Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!

Ada risiko gegar otak, cedera kepala, hingga demensia

Dimainkan oleh 265 juta orang di seluruh dunia (pro dan amatir), sepak bola adalah salah satu olahraga yang paling digemari. Saat sudah menginjak rumput, segala hal ditinggalkan demi meraih kemenangan.

Selain menendang dan menggocek, menyundul bola atau heading adalah gerakan umum yang dilakukan para pemain untuk mengoper atau langsung mencetak gol. Bahkan, pemain sepak bola rata-rata menyundul bola 6–12 kali dalam satu pertandingan.

Berita buruknya, terlalu sering menyundul bola ternyata bisa berdampak negatif untuk tubuh. Berikut ini penjelasannya.

Apa itu heading?

Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!ilustrasi menyundul bola atau heading (pixabay.com/Keith Johnston)

Sebagai salah satu teknik dalam sepak bola, menyundul adalah gerakan saat seorang pemain menyentuh bola dengan kepalanya ke arah yang diinginkan. Ini bisa jadi operan, umpan, atau tembakan ke gawang.

Menurut Healthline, saat menyundul bola, pemain harus mengandalkan otot lehernya. Agar sundulan lebih terarah, pemain harus turut menggerakkan tubuh dalam satu gerakan cepat. Lebih santai saat latihan, seorang pemain bisa lebih keras menyundul bola, dan tidak jarang malah beradu kepala dengan pemain lain.

Meski penting untuk mencetak angka, menyundul bola diduga menyimpan risiko cedera kepala dan cedera otak. Cedera ini bisa terjadi akibat kontak antara kepala dan bola atau saat kepala pemain berbenturan dengan kepala pemain lain atau tiang gawang. Ada yang efeknya terlihat langsung, dan ada juga yang bak "bom waktu".

Jadi, apa saja dampak yang berpotensi disebabkan oleh menyundul bola terlalu sering?

1. Gegar otak

Dampak pertama adalah gegar otak, cedera otak traumatis saat kepala membentur sesuatu sangat keras. Menurut sebuah penelitian di Brasil pada tahun 2016, sekitar 22 persen cedera sepak bola adalah gegar otak. Entah masih sadar atau pingsan, beberapa gejala gegar otak yang perlu diwaspadai adalah:

  • Sakit kepala.
  • Susah berkonsentrasi.
  • Hilang ingatan.
  • Kelinglungan.
  • Penglihatan kabur.
  • Pusing.
  • Keseimbangan tubuh terganggu.
  • Mual.
  • Sensitivitas terhadap cahaya atau bising.

Sebuah penelitian di Liverpool Hope University pada tahun 2020 menguji dampak menyundul bola (keras dan empuk) hingga 20 kali terhadap 30 pemain sepak bola. Selain risiko gegar otak meningkat hingga 80 persen, para peneliti menemukan bahwa risiko gangguan memori meningkat 20 persen karena menyundul bola 20 kali tersebut.

Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!ilustrasi risiko menyundul bola bagi kesehatan (unsplash.com/Kevin Webster)

Jika pemain menghadapi gegar otak, atau kamu sebagai pemain melihat rekan setim mengalami gegar otak akibat sundulan bola atau membentur kepala lawan, ini perlu segera ditangani. Healthline merangkum beberapa protokol yang bisa diikuti, yaitu:

  • Cadangkan pemain atau minta pergantian pemain agar bisa diistirahatkan. Hindari aktivitas fisik dan mental berlebih. Jika perlu, periksakan diri ke rumah sakit.
  • Berkonsultasi ke dokter, bahkan meski tak ada gejala karena gejala bisa timbul beberapa jam atau hari setelah insiden.
  • Istirahat 1–2 hari. Jangan berolahraga, pergi sekolah, atau kerja dulu dan hindari aktivitas atau tempat yang merangsang otak berlebihan (seperti keramaian atau aktivita membaca hingga mengetik).
  • Jika masih bersekolah, tunggu anjuran dokter baru lanjutkan kegiatan belajar.
  • Kembali bermain jika dokter mengizinkan. Sementara itu, pemain bisa berlatih aerobik, seperti berjalan santai atau berenang selama 15 menit.
  • Jika sudah kembali berlatih dan gejala tidak muncul saat latihan ringan, pemain baru bisa kembali menjalani aktivitas spesifik sepak bola.
  • Jika tak ada gejala saat menjalani aktivitas spesifik sepak bola, pemain bisa menjalani latihan yang tak melibatkan kontak fisik.
  • Mulai berlatih fisik secara bertahap. Jika tak ada gejala, pemain bisa kembali bertanding di pertandingan selanjutnya.

Perlu dicatat, setiap tim, organisasi sepak bola, dan tim sekolah memiliki protokol kesehatan sendiri yang harus ditaati. Jika tidak ada, maka protokol ini bisa diikuti, dan selalu ikuti anjuran dokter.

2. Chronic traumatic encephalopathy (CTE)

Cedera subconcussive juga sering terjadi saat kepala menyundul bola terlalu sering. Bedanya dengan gegar otak, cedera ini tidak langsung memperlihatkan gejala sehingga sering tidak diketahui. Jika cedera subconcussive terjadi terus-menerus, maka cedera bisa terakumulasi dan menimbulkan masalah serius di otak.

Salah satu komplikasi umum yang ditimbulkan oleh cedera subconcussive terus-menerus adalah chronic traumatic encephalopathy (CTE). Sebagai gangguan neurodegeneratif progresif, risiko CTE lebih besar di kalangan atlet sepak bola yang mengakumulasi cedera subconcussive dan gegar otak selama kariernya.

Meski begitu, CTE belum sepenuhnya dimengerti. Selain menyundul bola, faktor genetik hingga pola makan bisa memengaruhi risiko mengembangkan CTE. Berbeda pada setiap orang, beberapa gejala awal CTE adalah:

  • Pengendalian diri yang buruk.
  • Perilaku impulsif.
  • Masalah daya ingat.
  • Masalah perhatian.
  • Disfungsi eksekutif (masalah membuat rencana dan melakukan tugas sehari-hari).
Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!Jeff Astle, legenda West Bromwich Albion (thepfa.com)

Salah satu kasus CTE merenggut nyawa pemain legendaris Inggris yang bermain untuk West Bromich Albion pada 2002, Jeff Astle. Wafat pada usia 59 tahun, penelitian ulang otak Astle menunjukkan bahwa ia meninggal dunia akibat CTE.

Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa otak Astle telah rusak selama bertahun-tahun akibat menyundul bola. Sejatinya, CTE tidak hanya terlihat dalam sepak bola, melainkan olahraga yang menuntut kontak fisik, seperti tinju hingga gulat. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan sepak bola dan CTE.

Baca Juga: 18 Cedera Paling Umum yang Dialami oleh Pemain Sepak Bola

3. Demensia

Menurut Football Association (FA), bola yang digunakan sepak bola memiliki berat hampir setengah kilogram. Saat meluncur untuk disundul, bola bisa mengenai kepala pemain dengan kecepatan hingga 128km/jam. Dilansir BBC, dikhawatirkan kegiatan menyundul bola bisa meningkatkan risiko demensia dan mortalitas akibatnya.

Saat bola berkecepatan tinggi menyentuh kepala untuk disundul, bola membentur dinding belakang tengkorak, menyebabkan memar. Dalam sebuah studi pada 2018 oleh University of British Columbia, para peneliti menemukan adanya peningkatan protein dalam darah yang terkait dengan kerusakan sel saraf setelah menyundul bola.

Sebelumnya, sebuah penelitian dilakukan pada 2017 oleh para peneliti dari University College London dan Cardiff University. Melibatkan analisis autopsi otak enam pemain sepak bola, mereka menemukan bahwa para pemain sepak bola mengalami demensia pada usia 60-an, dan empat pemain sepak bola ditemukan mengidap CTE.

Kembali ke kasus nyata, setelah meninggal dunia, Astle sempat terdiagnosis mengalami gejala awal demensia. Selain Astle, banyak pemain sepak bola ternama lainnya yang mengalami demensia pada usia lanjut.

Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!Mantan pemain timnas Inggris, Sir Bobby Charlton. (Twitter.com/SirBobby)

Pada tahun 2020, pesepak bola Inggris yang memenangkan Piala Dunia 1966, Nobby Stiles, wafat pada usia 78 tahun. Dari film dokumenter Alan Shearer: Dementia, Football, and Me, diketahui bahwa selain kanker prostat pada tahun 2013, Stiles didiagnosis mengidap demensia lanjut pada 2016.

Selain Astle dan Stiles, legenda Manchester United dan juga rekan Stiles di Piala Dunia 1966, Bobby Charlton, juga mengalami nasib yang sama. Diumumkan pada November 2020, legenda Inggris yang berusia 85 tahun ini ternyata menderita demensia.

Ditugaskan oleh Professional Footballer's Association (PFA) dan FA pada 2017 sebagai investigasi kematian Astle, para peneliti dari University of Glasgow pada 2019 mengumumkan berita buruk. Meneliti 7.676 mantan pesepak bola, para peneliti memperingatkan pesepak bola 3,5 kali lebih berisiko meninggal akibat demensia.

Meski begitu, menyundul bola tidak bisa dijadikan faktor satu-satunya. Ada kemungkinan kombinasi usia, gaya hidup (merokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan obesitas setelah pensiun bermain), dan genetik memicu demensia. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara menyundul bola dengan gangguan otak.

Mengintai pesepak bola muda

Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!ilustrasi anak-anak bermain sepak bola (pixabay.com/Martin Fonseca)

Sepak bola dimainkan oleh lintas generasi. Pertanyaannya, siapakah kelompok yang paling berisiko? Ternyata, atlet sepak bola usia muda adalah yang paling rentan terkena cedera otak akibat menyundul bola.

Ini karena mereka tak sepenuhnya menguasai teknik heading. Kesalahan tersebut meningkatkan peluang cedera otak. Selain itu, otak mereka masih berkembang dan leher mereka masih lebih rentan cedera dibanding pemain dewasa. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mereka lebih rentan cedera saat menyundul bola.

Mencegah cedera saat menyundul bola

Terlepas dari seberapa waspada seseorang, cedera saat main sepak bola bisa saja terjadi. Untungnya, risiko tersebut bisa diminimalkan dengan cara:

  • Menguasai teknik menyundul yang benar: Ini bisa melindungi kepala, menstabilkan leher dan tubuh, sehingga menghindari risiko benturan ekstrem.
  • Menggunakan pelindung kepala: Pelindung kepala dilengkapi dengan bantalan yang mengurangi syok ke otak.
  • Menaati peraturan: Hindari drama dan intrik tak penting, terutama mengadu kepala dengan lawan sehingga risiko cedera otak dan kepala lebih kecil.
  • Pelatihan yang benar: Pelatih yang baik mengajarkan para pemain untuk mengontrol pergerakan dengan efektif, salah satunya adalah teknik menyundul yang benar. Jangan lupa beritahu coach jika khawatir tentang cedera kepala saat menyundul.
Keseringan Menyundul Bola Bisa Berbahaya? Ini Faktanya!ilustrasi pemain sepak bola remaja beradu kemampuan di lapangan hijau (pixabay.com/KeithJJ)

Karena risiko cedera kepala dan otak akibat menyundul bola lebih tinggi di kalangan pemain muda, maka beberapa lembaga pemangku kepentingan sepak bola telah mengatur hal tersebut. Pada tahun 2016, United States Soccer Federation menetapkan mandat mengenai aktivitas menyundul bola di sepak bola usia dini dan remaja.

Dalam mandat tersebut, pemain di bawah 10 tahun tidak boleh menyundul bola atau diajari teknik menyundul bola dulu. Lalu, untuk anak-anak 11–13 tahun, latihan menyundul bola dibatasi 30 menit per minggu dan tidak diperbolehkan menyundul lebih dari 20 kali seminggu.

Dilansir Daily Mail pada 2020, hal serupa juga tengah dilakukan di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara. Para pemain sepak bola di bawah usia 12 tahun di Britania Raya diwajibkan untuk tidak menyundul bola, dan pemain di bawah usia 18 tahun boleh menyundul bola beberapa kali saja.

Kapan harus ke dokter?

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak jarang cedera kepala dan otak tidak menimbulkan gejala. Oleh karena itu, para pemain harus awas dengan keadaannya. Segera bergegas ke rumah sakit jika timbul gejala berikut setelah menyundul bola:

  • Muntah tak terkontrol.
  • Tak sadarkan diri lebih dari 30 detik.
  • Sakit kepala yang membandel.
  • Kelinglungan yang persisten.
  • Kejang.
  • Pusing yang membandel.
  • Penglihatan berubah.

Menyundul memang salah satu teknik yang penting untuk menang dalam sepak bola. Namun, apakah itu sepadan dengan risiko jangka panjang? Jadi, untuk para pemain, jika tidak perlu menyundul, lebih baik hindari kontak dan tendang saja bola ke arah gawang. Toh, namanya "sepak bola", bukan "sundul bola".

Baca Juga: Cedera Olahraga: Jenis, Gejala, Penyebab, Penanganan

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya