasaran, kan? Maka dari itu, yuk kita kenali salah satu jajanan populer dari negara tetangga kita ini!
1. Asal-usul balut

Olahan balut sebenarnya punya kesamaan dengan beberapa olahan telur lain asal Vietnam, Kamboja, dan China. Catatan paling tua tentang olahan serupa berasal dari China sekitar tahun 1830 yang menyebut makanan berbasis telur yang serupa dengan nama máo dàn (毛蛋), tapi hanya untuk kalangan atas saja. Kata máo dàn sendiri berarti telur berbulu atau bulu halus, sebuah karakteristik dari embrio yang mulai berkembang di dalam telur.
Dilansir dari Food Republic, balut menggunakan konsep yang serupa dengan hidangan asal China tersebut dan diduga sudah muncul bersamaan dengan orang China mengenal telur asin. Kepopuleran balut di Filipina dimulai ketika para pedagang asal China tiba di sekitar Laguna de Bay, Pulau Luzon, dan memperkenalkan konsep máo dàn. Bedanya, mereka menggunakan telur itik melewar (Anas platyrhynchos). Lama-lama, hidangan tersebut jadi begitu disukai masyarakat Filipina sampai disebut-sebut sebagai salah satu street food paling populer di sana.
Nah, kalau dalam bahasa Tagalog (bahasa nasional Filipina), balut berarti “dilapisi” (wrap). Lebih lengkapnya lagi, olahan ini juga disebut dengan nama balut sa puti (dibalut dalam putih). Sederhanaya, kata itu berujuk pada selaput putih pada telur yang masih menutupi embrio di dalamnya.
2. Bahan dan cara memasak balut

Seperti yang sudah diungkap sedikit di atas, bahan utama untuk membuat balut adalah telur itik melewar. Selain itu, telur dari jenis bebek lain pun bisa saja digunakan. Yang penting, ada syarat khusus yang harus dipenuhi telur-telur tersebut, yakni telur dengan cangkang yang tebal dan sudah ada embrio anak bebek yang berkembang di dalamnya. Dilansir Young Pioneer Tours, usia inkubasi telur yang paling pas untuk membuat balut itu sekitar 14—21 hari setelah telur keluar dari tubuh induk.
Uniknya, beberapa produsen balut sengaja mengambil telur yang benar-benar baru keluar dari induk itik atau bebek untuk diinkubasi secara terpisah. Tujuannya adalah demi bisa mengontrol usia inkubasi telur tersebut. Sebab, tekstur dari balut nantinya turut dipengaruhi dari seberapa lama telur itu sudah menjalani masa inkubasi. Setelah itu semua, telur yang sesuai kemudian direbus di dalam air mendidih selama 20—30 menit.
Dan, ya, itu saja! Bahan dan proses memasak balut memang sesimpel membuat telur rebus. Bedanya, cara memakan olahan yang satu ini terbilang cukup ekstrem. Soalnya, telur yang sudah matang dimakan dengan cara membuka cangkang luar dan menyantap seluruh bagian lain yang ada di dalamnya. Mengingat telur yang direbus adalah embrio itik atau bebek yang sudah mulai terbentuk, konsumen juga bisa melihat sekaligus memakan bakal anak itik atau bebek yang belum tumbuh secara sempurna.
Pada dasarnya, balut bisa langsung dikonsumsi utuh begitu kita membelinya. Namun, Taste Atlas melansir kalau olahan yang satu ini banyak dijadikan kudapan sambil minum bir. Selain itu, untuk menambah cita rasa, ada pula yang menambahkan bumbu berupa cabai, bawang merah, cuka, garam, lemon, lada, dan daun mint di dalam mangkuk untuk selanjutnya dibaluri ke balut yang tersedia.
3. Manfaat yang dipercaya dari mengonsumsi balut

Kalau kita berkaca pada telur lain, balut memang tinggi akan protein, berbagai jenis vitamin, kalsium, zat besi, fosfor, dan beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan yang membersihkan radikal bebas dari aliran darah dan mendukung sistem kekebalan tubuh. Selain itu, masyarakat yang rutin mengonsumsi balut turut percaya dengan beberapa manfaat lain yang dapat diperoleh jika rutin mengonsumsinya.
Dilansir dari Young Pioneer Tours, laki-laki di Filipina percaya kalau balut sebagai makanan afrodisiak alias mampu membangkitkan gairah, performa, serta kepuasan seksual. Di sisi lain, perempuan di sana juga percaya kalau balut membantu menjaga kesehatan janin di dalam kandungan jika ia sedang menjalani masa kehamilan. Kepercayaan lain dari konsumsi balut adalah olahan ini mampu mengatasi mabuk berat pada pagi hari. Ini pula yang jadi alasan kenapa di banyak tempat balut dinikmati bersama dengan bir atau minuman beralkohol, meski sebenarnya tidak ada jawaban ilmiah untuk membuktikan rumor tersebut.
4. Kontroversi dari balut

Sekalipun balut mulai populer di luar Filipina, terutama karena bahan yang digunakan itu tidak biasa, sebenarnya di dalam Filipina olahan yang satu ini masih erat kaitannya dengan makanan kalangan bawah. Dengan banyaknya penjual yang menjual balut dengan harga sangat murah, maka sangat wajar kalau stigma itu masih melekat. Selain itu, ada kontroversi tersendiri dari olahan yang satu ini, terlebih kalau melihat cara telur itik atau bebek itu dipilih.
Beberapa orang menganggap kalau olahan balut terbilang kejam karena telur yang direbus harus yang sudah berbentuk embrio. Seperti gambar yang terlihat, embrio telur tersebut sudah benar-benar terlihat seperti anak itik atau bebek, meski belum terlalu sempurna. Penampilan itu memang tidak terlihat menggugah selera bagi banyak orang, bahkan cenderung mengerikan. Maka dari itu, tak banyak orang dari luar Filipina—atau bahkan beberapa orang Filipina sendiri—yang berani mengonsumsi balut. Kalaupun ada dan suka dengan olahan ini, mereka biasanya akan menyantap balut sambil menutup mata supaya tidak melihat seperti apa embrio telur yang dikonsumsi, dilansir daro Atlas Obscura.
Keberadaan balut jadi penanda soal bagaimana kreativitas masyarakat Asia Tenggara dalam mengolah makanan dari bahan apapun. Meski terlihat tidak bisa diterima semua orang, nyatanya kehadiran balut sudah seperti teman jajan masyarakat Filipina, layaknya olahan cilok kalau di Indonesia.
Kalau ada kesempatan, apakah kamu berani mencoba olahan telur yang satu ini?


















