TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresi

Salah satunya dengan menghindari beberapa makanan

ilustrasi olahraga lari pagi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 3,8 persen orang di dunia mengalami depresi. Artinya, ada sekitar 2,8 juta orang di dunia ini yang sedang mengalami depresi, setidaknya ketika artikel ini ditulis.

Tidak ada orang yang ingin mengalami depresi. Setiap orang pastinya ingin hidup bahagia dan sehat. Namun, kadang mencapainya tidak mudah karena satu dan lain hal. Selain itu, gaya hidup masyarakat modern cenderung memberikan banyak tekanan dan membuat seseorang mudah mengalami gangguan kesehatan mental. Kecemasan berlebih, tingkat stres tinggi, dan depresi banyak dialami masyarakat modern. Mirisnya, angka tersebut terus meningkat.

Walaupun depresi tidak selalu bisa dicegah, tetapi kita bisa mengurangi risikonya dengan mengembangkan beberapa kebiasaan sehat. Apa saja contohnya?

1. Berhenti merokok

ilustrasi merokok (unsplash.com/Michelle Ding)

Merokok sudah jelas merupakan kebiasaan buruk dan tak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental. Dari segi mental, salah satu ancamannya adalah depresi.

Hubungan antara merokok dan depresi memang tidak sejelas hubungan antara merokok dan paru-paru. Ini merupakan topik yang kompleks dan masih diperdebatkan. Namun, ada studi yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dan risiko mengembangkan stres (World Psychiatry, 2020).

Orang yang tidak merokok cenderung memiliki risiko mengalami depresi 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan perokok aktif. Akan tetapi, perlu diingat bahwa hubungan antara merokok dan depresi sifatnya kompleks, sehingga tidak semua perokok akan mengalami depresi.

Namun, merokok adalah kebiasaan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan fisik dan mental. Mengadopsi gaya hidup sehat dan berhenti merokok dapat membantu mengurangi risiko depresi dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. 

2. Mengurangi makanan yang dapat meningkatkan risiko depresi

ilustrasi ikan goreng (pexels.com/RDNE Stock project)

Beberapa makanan dapat meningkatkan risiko depresi. Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang mengonsumsi makanan olahan memiliki peningkatan risiko depresi 5 tahun kemudian (The British Journal of Psychiatry, 2009).

Tinjauan sistematis lain terhadap 16 penelitian observasional menemukan adanya hubungan potensial antara pola makan Barat dan depresi (European Journal of Nutrition, 2014).

Berikut daftar singkat beberapa makanan olahan yang harus dibatasi, jika memungkinkan:

  • Makanan penutup manis dan manis apa pun.
  • Minuman bersoda dan minuman energi.
  • Makanan yang digoreng (kentang goreng, ayam goreng).
  • Daging olahan (bacon, sosis).
  • Biji-bijian olahan (sereal sarapan, roti putih).
  • Produk susu tertentu yang tinggi lemak.
  • Kondimen (saus tomat, dan lainnya).

Sementara itu, dilansir GoodRx Health, makanan yang direkomendasikan adalah:

  • Biji-bijian utuh.
  • Kacang-kacangan.
  • Polong-polongan.
  • Legum.
  • Sayuran.
  • Buah-buahan.
  • Ikan.
  • Minyak zaitun.

Baca Juga: 5 Cara Polusi Udara Tingkatkan Risiko Depresi

3. Rutin melakukan latihan intensitas rendah

ilustrasi berolahraga (pexels.com/Li Sun)

Berolahraga memulai serangkaian peristiwa biologis yang menghasilkan banyak manfaat kesehatan, seperti melindungi terhadap penyakit jantung dan diabetes, meningkatkan kualitas tidur, dan menurunkan tekanan darah.

Latihan intensitas tinggi melepaskan bahan kimia tubuh yang membuat tubuh merasa nyaman yang disebut endorfin, sehingga menghasilkan “runner’s high” seperti yang dilaporkan oleh para pelari.

Namun, bagi kebanyakan dari kita, manfaat sebenarnya adalah latihan intensitas rendah yang dilakukan secara terus-menerus. Aktivitas semacam itu memacu pelepasan protein yang disebut neurotropik atau faktor pertumbuhan, yang menyebabkan sel-sel saraf tumbuh dan membuat koneksi baru. Peningkatan fungsi otak membuat kamu merasa lebih baik, mengutip dari Harvard Health Publishing.

Pada orang yang mengalami depresi, ahli saraf telah memperhatikan bahwa hipokampus di otak—wilayah yang membantu mengatur suasana hati—lebih kecil. Olahraga mendukung pertumbuhan sel saraf di hipokampus, meningkatkan koneksi sel saraf, sehingga membantu meredakan depresi.

4. Mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas

ilustrasi tidur (pexels.com/Pixabay)

Ada kaitan antara tidur dan keseahtan mental. Menurut studi dalam jurnal Nutrients (2021), kebiasaan tidur yang baik dan kesehatan mental saling bersinggungan. Kebiasaan tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental, begitu juga sebaliknya. Gangguan kesehatan mental dapat membuat kamu mengalami gangguan tidur dan membuat siklus tidur kamu berantakan.

Umumnya, orang-orang dengan kualitas tidur yang buruk akan mengalami gangguan kesehatan berupa kecemasan berlebih dan depresi.

Maka dari itu, usahakan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas selama 7–9 jam setiap malamnya untuk terus menjaga kondisi kesehatan kamu. Berikut ini beberapa tips untuk mendapatkan tidur berkualitas:

  • Konsisten dengan jam tidur kamu. Setiap harinya kamu harus tidur dan bangun pada jam yang sama, termasuk saat hari libur dan akhir pekan.
  • Pastikan kamar tidur kamu nyaman. Usahakan tempat tidur kamu sunyi, gelap, merelaksasi, dan suhu ruangannya sejuk.
  • Hindari makan makanan berat dan kafein sebelum tidur.
  • Hindari memakai perangkat elektronik beberapa jam sebelum waktu tidur
  • Cobalah berolahraga pada pagi atau siang hari, tetapi hindari berolahraga beberapa jam sebelum waktu tidur. Olahraga dekat jam tidur malah bisa membuatmu sulit tidur.

5. Melakukan meditasi

ilustrasi bermeditasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Stres dan kecemasan adalah pemicu utama depresi, dan meditasi dapat mengubah reaksi kita terhadap perasaan tersebut. Meditasi melatih otak untuk mencapai fokus yang berkelanjutan, dan kembali ke fokus tersebut ketika pemikiran negatif, emosi, dan sensasi fisik mengganggu – yang sering terjadi ketika kita merasa stres dan cemas.

Mengutip dari Harvard Health Publishing, meditasi terbukti mengubah wilayah otak tertentu yang secara khusus terkait dengan depresi. Misalnya, para ilmuwan telah menunjukkan bahwa medial prefrontal cortex (mPFC) menjadi hiperaktif pada orang yang mengalami depresi. MPFC sering disebut "me center" karena di sinilah kita memproses informasi tentang diri kita, seperti kekhawatiran tentang masa depan dan merenungkan masa lalu. Ketika merasa stres terhadap kehidupan, mPFC menjadi bekerja berlebihan.

Wilayah otak lain yang terkait dengan depresi adalah amigdala, atau “pusat rasa takut”. Ini adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas respons fight-or-flight, yang memicu kelenjar adrenal melepaskan hormon stres kortisol sebagai respons terhadap rasa takut dan bahaya yang dirasakan.

Kedua wilayah otak ini bekerja sama untuk menyebabkan depresi. MPFC bekerja keras untuk bereaksi terhadap stres dan kecemasan, sementara respons amigdala menyebabkan lonjakan kadar kortisol untuk melawan bahaya yang hanya ada dalam pikiran kita. Penelitian menemukan bahwa meditasi membantu memutus hubungan antara kedua wilayah otak ini. Saat bermeditasi, kita bisa lebih mampu mengabaikan sensasi negatif stres dan kecemasan, yang menjelaskan mengapa tingkat stres turun saat bermeditasi.

Cara lain meditasi membantu otak adalah dengan melindungi hipokampus (area otak yang terlibat dalam memori). Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang bermeditasi selama 30 menit sehari selama 8 minggu meningkatkan volume materi abu-abu di hipokampusnya, dan penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang menderita depresi berulang cenderung memiliki hipokampus yang lebih kecil.

6. Meningkatkan sosialisasi

ilustrasi orang sedang berinteraksi (pexels.com/Christina Morillo)

Dilansir Scientific Research Publishing, salah satu penyebab utama depresi adalah isolasi, kesepian, dan kurangnya dukungan sosial. Jika kita dapat memperoleh dukungan sosial dan emosional pada tingkat tertentu, kita akan melewati masa-masa sulit dengan lebih mudah. Oleh karena itu, kita harus menyediakan lingkungan alami bagi diri kita sendiri dan anak-anak kita untuk melatih keterampilan sosial dan belajar bagaimana bersosialisasi.

Luangkan waktu untuk minum kopi bersama teman, mengunjungi kerabat, bersantai bersama keluarga, dan berinteraksi bersama sebuah komunitas atau dalam kelompok.

Selalu jaga hubungan baik kamu dengan orang-orang yang dapat kamu percaya. Ketika kamu merasa semuanya terlalu berat dan kamu tidak dapat menanggung semuanya, carilah bantuan dari orang-orang terdekat kamu. Setidaknya dengan bercerita, kamu bisa mengurangi sedikit beban. Bukan tidak mungkin orang terdekat kamu menjadi kunci dalam melewati masa-masa sulit.

Baca Juga: 14 Penyebab Depresi Kambuh yang Perlu Diperhatikan

Verified Writer

Habib Salehudin

Torisugi no Kamen Raido

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya