5 Fakta Daddy Issues, Bisa Berdampak Buruk pada Psikologis Anak
Masalah ikatan yang terjadi antara ayah dan anak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Figur ayah berperan penting dalam perkembangan anak, baik dari aspek kognitif, emosional, maupun sosial. Melalui pola ikatan yang terbangun sejak kecil, kehadirannya memengaruhi cara anak membangun hubungan di masa depan dengan orang lain.
Akan tetapi, tidak semua anak beruntung memiliki keluarga yang utuh dan harmonis. Ada kalanya peristiwa hidup membuat mereka tidak merasakan pengasuhan dari seorang ayah dengan optimal. Alhasil, anak berpotensi mengalami daddy issues.
Daddy issues menjadi ungkapan umum yang telah marak berkaitan dengan hubungan antara ayah dan anak yang memengaruhi kehidupan anak di masa dewasanya. Ini berkaitan dengan kurangnya kehadiran figur ayah secara emosional.
Terlepas dari prevalensinya, daddy issues bukan termasuk istilah klinis yang diakui oleh instansi kesehatan mental dunia. Penting untuk dipahami bahwa baik perempuan atau laki-laki, keduanya dapat terkena dampak negatif dari hubungan yang tidak selaras dengan ayah mereka.
1. Kemunculan konsep daddy issues
Daddy issues disinyalir tercetus dari gagasan tokoh psikoanalitik, Sigmund Freud mengenai father complex. Pada tahun 1910, ia mencantumkan istilah tersebut dalam makalah berjudul "The Future Prospects of Psycho-Analytic Therapy".
Father complex menggambarkan impuls tidak sadar yang terjadi akibat hubungan negatif dengan seorang ayah. Ini juga berkaitan dengan gagasannya yang lain, yakni oedipus complex.
Oedipus complex digambarkan sebagai ketertarikan anak laki-laki pada ibunya dan perasaan bersaing dengan ayahnya. Sementara sang rekan, Carl Jung, percaya bahwa anak perempuan bisa merasa bersaing dengan ibunya untuk mendapatkan kasih sayang ayahnya. Psikiatris ini menyebut fenomena ini dengan sebutan electra complex.
Dugaan lain kemunculan daddy issues ialah berhubungan dengan gaya keterikatan. Tokoh psikolog bernama John Bowlby berpendapat, gaya keterikatan di masa kanak-kanak sangat memengaruhi gaya keterikatan di masa dewasa. Akibatnya, anak yang memiliki gaya keterikatan aman pada masa kanak-kanak akan terus memiliki gaya keterikatan aman saat dewasa, begitupun sebaliknya.
Baca Juga: Seperti Apa Kondisi Psikologis Orang Tua yang Kehilangan Anaknya?
Baca Juga: 8 Efek Psikologis yang Kamu Rasakan Sehari-hari tapi Tak Kamu Sadari
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.