Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Sepertinya nggak mungkin, deh, rasa bosan bisa membunuh! Memang, sesekali merasa bosan tak akan membunuhmu. Namun, ada penelitian yang mengindikasikan bahwa kebosanan yang dialami jangka panjang bisa bikin seseorang meninggal lebih cepat!
Kok, bisa? Simak penjelasannya berikut ini!
1. Terbukti lewat penelitian!
Eh, jangan langsung panik membaca keterangan di atas. Meninggal lebih cepat di sini bukan diakibatkan oleh rasa bosan yang dialami, tetapi lebih pada pemilihan gaya hidup atau masalah kesehatan yang mendasarinya.
Sebuah penelitian dalam “International Journal of Epidemiology” tahun 2010 melibatkan partisipan sebanyak kurang lebih 7.500-an pekerja di London, Inggris, dengan rentang usia 35-55 tahun.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mereka yang melaporkan mengalami kebosanan berisiko lebih besar terhadap kematian dini daripada yang tidak.
Kebosanan layaknya oxymoron emosional, yang mana ketika pikiran ingin melakukan sesuatu, tetapi tubuh tidak meresponsnya.
Secara tidak langsung, kebosanan dapat menimbulkan masalah. Faktanya, seseorang yang rentan merasa bosan lebih cenderung terlibat dalam aktivitas tidak sehat seperti alkoholisme, narkotika, seks bebas, perjudian, gangguan makan, dan sebagainya.
Baca Juga: 9 Tips Sehat Biar Gak Cemas dan Bosan Melulu Saat #DiRumahAja
2. Kebosanan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular
unsplash.com/Claudia Soraya Profesor Annie Britton dan Martin Shipley dari University College London, Inggris, yang melakukan penelitian berjudul "Bored to Death" memperingatkan bahwa kebosanan dapat menimbulkan gejala perilaku berisiko seperti masalah psikologis, konsumsi obat-obatan terlarang, dan merokok.
Keduanya juga melaporkan bahwa seseorang yang mengalami kebosanan kronis dapat berisiko mengalami kematian akibat masalah jantung.
Melansir NBC News, seorang pakar, Dr. Christopher Cannon dari Harvard Medical School mengemukakan bahwa seseorang yang mengalami kebosanan mungkin tidak termotivasi melakukan gaya hidup sehat, sehingga lebih mungkin mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan kardiovaskular.
3. Perasaan negatif yang menyelimuti saat kamu merasa bosan
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Penulis “The Unengaged Mind”, Dr. John Eastwood, menggambarkan kebosanan sebagai keadaan yang tidak menyenangkan dari keinginan dan tidak mampu terlibat dalam aktivitas yang memuaskan.
Dia juga mengatakan bahwa gejala dari kebosanan meliputi kesulitan perhatian, menyadari bahwa dirinya mengalami kesulitan perhatian, serta menyalahkan keadaan akibat rasa bosan yang dialami.
Dr. Eastwood juga mengingatkan bahwa kebosanan selalu melibatkan kegagalan perhatian, sehingga ini bisa berbahaya, terlebih jika seseorang sedang mengemudi.
4. Lima jenis kebosanan
Ibarat pisau bermata dua, kebosanan bisa mendatangkan ide-ide kreatif, tetapi di sisi lain juga bisa membuat seseorang merasa hampir gila. Ini bergantung pada masing-masing individu yang mengalaminya.
Kebosanan bisa dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang mungkin akan membuat kamu bertanya-tanya. Mengacu pada studi yang dipublikasikan dalam jurnal “Motivation and Emotion” tahun 2013, setidaknya ada lima jenis kebosanan.
- Indifferent: mengacu pada seseorang yang memilih menarik diri dari dunia luar. Mereka menganggap kebosanan sebagai relaksasi dan kelelahan akibat kegembiraan.
- Calibrating: ditandai dengan pikiran yang mengembara, tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan keterbukaan umum terhadap aktivitas yang tidak terkait dengan situasi.
- Searching: perasaan yang condong ke arah negatif yang mencerminkan rasa gelisah tidak menyenangkan. Selain itu, jenis ini cenderung melakukan pencarian aktif untuk keluar dari pola pikir kebosanan.
- Reactant: merupakan tingkat kebosanan dengan representasi emosi negatif tertinggi. Mereka yang mengalami jenis kebosanan ini memiliki motivasi kuat untuk melarikan diri dari situasi yang membosankan. Di samping itu, jenis ini mencerminkan kegelisahan dan agresi yang signifikan. Biasanya, siswa atau pekerja lebih mudah mengalami reactant untuk menghindari guru atau atasan mereka.
- Apathetic, hampir mirip dengan reactant. Seseorang yang mengalami apathetic cenderung tidak memiliki gairah, kurangnya perasaan positif maupun negatif, dan perasaan tidak berdaya atau depresi.
Baca Juga: 5 Fakta tentang Depresi Pagi Hari, Mungkin Kamu Pernah Mengalaminya