4 Perbedaan Tangyuan dan Wedang Ronde yang Sering Dianggap Sama

Tangyuan merupakan salah satu hidangan yang disajikan saat perayaan Imlek, Cap Go Meh, dan Dongzhi (musim dingin). Hidangan ini berupa bola-bola yang terbuat dari beras ketan yang disajikan dengan kuah. Penyajiannya mirip wedang ronde yang kerap dijumpai di Indonesia sebagai minuman hangat.
Bila dilihat dengan kasat mata, tangyuan dan wedang ronde mirip, seolah tidak ada perbedaan. Kalau dikulik lebih dalam, keduanya memang berkaitan, tetapi rasa dan ciri khasnya berbeda.
Kira-kira apa saja perbedaan tangyuan dan wedang ronde? Selengkapnya, simak ulasan berikut ini, yuk!
1. Asal-usul

Tangyuan atau tong yuen dalam Bahasa Kanton sudah menjadi bagian dari budaya China. Mengutip PostMag melalui South China Morning Post, tangyuan bermula pada masa Dinasti Han, saat seorang pembuat dumpling di kota China Kuno, Changan, bernama Yuanxiao. Ia melayani kaisar dan tidak diizinkan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Yuanxiao mengalami depresi dan berniat mengakhiri hidupnya dengan melompat ke dalam sumur. Saat bersamaan, Dongfang Shuo, penasihat kaisar menemukanya dan menyusun rencana untuk mempertemukan Yuanxiao dengan orangtuanya. Ia pun mengarang rumor bahwa akan terjadi kebakaran hebat di kota itu pada hari ke-15 bulan ke-1 penanggalan lunar, jika Dewa Api tidak ditenangkan.
Kaisar yang khawatir melihat kepanikan di tengah masyarakat, bertanya kepada Dongfang tentang apa yang harus dilakukan. Penasihat itu pun mengusulkan untuk membuat tangyuan, kesukaan Dewa Api. Yuanxiao bersama penduduk kota ditugaskan untuk membuat dumpling, yangyuan, dalam jumlah banyak untuk persembahan.
Hal tersebut dapat membuat orangtua Yuanxiao datang ke kota untuk menemui putrinya. Selain itu, hal tersebut dianggap membawa keberuntungan, karena hari ke-15 berlalu tanpa musibah. Sejak saat itu, kaisar menetapkan bahwa tradisi tersebut harus diulang setiap tahunnya yang dikenal pula sebagai Yuanxiao Jie.
Keberadaan wedang ronde di Indonesia berkaitan erat dengan tangyuan yang diperkenalkan orang China. Sudah bisa ditebak bahwa wedang ronde merupakan perpaduan budaya Tionghoa dan Nusantara. Nama ronde berasal dari bahasa Belanda rond yang berarti bulat, kemudian menjadi rondje untuk menunjukkan kata jamak.
Wedang ronde dijual bebas dan dapat ditemui di berbagai wilayah di Indonesia. Kamu dapat menikmatinya kapan saja, tanpa perlu menunggu perayaan tertentu. Bahkan, wedang ronde dianggap sebagai sajian hangat yang patut dicicipi saat musim hujan.
2. Bahan yang digunakan

Perbedaan lain dapat kamu jumpai pada bahan-bahan membuat tangyuan dan wedang ronde. Bahan untuk membuat bola-bola tangyuan maupun wedang ronde sama, yakni campuran tepung ketan dan tepung beras. Namun, isian yang digunakan untuk membuat bola-bola tersebut berbeda.
Tangyuan umumnya memiliki isian yang lebih beragam dengan bahan cenderung manis, mulai dari kacang tanah halus, biji wijen hitam, dan pasta kacang merah. Sedangkan, isian wedang ronde umumnya menggunakan kacang tanah halus atau kacang hijau. Meskipun ada pula yang disajikan tanpa isian.
Bahan untuk membuat kuahnya juga berbeda, lho. Kuah tangyuan cenderung lebih simpel dengan campuran air dan gula pasir, beberapa di antaranya ada yang menambahkan potongan jahe. Sedangkan, kuah ronde menggunakan gula merah, gula pasir, serai, jahe, garam, dan daun pandan.
3. Rasa

Bahan yang digunakan berbeda, tentu akan membuat rasa tangyuan dan wedang ronde pun berlainan. Tangyuan mengutamakan rasa manis dan sedikit gurih, termasuk pada isian dan kuahnya. Sajian ini menghindari rasa asin, pedas, asam, apalagi pahit, karana berkaitan dengan makna simbolisnya.
Rasa manis menekankan filosofi kebaikan, sedangkan bentuk bulat dan teksturnya yang kenyal, lengket melambangkan eratnya persaudaraan. Pelafalan tangyuan pun dikaitkan dengan reuni dan kebersamaan dalam tradisi Tionghoa.
Berbeda dengan wedang ronde yang telah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Rasanya lebih kompleks, meski bola-bola pada wedang ronde tanpa isian. Namun, kuahnya menggunakan berbagai bahan yang memberikan rasa pedas, manis, aroma sedap dari pandan.
4. Cara penyajian

Tangyuan disajikan dengan cara lebih simpel, biasanya terpisah antara isian dan kuahnya. Karena tangyuan dinikmati bersama keluarga saat perayaan Imlek maupun Cap Go Meh. Cukup ambil beberapa bagian tangyuan, kemudian disiram kuah bening, karena tidak menggunakan gula merah.
Sedangkan, wedang ronde biasanya menambahkan lebih banyak isian, tidak hanya ronde. Semangkuk wedang ronde umumnya terdiri dari ronde, roti tawar, sagu mutiara, dan taburan kacang tanah goreng. Disajikan saat masih hangat dan dapat dinikmati kapan saja, tanpa perlu menunggu perayaan tertentu.
Nah, sekarang kamu sudah tahu perbedaan tangyuan dan wedang ronde yang mirip. Pada dasarnya kedua sajian ini memang berasal dari budaya kuliner Tionghoa. Namun, bahan, cita rasa, dan cara penyajiannya berbeda.
Kalau kamu sendiri, lebih suka wedang ronde atau tangyuan, nih? Tulis di kolom komentar, ya!