TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Usia Muda Juga Berisiko Mengalami Osteoporosis, Kenapa Begitu?

Salah satunya adalah laki-laki yang bertubuh kurus

ilustrasi usia tua dan muda (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Osteoporosis umum terjadi pada orang lanjut usia atau lansia. Penelitian dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menemukan bahwa hampir setengah orang dewasa berusia 50 tahun atau lebih mengalami penurunan massa tulang yang kemudian akan berkembang menjadi osteoporosis.

Pada perempuan, risikonya makin meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan 10 persen perempuan usia 60–an mengalami osteoporosis, sebanyak 27 persen pada perempuan usia 70–an, dan 35 persen perempuan usia 80 tahun juga mengalami osteoporosis. 

Seiring penuaan, hormon estrogen pada perempuan berkurang yang kemudian meningkatkan risiko mengalami osteoporosis, dilansir Scientific American

Meski demikian, tidak berarti orang berusia lebih muda bebas dari ancaman osteoporosis. Kamu perlu tahu beberapa kelompok usia muda yang juga berisiko mengembangkan osteoporosis.

1. Ibu hamil dan menyusui

ilustrasi ibu hamil (pexels.com/Ivan Samkov)

Menurut laporan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health tahun 2022, sekitar 61 juta masyarakat India memiliki osteoporosis dan 80 persen di antaranya perempuan.

Selain karena penurunan kadar estrogen perempuan seiring bertambahnya usia, masa kehamilan dan menyusui dikatakan menjadi pencetus tingginya perempuan dengan osteoporosis dibanding laki-laki.

Menurut National Institute of Health, selama masa kehamilan bayi yang tumbuh di dalam rahim membutuhkan banyak kalsium untuk mengembangkan tulangnya, terutama selama tiga bulan terakhir kehamilan. Bayi akan mengambil kebutuhannya akan kalsiumnya dari tulang ibunya jika ia kekurangan kalsium. Kalau ini dibiarkan terus-menerus, tentu ibu hamil akan berpotensi mengalami osteoporosis.

Perempuan akan kehilangan massa tulang sebesar 3 hingga 5 persen selama masa menyusui. Ini membuat kebutuhan kalsium ibu menyusui akan lebih besar dibanding perempuan yang tidak menyusui. Jumlah kalsium yang dibutuhkan ibu menyusui tergantung jumlah produksi ASI dan berapa lama menyusui. 

Ibu menyusui mengalami penurunan hormon estrogen yang berfungsi melindungi tulang dan karenanya masa menyusui rentan membuat perempuan kehilangan massa tulang. Kabar baiknya, masa tulang yang hilang selama kehamilan dan menyusui biasanya pulih dalam beberapa bulan setelah berhenti menyusui.

Mengonsumsi lebih banyak kalsium, rutin olahraga, dan menerapkan gaya hidup sehat adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah osteoporosis selama masa kehamilan dan menyusui.

Baca Juga: 10 Obat yang Meningkatkan Risiko Osteoporosis, Ada Obat Kamu?

2. Orang dengan gaya hidup sedenter

ilustrasi gaya hidup sedenter (pexels.com/Julia M Cameron)

Dilansir Maya Physio & Health, gaya hidup sedenter (orang yang banyak duduk dan sedikit aktivitas fisik) juga lebih berisiko mengembangkan osteoporosis. Sama seperti otot, tulang akan melemah jika kurang dilatih.

Jenis olahraga terbaik untuk kesehatan tulang adalah pembebanan dinamis yang melibatkan gerakan intensitas tinggi sambil menahan beban. Ini menyebabkan tekanan pada tulang dan meningkatkan kekuatan tulang.

Latihan untuk meningkatkan kesehatan tulang juga harus dilakukan dalam pengulangan singkat. Seiring waktu, proses penguatan tulang akan berkurang jika intensitasnya rendah. Latihan singkat yang kuat dikatakan paling bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tulang.

Olahraga seperti berenang dan bersepeda dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, tetapi pasien dengan osteoporosis perlu melibatkan latihan beban dinamis dalam rejimen olahraga mereka.

Aktivitas seperti angkat beban ringan dan joging lebih cocok untuk meningkatkan kepadatan tulang. Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan fisioterapis sambil menentukan rencana olahraga untuk mengobati osteoporosis atau bahkan menurunkan risiko terkena kondisi ini.

3. Orang bertubuh kurus

ilustrasi orang bertubuh kurus (pexels.com/Karolina Grabowska)

Menurut laporan dalam American Journal of Epidemiology tahun 2008, laki-laki dengan berat badan rendah pada usia paruh baya berisiko mengalami osteoporosis dan patah tulang.

Dilansir Science Daily, dijelaskan bahwa berat badan rendah di antara laki-laki paruh baya terkait dengan risiko osteoporosis tiga tiga dekade kemudian, dan risiko ini dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan berat badan. Peningkatan berat badan mengurangi risiko, sedangkan penurunan berat badan meningkatkan risiko.

Sebanyak 1.476 laki-laki yang berpartisipasi dalam survei Oslo pada tahun 1972–1973 dan survei University of Tromsø tahun 1974–1975 dipelajari lagi untuk, antara lain, osteoporosis dalam Health Studies di Oslo 2000–2001 dan University of Tromsø tahun 2001.

Survei tersebut menunjukkan bahwa berat badan rendah di antara laki-laki paruh baya dan penurunan berat badan selanjutnya menyebabkan peningkatan risiko osteoporosis saat laki-laki tersebut bertambah tua. Hampir sepertiganya menderita osteoporosis di antara seperempat laki-laki terkurus pada tahun 1970–an dan yang kemudian mengalami penurunan berat badan. Sebaliknya, dari kuarter yang memiliki berat badan tertinggi pada tahun 1970–an dan tidak mengalami perubahan berat badan, tidak ada laki-laki yang menderita osteoporosis.

4. Perokok

ilustrasi berhenti merokok (pixabay.com/HansMartinPaul)

Karena osteoporosis sering tidak terdeteksi, maka sering kali proses pengeroposan tulang berlangsung selama bertahun-tahun tanpa gejala sampai terjadi patah tulang. Oleh karena itu, membentuk tulang yang sehat sejak usia dini dapat membantu mencegah osteoporosis pada masa tua nanti.

Tidak ada kata terlambat untuk membentuk kebiasaan demi mendapatkan tulang yang kuat dan sehat. Menurut National Institute of Health, merokok berdampak pada penurunan kepadatan tulang. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah merokok itu sendiri yang berdampak pada kesehatan tulang atau ada faktor risiko lainnya pada perokok.

Contoh faktor risiko lainnya adalah perokok cenderung bertubuh kurus, minum alkohol, memilik gaya hidup sedenter, dan mempunyai pola makan yang buruk. Perempuan yang merokok juga cenderung lebih cepat mengalami menopause dibanding perempuan yang tidak merokok. Faktor-faktor ini juga cenderung membuat seseorang beresiko mengembangkan osteoporosis, terlepas dari ia merokok ataupun tidak.

Selain itu, penelitian-penelitian lainnya mengungkapkan merokok tidak hanya meningkatkan risiko patah tulang, tetapi juga memiliki dampak negatif terhadap penyembuhan pasca patah tulang.

Baca Juga: 10 Jenis Suplemen untuk Mencegah Osteoporosis, Catat!

Verified Writer

Sari rachmah hidayat

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya