TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bermonolog juga Termasuk Self Healing, Tak Hanya Jalan-jalan!

Berikut penjelasan dari konselor kesehatan mental

ilustrasi bermonolog (verv.com)

Akhir-akhir ini, viral sebuah tempat di Jakarta Utara yang menyediakan ruangan untuk menghancurkan barang-barang seperti botol kaca, televisi, AC, layar monitor, kulkas, serta benda elektronik lainnya. Tempat ini diklaim sebagai salah satu opsi self-healing, di mana orang-orang bisa melampiaskan emosinya secara privat dan tidak melukai orang lain.

Namun, apakah self-healing hanya dimaknai secara sempit dengan menghancurkan barang-barang dan berjalan-jalan (traveling)? Ternyata, tidak demikian! Bahkan, sesederhana monolog (pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri) bisa dikategorikan sebagai bentuk self-healing.

Ketahui lebih dalam seputar self-healing bersama Hoshael W. Erlan, mental health counselor IDN Media dalam program Health Talk yang disiarkan secara live di Instagram @idntimes pada Kamis (2/12/2021). Here we go!

1. Ada banyak aktivitas yang bisa dikategorikan sebagai self-healing

ilustrasi self-healing (pexels.com/Maria Tyutina)

Menurut Hoshael, upaya yang dilakukan untuk membantu diri sendiri mencapai pemulihan disebut sebagai self-healing. Ini dilakukan agar kita pulih dari perasaan negatif yang kita alami, seperti kesedihan, stres, tertekan, dan lainnya.

Ada banyak kegiatan atau aktivitas yang bisa dikategorikan sebagai self-healing. Yang jelas, kegiatan tersebut harus punya dampak positif terhadap mental dan diri kita.

"Berbicara tentang self-healing, apa yang mau di-heal sebetulnya? Apa emosi negatif yang mau diproses? Perasaan-perasaan apa yang mau dikurangi karena terasa sangat mengganggu? Semua yang punya dampak seperti itu bisa dikategorikan sebagai self-healing," terang Hoshael.

Contohnya seperti aktivitas yang sifatnya meditatif yang tenang dan banyak melihat ke dalam diri sendiri. Atau bisa juga aktivitas yang lebih intens, lebih mengeluarkan energi, dan menyalurkan agresi, seperti menghancurkan barang di tempat khusus seperti yang disebutkan di awal.

"(Aktivitas) ini sangat bervariasi, sangat beragam, setiap orang bisa punya preferensi sendiri. Tergantung healing seperti apa yang dicari dan yang mau di-recover apa sebenarnya? Ini akan mengarah ke jenis aktivitas yang dipilih nantinya," lanjutnya.

2. Mengapa kita butuh self-healing?

ilustrasi kecemasan (pexels.com/Andrew Neel)

Hoshael mengatakan bahwa tubuh memiliki semacam internal warning system yang bisa mengingatkan kalau kita sakit atau terluka, termasuk dari aspek psikis. Ibaratnya seperti kulit yang terasa panas jika menyentuh kompor sebagai alarm tanda bahaya.

Sebagian dari kita mungkin butuh self-healing karena telah menanggung luka batin yang berat dan menyakitkan. Entah itu depresi, kecemasan, rasa sedih yang mendalam, kemarahan yang tak tersalurkan, ketakutan tak terkendali, hingga rasa bosan yang kronis.

"Jadi, ketika kita bicara healing, bukan hanya sebatas gangguan tertentu, tapi bisa juga dari emosi-emosi negatif yang menjauhkan kita dari tujuan kita. Membuat kita kehilangan pengenalan akan diri kita. On daily basis, kita sebenarnya struggling dengan hal yang kedengarannya sepele," ujar Hoshael.

Menurutnya, self-healing berarti kita berhasil memproses atau mengelola suatu emosi dengan baik. Untuk memanajemen, mengelola, dan menyembuhkannya perlu usaha tersendiri.

Baca Juga: 5 Cara Cepat Menyingkirkan Perasaan Berduka, biar Mental Lebih Sehat!

3. Masalah utamanya, kita kurang mengenal diri sendiri

ilustrasi refleksi diri (dezeen.com)

Banyak orang yang terlalu sibuk sampai-sampai lupa self exploration atau mengenali diri sendiri. Prinsip "jalani saja dulu" membuat kita tidak sempat untuk merefleksikan apa yang terjadi dalam hidup kita.

Ini membuat kita kesulitan mengidentifikasi apakah ada sesuatu di masa lalu yang mencederai kita dan terbawa sampai sekarang. Menurut Hoshael, menghabiskan waktu dengan diri sendiri tidak mudah dan jarang dilakukan.

"Mengorek-ngorek masa lalu hasilnya tidak selalu menyenangkan. Mungkin, kita masih terluka gara-gara hal ini, masih begitu banyak hal yang tidak bisa kita terima, atau kita benci dengan diri kita yang dulu. Dari situ nanti semuanya (akan) berkembang," ungkap Hoshael.

4. Jalan-jalan bukan solusi global untuk menyembuhkan diri

ilustrasi traveling (popsugar.com)

Kebanyakan orang mengasosiasikan istilah self-healing dengan jalan-jalan atau traveling. Padahal, menurut Hoshael, traveling bukan solusi atau jalan keluar dari luka batin yang kita rasakan.

"Ketika kita bicara healing, yang perlu ditanyakan adalah seberapa kenal sih kita sama diri sendiri? Karena jika kita mengenal diri sendiri dengan baik, kita akan tahu cederanya di mana. Hopefully, bisa lebih pas memilih cara untuk menyembuhkan diri," tutur lelaki yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini.

Lebih lanjut, ia mengatakan kebanyakan orang kurang mengecek dan mendengarkan diri sendiri. Itu adalah keterampilan yang harus dilatih sebelum berbicara tentang self-healing. Yang lain akan otomatis mengikuti seperti rasa cinta pada diri sendiri (self-love).

Baca Juga: Segera ke Psikolog jika Kamu Mengalami 7 Tanda Ini

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya