Mengulik Pahit Manisnya Kawa Daun, Minuman Daun Kopi dari Ranah Minang

Kawa daun adalah minuman berbahan daun kopi yang berasal dari Sumatra Barat. Sekarang ini kawa daun tak hanya dikenal di Sumatra Barat saja, tetapi juga terkenal di beberapa daerah di Jambi dan Bengkulu.
Konon, dahulu orang Minang sudah mengenal tumbuhan kopi hanya saja yang diracik sebagai minuman adalah daunnya bukan kopinya. Orang Minang juga meminum kawa daun sebelum berangkat kerja agar stamina tetap terjaga.
Rasa kawa daun ini unik yaitu perpaduan antara sepat, pahit, asam dari kopi dan teh. Warnanya airnya pun berada di tengah-tengah keduanya, lebih gelap dari teh tapi lebih terang dari kopi. Rasa, aroma, dan warna kawa daun bergantung juga dengan cara pengolahan daun kopi. Beda cara, beda karakteristik minuman.
Kalian masih belum familiar dengan kawa daun? Yuk, cari tahu lebih lanjut tentang kawa daun lewat artikel ini! Baca sampai habis, ya!
1. Daun kopi sudah dibuat menjadi minuman sejak lama

Minuman kawa daun adalah minuman herbal dari Sumatra Barat yang terbuat dari daun kopi. Konon, dahulu minuman kopi yang dikenal oleh masyarakat terbuat dari kulit buah kupi dan daun kopi.
Orang Minang sudah mengenal kopi sejak awal abad ke-19 bahkan, konon jauh sebelum Belanda datang ke Indonesia. Namun, masyarakat Minang hanya mengonsumsi daun kopinya saja yang disebut kawa.
Kawa sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu qahwah yang berarti kopi. Kemudian orang Minang menyesuaikan dengan dialek mereka sehingga disebutlah kawa.
2. Dipetik dari daun kopi yang sudah tua

Pembuatan kawa daun dimulai dari pemangkasan daun kopi, pengeringan, lalu penyeduhan. Untuk mendapatkan rasa kawa daun yang enak, daun kopi yang digunakan adalah daun kopi yang sudah berwarna kekuningan dan hampir gugur.
Melansir dari Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan yang diterbitkan pada tahun 2017, daun kopi yang sudah tua, selain memberi rasa yang nikmat dan khas, juga punya kandungan antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan daun kopi yang muda.
3. Cara pengeringan daun berbeda, maka berbeda juga rasa dan aromanya

Sebelum diseduh, daun kopi dikeringkan terlebih dahulu yang dapat dilakukan dengan mesin ataupun secara tradisional. Pengeringan daun dengan mesin biasanya menggunakan suhu 70-90 derajat Celsius selama 6-10 jam. Sementara itu, pengeringan secara tradisional dilakukan dengan pengasapan, yaitu mengasapi daun di atas pembakaran kayu.
Kayu bakar yang digunakan adalah dari tumbuhan kayu manis yang punya aroma manis. Pengasapan daun dilakukan selama 2-6 jam sampai daun kopi berubah warna jadi cokelat hingga kehitaman. Pengasapan ini memengaruhi warna, aroma, rasa, dan masa simpan dari daun kopi.
Menurut suatu penelitian dari IPB University, daun kopi yang diasap selama enam jam ini paling diminati panelis yang mencoba kawa daun karena punya kombinasi rasa yang manis, pahit yang ringan, asam, sedikit sepat, ada aroma kayu manis, smokey, dan ada aroma floral.
Daun kopi yang dikeringkan dengan mesin memiliki aroma daun lebih segar, dengan rasa sedikit manis, leafy, dan sepat. Sementara itu, daun kopi yang diasap selama 2 jam punya kombinasi rasa agak manis, agak asam, sepat dengan aroma kayu manis.
Warna minuman kawa daun yang diseduh sangat dipengaruhi oleh lama pengasapan. Semakin pendek durasi pengasapan daun kopi, maka cairan hasil seduhan bubuk kawa daun akan semakin cerah, begitu pula sebaliknya.
4. Beberapa cara untuk membuat kawa daun

Setelah pengeringan daun kopi, daun kopi diseduh untuk menjadi kawa daun. Metode penyeduhan kawa daun menghasilkan minuman kawa daun dengan aroma dan rasa yang menyerupai perpaduan teh dan kopi, walaupun warna airnya lebih pekat dari teh tetapi lebih cerah dari kopi.
Ada beberapa cara untuk membuat kawa daun. Cara pertama adalah cara pemasakkan, yaitu dengan merebus daun kopi dan air secara bersamaan sampai 15-30 menit sampai mendidih. Cara ini dapat menghasilkan kawa daun yang aroma dan rasanya menyerupai kopi dan warna airnya lebih pekat dibandingkan teh biasa. Cara pemasakkan juga menjadi cara yang paling banyak digunakan oleh pedagang kawa daun.
Cara pembuatan yang kedua adalah dengan cara menyeduh daun kopi dengan air panas bersuhu 90 derajat Celsius. Air kawa daun yang dihasilkan berwarna cokelat terang seperti teh seduh biasa. Cara yang ketiga disebut dengan mendidihkan air terlebih dahulu kemudian ditambahkan daun kopi ke dalam air tersebut.
Minuman kawa daun yang dihasilkan punya warna yang lebih gelap dari teh tetapi lebih terang dari air kawa daun hasil pemasakan.
5. Makin mantap bila diracik dengan gula aren

Secara tradisional, kawa daun disajikan menggunakan sayak, yaitu gelas dari batok kelapa dengan tatakan bambu agar tidak tumpah. Agar menambah rasa nikmat dari kawa daun, dapat ditambahkan gula aren dan disantap dengan berbagai camilan manis seperti pisang goreng, tapai goreng, bika, dan ketan.
Terdapat tradisi bernama pai maanta kawa yaitu tradisi mengantarkan makanan dan minuman untuk petani di sawah yang dilakukan oleh istri kepada suaminya. Makan siang tersebut dihidangkan bersama dengan kawa daun dan dinimati di tepi sawah atau ladang.
6. Mengandung kafein dan flavonoid

Orang Minang mempercayai bahwa minuman kawa daun memberikan efek kesehatan seperti tubuh lebih bugar, kuat, dan menghangatkan badan. Jika orang Minang tidak mengonsumsi minuman kawa daun sebelum bekerja, akan membuat mereka kekurangan tenaga untuk bekerja. Hal ini kemungkinan adalah efek dari kafein yang terkandung di dalam kawa daun.
Selain mengandung kafein, kawa daun juga mengandung flavonoid yang berperan sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas yang menyebabkan berbagai penyakit kronis. Lebih lanjut, menurut suatu penelitian dari Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa daun kopi dapat membantu mengontrol gula darah untuk mencegah diabetes.
Minuman kawa daun masih terlokalisasi di beberapa daerah di Sumatera saja. Jika terus dilestarikan dan dikelola dengan baik, kemungkinan kawa daun menjadi salah satu produk minuman yang disebarkan secara luas di Indonesia. Rasa yang unik dan menyegarkan dari kawa daun ini bisa masuk ke agenda kuliner jika berkunjung ke Sumatra Barat.
Dari kalian, ada yang pernah mencicipi kawa daun?