TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Apanthasia, Mengingat Tanpa Imajinasi Visual 

Memori kita lebih dari sekedar buku bergambar

ilustrasi anak sedang membaca dan melamun (pexels.com/Olia Danilevich)

Sebelum membaca artikel ini, coba tutup mata kalian dan bayangkan kalian sedang duduk di pinggir pantai sembari melihat awan. Apakah kalian mampu membayangkannya secara visual? Jika tidak, mungkin kalian adalah satu dari segelintir orang yang mengalami fenomena kognitif unik bernama aphantasia.

Akibat ketidakmampuan untuk berimajinasi secara visual, termasuk memvisualisasikan wajah seseorang dalam kepalanya, aphantasia sering dikaitkan dengan prosopagnosia (kalian mungkin lebih familiar dengan kondisi ini berkat film dan drama). Padahal keduanya merupakan kondisi yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, mari mengenal lebih jauh mengenai aphantasia lewat 5 faktanya berikut ini.

1. Fenomena ini pertama kali diberi nama pada tahun 2015 

ilustrasi pria sedang berpikir (pexels.com/Startup Stock Photos)

Aphantasia diambil dari bahasa yunani kuno “a” berarti “tanpa” dan “phantasia” berarti “imajinasi”. Penamaan ini diberikan oleh seorang neurolog kognitif, Dr. Adam Zeman, pada tahun 2015.

Bersama timnya, Dr. Zeman mengetahui fenomena ini berkat pasiennya, seorang laki-laki berusia 65 tahun yang mengeluhkan ketidakmampuan berimajinasi secara visual setelah melakukan operasi minor pada jantung.

Meskipun pengetahuan mengenai aphantasia baru menjadi perhatian beberapa tahun terakhir, fenomena ini sebenarnya pernah juga tercatat pada tahun 1880. Dalam penelitiannya, Sir Francis Galton meminta 100 orang untuk membayangkan meja makan di rumahnya masing-masing. Ia lalu mendapati 12 orang tidak dapat memvisualisasikan hal tersebut dalam kepalanya.

Baca Juga: 6 Fakta Fatal Familial Insomnia, Gangguan Tidur yang Langka

2. Mengandalkan pengetahuan dan memori verbal untuk mengingat 

Tamara Alireza di acara TEDx Talks (youtube.com/TEDx Talks)

Dalam acara TEDx Talks yang ditayangkan di YouTube pada tahun 2016, Tamara Alireza, pembicara sekaligus seorang dengan aphantasia, mengungkapkan bahwa memori yang ada di kepalanya merupakan kumpulan kata-kata verbal, bukan visual.

Jika diminta untuk berimajinasi, misalkan seekor gajah, dia secara otomatis membayangkan gajah dalam bentuk tulisan, bukan gambar. Ia tentu tetap mengenali seekor gajah jika bertemu secara langsung berkat citra visual yang tersimpan dalam memorinya. Hanya saja memori tersebut tidak dapat tervisualisasikan dalam imajinasinya.

Hal ini juga mempengaruhi pengalamannya terhadap novel yang dibaca. Sebagai seorang dengan aphatasia, ia tidak bisa membayangkan secara personal seperti apa rupa tokoh yang berada dalam novel tersebut. Ia baru bisa menyadari seperti apa penampilan tokohnya jika novel tersebut diadaptasi dalam bentuk visual seperti film.

3. Dua kemungkinan penyebab aphantasia  

ilustrasi pemindaian otak (pexels.com/Mart Production)

Meskipun belum dapat dijelaskan secara pasti, terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab aphatasia. Pertama, adanya kegagalan saat mencoba mengaktifkan kembali memori visual yang tersimpan dalam otak.

Memori visual melibatkan jaringan otak dimulai dari korteks frontal hingga pada area visual yang berada di bagian belakang otak. Menurut teori yang ada saat ini, ketika kita ingin membayangkan sesuatu, kita perlu mengaktifkan kembali jalur visual saat kita pertama kali menyimpannya. Kegagalan pada saat pemrosesan imajinasi ini disebut aphantasia.

Kedua, kerusakan yang luas pada area otak dapat menyebabkan aphantasia. Pada penelitian di tahun 2020 yang dilakukan pada seorang arsitek pengidap aphantasia setelah mengalami strok, terdapat indikasi bahwa aphatansia dipicu oleh kerusakan pada area otak yang dipasok oleh arteri serebral posterior.

4. Berbeda dengan prosopagnosia, kebalikan dari sinestesia 

ilustrasi perempuan melamun (unsplash.com/Pietro Tebaldi)

Seperti yang sempat disinggung di atas, meskipun sama-sama mengalami kesulitan dalam pengenalan wajah, aphantasia dan prosopagnosia merupakan dua hal yang berbeda.

Hal ini dikarenakan pada prosopagnosia, mereka sama sekali tidak dapat mengenali wajah, bahkan wajahnya sendiri. Namun, masih bisa mengimajinasikan pengalaman yang terkait dengan orang tersebut.

Sedangkan pada kasus aphatansia, mereka tetap dapat mengenali wajah yang sering dilihat, termasuk wajahnya sendiri, tapi kesulitan hingga sama sekali tidak dapat membangkitkan kembali kenangan bersama seseorang melalui imajinasi visual.

Aphantasia juga merupakan kebalikan dari sinestesia. Seorang dengan sinestesia memiliki jalur koneksi yang terlalu berlebih dalam otaknya hingga meningkatkan sensitivitas. Mereka dapat mengkombinasikan satu indra dengan indra lainnya pada tubuh, seperti indra visual dengan indra pendengar, peraba, dan sebagainya. Hal ini tentu saja berkebalikan dengan aphantasia.

Baca Juga: 5 Fakta Gangguan Penyesuaian, saat Perubahan Hidup Mengguncang Mental

Verified Writer

Fira Yultiara

📎 yultiara19@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya