TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lebih Berbahaya atau Tidak, Ini 5 Informasi seputar Rokok Elektronik

Pilihan lebih sehat atau malah sebaliknya?

unconfidentialcook.com

Merokok adalah salah satu kebiasaan buruk yang harus dihentikan karena cuma bisa mendatangkan dampak buruk bagi tubuh. Misalnya bronkitis, penyakit kardiovaskular, kanker paru, dan masih banyak lagi. Bahayanya datang dari racun karsinogen dan karbon monoksida pada asap rokok dan sudah terbukti lewat banyak penelitian.

Dengan perkembangan teknologi, kebiasaan merokok pun mengalami evolusi. Tak lagi sekadar tembakau yang dibakar, sekarang sudah ada rokok elektronik atau rokok elektrik, yang mana asapnya berupa uap air dari bahan kimia. Rokok jenis ini dimasukkan ke dalam golongan hasil pengolahan tembakau lainnya (HTPL).

Rokok elektronik mendapat perhatian dari masyarakat perkara isu kesehatannya. Banyak yang mempertanyakan apakah rokok elektronik adalah pilihan yang lebih sehat daripada rokok konvensional, atau malah sebaliknya?

Webinar “Faktor Pengurangan Risiko Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) untuk Penerapan di Indonesia” yang berlangsung pada hari Senin, 28 September 2020, sedikit banyak mengurai pertanyaan tersebut. Berikut ini beberapa informasinya.

1. HTPL bisa digunakan untuk membantu mengurangi kebiasaan merokok secara konvensional

medicalxpress.com

Ada banyak sekali penelitian yang membahas hubungan antara merokok dan kesehatan. Namun, belum banyak penelitian tentang rokok elektronik. Setidaknya Auliya Suwantika, selaku narasumber dari Universitas Padjadjaran, Bandung, mengatakan ada 43 jurnal kesehatan yang membahas HTPL tersebut.

Auliya menjelaskan bahwa jurnal-jurnal tersebut datang dari luar negeri dan belum ada penelitian yang berasa dari dalam negeri. Namun demikian, sebagian besar jurnal itu menunjukkan bagaimana rokok elektronik memiliki risiko yang lebih kecil dalam hal ancaman nyawa, ketimbang rokok konvensional. Ini menjadikan HTPL berpotensi sebagai alat untuk membantu seseorang berhenti menghentikan kebiasaan merokok konvensional.

Baca Juga: 10 Cara Berhenti Merokok yang Terbukti Ampuh dan Efeknya Permanen

2. Kecanduan rokok bisa dikurangi mengingat tersedianya rokok elektronik yang tidak mengandung nikotin

scitechdaily.com

Lebih lanjut, Auliya mengemukakan bahwa rokok elektronik berbeda dengan rokok konvensional yang menyebabkan kecanduan. Dalam cara kerja HTPL, konsumen menggunakannya dengan cara mengisi rokok tersebut dengan bahan kimia. Bahan kimia tersebut memiliki banyak pilihan dan beberapa di antaranya ada yang tidak mengandung nikotin, sehingga tidak membuat seseorang kecanduan.

Penelitian berjudul “Tobacco harm reduction: an alternative cessation strategy for inveterate smokers” yang dirilis di Harm Reduction Journal tahun 2006 menyebut bahwa penggunaan HTPL berhasil mengurangi kecanduan merokok.

Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian lain berjudul “A fresh look at tobacco harm reduction: the case for the electronic cigarette” di jurnal yang sama tahun 2013, yang menyatakan bahwa rokok elektronik menjadi alat penting yang menjanjikan untuk mengurangi kecanduan merokok.

3. Tetap, rokok elektronik wajib diwaspadai mengingat adanya potensi efek samping karena adanya bahan kimia

theconversation.com

Walau sudah ada banyak jurnal kesehatan yang mendukung penggunaan rokok elektronik, dampak buruknya perlu diwaspadai. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes, memberikan insight tentang rokok elektronik.

Dia mengemukakan bahwa rokok elektronik tetap menggunakan bahan-bahan kimia sebagai isiannya. Hal ini perlu diwaspadai mengingat segala macam bahan kimia yang masuk dalam tubuh berpotensi memberikan gangguan. Sayangnya, belum ada penelitian lebih lanjut tentang ancaman bahaya dari bahan-bahan kimia rokok elektronik.

4. HTPL pun juga mengancam permasalahan sosial di masyarakat dikarenakan anak muda menggunakannya

geographical.co.uk

Dokter Putri sempat menyinggung bagaimana Indonesia dijuluki sebagai "baby smoker country" akibat jumlah pengguna rokok di bawah usia 5 tahun yang cukup tinggi. Terlebih dengan kehadiran rokok elektronik yang larangan batas usia penggunanya belum jelas. Ini berpotensi meningkatkan jumlah perokok usia muda.

Disebutkan oleh dr. Putri bahwa 13,7 persen pengguna rokok elektronik di Indonesia adalah pelajar. Sementara itu, sebanyak 28 persen remaja merokok saat berkumpul dengan teman-teman sebayanya.

“Hal ini berpotensi menyebabkan anak-anak kecil meniru pola konsumsi rokok tersebut. Anak kecil yang suka menirukan orang dewasa dan remaja melihat merokok sebagai hal yang keren, hingga mereka pun ingin melakukannya juga,” terang dr. Putri.

Baca Juga: Berbahaya! Hindari 5 Kebiasaan Buruk Setelah Makan, Termasuk Rokok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya