TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apakah Rasisme dan Xenofobia adalah Gangguan Mental? Ini Faktanya

Rasisme dan xenofobia dianggap wajar di beberapa negara

pexels.com/Andrea Piacquadio

Hal yang wajar jika kita merasa takut dengan keberadaan orang asing di sekitar kita, apalagi jika memperoleh informasi yang tidak menyenangkan tentang orang tersebut. Akan jadi masalah jika rasa takut itu diperparah dengan kebencian yang berujung pada kekerasan terhadap mereka.

Kebencian yang berujung pada diskriminasi, perlakuan tidak manusiawi, merendahkan golongan tertentu, dapat diartikan dengan tindakan rasisme dan xenofobia.

Rasisme dan xenofobia merupakan tantangan yang cukup serius bagi siapa pun, saat berada di lingkungan yang baru, terutama jika lingkungan tersebut memiliki budaya, etnis dan bahasa yang kontras dengan kita.

Telah terbukti dapat membahayakan orang lain, apakah rasisme dan xenofobia merupakan salah satu gangguan mental? Berikut ini penjelasannya.

1. Perbedaan antara rasisme dan xenofobia

pexels.com/Angélica Goudinho

Rasisme dikaitkan dengan kepercayaan bahwa ras menjadi penentu utama keunggulan seseorang atau sebuah kelompok, sedangkan xenofobia berbeda dari itu.

Melansir Verywell Mind, xenofobia atau ketakutan pada orang asing, merupakan istilah luas yang dapat diterapkan pada ketakutan apa pun terhadap seseorang yang berbeda. Permusuhan terhadap orang asing sering kali merupakan reaksi tarhadap rasa takut itu.

Xenofobia tertuju pada ketidakinginan seseorang atau kelompok untuk menerima orang asing di luar kelompok mereka. Mereka takut keberadaan orang asing itu dapat memberikan dampak negatif terhadap kelompoknya. Namun, bisa dikatakan bahwa rasisme menjadi dasar dari xenofobia.

Baca Juga: Yuk Berantas, Ketahui Efek Rasisme pada Kesehatan Kaum Minoritas

2. Mengapa seseorang bisa menjadi rasis dan xenophobic?

pexels.com/Daria Shevtsova

Siapa pun tahu setiap orang diciptakan berbeda-beda serta masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun, pemahaman itu saja tidak cukup bagi seseorang yang rasis dan xenophobic.

Kamu mungkin bertanya-tanya, apa, sih, yang membuat seseorang bisa menjadi seorang rasis dan xenophobic?

Menurut laporan yang berjudul, Why are People Racist? yang diterbitkan di laman resmi Australian Human Rights Commission tahun 2014, ada banyak alasan mengapa seseorang bisa menjadi rasis dan xenophobic, di antaranya:

  • Mengambil pandangan dari orang sekitar. Banyak sikap dibentuk saat kita masih belia. Ketika anggota keluarga atau teman mengungkapkan opini rasis, umumnya kita akan mengikuti pandangan tersebut.
  • Bergaul dengan orang-orang "seperti kita". Wajar jika ingin menghabiskan waktu dengan orang-orang yang memiliki minat, latar belakang, budaya, dan bahasa yang sama. Ini menciptakan rasa memiliki yang sangat penting. Sisi negatifnya adalah itu juga dapat mengatur perbedaan antara kelompok lain, dan seiring waktu mungkin mengarah untuk berpikir bahwa "kelompok kami lebih baik dari yang lain".
  • Terlalu cepat menilai. Dia berpakaian seperti ini, dia pasti menyukai musik ini. Dia sekolah di sana, dia pasti orang kaya. Membuat stereotip orang dari latar belakang ras yang berbeda seperti malas, cerdas, disiplin, dan sebagainya.
  • Menyalahkan orang lain atas setiap masalah. Saat merasa marah atau frusrtasi, kita sering melihat kebiasaan untuk menyalahkan orang lain atas masalah kita. Dalam komunitas juga terjadi hal yang sama. Orang yang terlihat atau berbicara secara berbeda dengan kita adalah sasaran yang empuk.

Jika terjadi sebuah konflik, biasanya seseorang akan menyamaratakan sebuah kelompok yang dituding menjadi penyebab konflik tersebut. Akibatnya, akan timbul rasa benci yang berujung pada rasisme dan xenofobia.

3. Karakteristik rasis dan xenophobic

freepik.com/Jcomp

Meskipun rasisme dan xenofobia dapat diekspresikan dengan berbagai cara, melansir Verywell Mind, tanda-tanda khasnya meliputi:

  • Merasa tidak nyaman di sekitar orang-orang yang termasuk dalam "kelompok" yang berbeda.
  • Berusaha keras untuk menghindari area tertentu.
  • Menolak berteman dengan orang lain hanya karena warna kulit, cara berpakaian, atau faktor eksternal lainnya.
  • Kesulitan dalam menjalin komunikasi atau hubungan dengan rekan satu tim yang tidak termasuk dalam kelompok ras, budaya, atau agama yang sama.

Karakteristik itu muncul dikarenakan merasa lebih unggul dari "kelompok" yang berbeda. Rasisme dan xenofobia yang ekstrem sering kali muncul ditandai dengan ujaran-ujaran kebencian, hingga kekerasan yang dapat menyebabkan kecemasan dan depresi bagi korbannya. 

4. Rasisme dan xenofobia bukan gangguan mental

freepik.com/rawpixel

Meskipun diliputi rasa takut, seorang xenophobic terkadang tidak benar-benar fobia. Istilah itu hanya sering digunakan untuk menggambarkan orang dengan rasisme yang ekstrem. Walaupun sering kali telah merugikan dan membahayakan, sampai saat ini rasisme dan xenofobia tidak dikategorikan sebagai gangguan mental.

Dalam sebuah studi berjudul "Is Extreme Racism a Mental Illness?" yang diterbitkan dalam Western Journal of Medicine tahun 2002, American Psychiatric Association tidak pernah secara resmi mengakui rasisme ekstrem sebagai masalah kesehatan mental, meskipun masalah tersebut telah diangkat lebih dari 30 tahun yang lalu.

Selain itu, indeks utama profesi psikiatri yang digunakan untuk diagnosis gejala kejiwaan, yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), tidak memasukkan rasisme dan xenofobia ke dalam indeksnya. Kenapa?

Alasannya, karena di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa lainnya menganggap hal tersebut normatif dan wajar saja. Meskipun seperti itu, hingga saat ini banyak pakar yang kurang setuju bahwa keduanya tidak digolongkan sebagai gangguan mental.

Baca Juga: 5 Masalah Fisik yang Bisa Terjadi Saat Depresi, Harus Segera Ditangani

Verified Writer

Tyara Motik

The beginner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya