Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi latihan beban dengan dumbel (unsplash.com/Anastase Maragos)

Otot yang kuat dan sehat membantu kamu menjalani kehidupan yang aktif dan bekerja untuk mendukung sistem kerangka, membantu kamu bergerak, mengangkat, menyeimbangkan, dan bahkan mengedarkan darah ke seluruh tubuh.

Seiring penuaan, massa dan kekuatan otot secara alami menurun, yang dikenal sebagai sarkopenia. Penurunan ini dapat dimulai sejak usia 30 tahun. Pada usia 80 tahun, seseorang dapat mengalami penurunan massa otot hingga 50 persen.

Namun, penuaan tidak selalu mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot, dan ada beberapa cara untuk membantu menjaga otot kamu tetap kuat seiring waktu. Bahkan jika kamu relatif tidak aktif sepanjang hidup, mempertahankan—dan bahkan membangun—kekuatan otot seiring bertambahnya usia adalah hal yang mungkin dilakukan.

Berikut adalah beberapa cara efektif untuk menjaga massa otot tubuh

Alasan pentingnya mempertahankan massa otot

Kehilangan massa, kekuatan, dan fungsi otot seiring bertambahnya usia adalah hal wajar.

Penurunan hormon tertentu (yaitu testosteron) dan kesehatan saraf, peningkatan peradangan, penyebab lingkungan dan perubahan aktivitas serta cara sel tubuh menghasilkan energi semuanya dapat berperan dalam perkembangan sarkopenia, di antara penyebab lainnya. Obesitas, gaya hidup yang tidak aktif, dan pola makan yang buruk juga dapat meningkatkan risiko. Secara keseluruhan, sarkopenia memengaruhi hingga 50 persen orang berusia 80 tahun ke atas.

Hilangnya massa dan kekuatan otot menimbulkan beberapa risiko kesehatan yang signifikan.

Menurut penelitian, orang yang mengalami kehilangan otot dan/atau kehilangan kekuatan akibat usia mempunyai peningkatan risiko jatuh, patah tulang, disabilitas, dan bahkan kematian.

Hilangnya kekuatan juga dapat menghalangi mereka untuk hidup mandiri dan, karena terbatasnya mobilitas fisik, dapat meningkatkan perasaan isolasi sosial dan depresi.

Sebuah penelitian melaporkan, hampir 70 persen dari mereka yang menderita sarkopenia (atau yang diduga memiliki kondisi tersebut) mengalami depresi, dibandingkan dengan hanya 21,5 persen dari mereka tanpa sarkopenia.

Terlebih lagi, ketika massa otot menurun dan massa lemak meningkat (obesitas sarkopenia), kamu mempunyai peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Orang dengan obesitas sarkopenia berisiko lebih tinggi terkena komplikasi kesehatan tersebut dibandingkan dengan mereka yang menderita sarkopenia atau bahkan obesitas saja, menurut penelitian.

Meskipun dampak penuaan—seperti rendahnya massa otot, kelemahan, dan keterbatasan mobilitas—mungkin tidak memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan kamu hingga usia 70-an atau 80-an, tetapi penyebab perubahan tersebut sudah dimulai jauh sebelumnya.

Mengingat manusia mencapai puncak massa dan kekuatan otot pada usia 30 atau 40-an, penting untuk memperhatikan tugas apa yang menjadi lebih menantang dalam beberapa dekade mendatang. Ini mungkin termasuk bangun dari lantai, bangkit dari kursi, atau mengangkat barang-barang rumah tangga.

1. Latihan beban seumur hidup

ilustrasi pamer otot (pexels.com/Alena Darmel)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejak sekitar usia 30 tahun, kamu mulai kehilangan massa otot secara alami dengan sangat lambat. Ini akan terus meningkat dan menjadi lebih jelas setelah usia 40 tahun.

Alasan hilangnya otot ini bermacam-macam, dan kecepatan kejadiannya bergantung pada beberapa faktor genetik dan gaya hidup. Penurunan hormon seks dan rendahnya tingkat aktivitas fisik pada individu yang menua adalah penyebab utamanya.

Kamu bisa mencegah, atau setidaknya memperlambat, kehilangan alami ini dengan tetap aktif. Berolahragalah dengan beban dua hingga tiga kali setiap minggu, latih semua kelompok otot utama. Berikan waktu dua hari di antara latihan jika memungkinkan.

2. Fokus pada protein

ilustrasi makanan berprotein tinggi (family.abbott)

Penelitian menunjukkan, mempertahankan atau meningkatkan asupan protein dapat membantu menjaga otot selama istirahat latihan yang berkepanjangan karena protein menyediakan asam amino bagi tubuh, yang merupakan bahan pembangun otot.

Sumber protein berkualitas seperti protein hewani (unggas, telur, ikan, daging sapi, produk susu rendah lemak) dan protein nabati (kedelai, legum, polong-polongan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian) harus disertakan dalam setiap makanan dan camilan.

Untuk menjaga otot, targetkan mendapatkan asupan protein sejumlah 3 hingga 5 ons setiap kali makan dan 2 hingga 3 ons saat ngemil.

3. Penuhi kebutuhan kalori

ilustrasi makanan tinggi kalori (pexels.com/Helena Lopes)

Memperhatikan keseluruhan kalori yang kamu konsumsi dapat membantu menjaga otot. Walaupun memenuhi kebutuhan protein itu penting, tetapi mengonsumsi cukup kalori secara keseluruhan mungkin bahkan lebih penting.

Karbohidrat sangat penting untuk memberikan stimulus anabolik (pembentukan otot) dalam tubuh. Jika kamu tidak mendapatkan cukup kalori, kamu bisa kehilangan otot.

Mengisi ulang bahan bakar setelah berolahraga juga penting. Mengonsumsi sejumlah protein dan karbohidrat dalam waktu satu jam setelah latihan dan lebih dari itu untuk mengisi ulang bahan bakar akan membantu memastikan pemeliharaan otot dan bahkan pertumbuhan saat kamu mengalami lonjakan insulin.

Kalau kamu seorang atlet, kamu perlu menentukan berat badan ideal untuk aktivitas, mengawasi timbangan—dan monitor lemak tubuh lainnya—dan menyesuaikan pola makan serta olahraga. Orang yang sangat aktif akan membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan mereka yang tidak banyak bergerak.

4. Latihan kekuatan

ilustrasi latihan beban (pexels.com/ALTEREDSNAPS)

Membangun otot tidak hanya membuat kamu lebih kuat. Beberapa jenis latihan kekuatan juga menjaga kesehatan tulang. Latihan kekuatan juga dapat meningkatkan cara tubuh memproses makanan untuk membantu mencegah diabetes dan penyakit terkait.

Seperti halnya latihan ketahanan, latihan kekuatan secara teratur dikaitkan dengan rendahnya risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit kronis lainnya. Namun, manfaat utama latihan kekuatan adalah membuat sel otot lebih kuat.

Para ahli menyarankan anak-anak dan remaja melakukan aktivitas penguatan otot setidaknya tiga hari dalam seminggu. Untuk orang dewasa, dianjurkan latihan kekuatan untuk kelompok otot utama dua hari atau lebih dalam seminggu.

Manfaat latihan kekuatan meningkat seiring bertambahnya usia. Mempertahankan kekuatan sangat penting untuk penuaan yang sehat.

Ingat, hilangnya otot seiring bertambahnya usia dapat membatasi kemampuan kamu untuk berfungsi di lingkungan rumah dan hidup mandiri. Aktivitas sederhana seperti bangkit dari kursi atau naik turun tangga membutuhkan kekuatan otot yang cukup.

Sebuah penelitian menguji program angkat beban selama tiga bulan pada orang lanjut usia yang sudah mengalami kesulitan berjalan. Pada akhir penelitian, peserta yang mengangkat beban mengalami peningkatan dalam tugas-tugas seperti menekuk lutut berulang kali. Gerakan-gerakan tersebut penting untuk aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, peserta penelitian yang hanya melakukan peregangan di rumah tidak melihat peningkatan kekuatan serupa.

Seiring bertambahnya usia, makin penting untuk memasukkan beberapa latihan kekuatan ke dalam rutinitas aktivitas fisik. Kamu bisa memperlambat perkembangan hilangnya otot yang berkaitan dengan usia atau bahkan mencegahnya.

5. Kelola stres dengan baik dan cukup tidur

ilustrasi tidur (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menemukan cara sehat untuk mengelola stres juga penting untuk menjaga otot. Menurut studi, stres menurunkan kekuatan otot. Cara kamu mengelola stres saat ini dapat memengaruhi kekuatan otot kamu di masa depan.

Ciptakanlah kebiasaan tidur yang baik. Seperti stres, akumulasi "utang tidur" meningkatkan pelepasan hormon katabolik yang menurunkan massa dan kekuatan otot. Usahakan untuk tidur setidaknya 7 jam setiap malam.

6. Vitamin D

ilustrasi berjemur (pexel.com/Andrea Piacquadio)

Penelitian tahun 2022 menemukan bahwa kekurangan vitamin D meningkatkan risiko kamu kehilangan kekuatan otot yang berkaitan dengan usia (dynapenia), yang merupakan faktor risiko utama terjatuh.

Penelitian tersebut menganalisis data lebih dari 3.200 orang berusia 50 tahun ke atas yang tidak pernah mengalami dynapenia sebelumnya. Para peneliti melacaknya selama empat tahun sebagai bagian dari English Longitudinal Study of Aging, sebuah studi jangka panjang yang dimulai pada tahun 2002.

Kadar vitamin D peserta diukur dengan tes darah di awal dan dikategorikan cukup (lebih dari 50 nanomol per liter, atau nmol/L), tidak mencukupi (30 hingga 49 nmol/L), atau defisiensi (kurang dari 30 nmol/L). Setelah empat tahun, kekuatan genggaman dievaluasi sebagai ukuran kekuatan otot peserta secara keseluruhan.

Orang yang kekurangan vitamin D memiliki kemungkinan 70 persen lebih besar untuk mengalami dynapeniapada akhir penelitian dibandingkan mereka yang memiliki kadar vitamin D normal.

Hasilnya masuk akal, kata para peneliti, karena vitamin D diketahui membantu perbaikan dan kontraksi otot. Kamu bisa mencegah kekurangan vitamin D melalui paparan sinar matahari, mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, atau mengonsumsi suplemen jika diperlukan.

Ada cara-cara untuk mempertahankan massa otot atau menurunkan risiko kehilangan otot dengan berfokus pada pola makan, olahraga, dan kebiasaan gaya hidup.

Otot sangat penting untuk penuaan dengan cara yang aktif, mandiri, dan sehat. Peluang untuk mendapatkan hidup berkualitas tinggi dan penuaan tanpa rasa sakit jauh lebih baik jika kamu menjaga otot sejak muda.

Referensi

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases. Diakses pada Juli 2024. Health Lesson: Learning About Muscles.
Von Haehling, Stephan, John E. Morley, dan Stefan D. Anker. “An overview of sarcopenia: facts and numbers on prevalence and clinical impact.” Journal of Cachexia, Sarcopenia and Muscle 1, no. 2 (1 Desember 2010): 129–33. 
Gao, Ke, Wen-Zhuo Ma, dkk. “Association Between Sarcopenia and Depressive Symptoms in Chinese Older Adults: Evidence From the China Health and Retirement Longitudinal Study.” Frontiers in Medicine 8 (17 November 2021).
Wall, Benjamin T., James P. Morton, dan Luc J. C. Van Loon. “Strategies to maintain skeletal muscle mass in the injured athlete: Nutritional considerations and exercise mimetics.” EJSS/European Journal of Sport Science 15, no. 1 (July 16, 2014): 53–62.
Craven, Jonathan, Ben Desbrow, dkk. “The Effect of Consuming Carbohydrate With and Without Protein on the Rate of Muscle Glycogen Re-synthesis During Short-Term Post-exercise Recovery: a Systematic Review and Meta-analysis.” Sports Medicine - Open/Sports Medicine - Open 7, no. 1 (28 Januari 2021)
Shape. Diakses pada Juli 2024. How to Maintain Muscle (Even When You're Not Working Out)
NIH News in Health. Diakses pada Juli 2024. Maintain Your Muscle - Strength Training at Any Age.
Poornima, K N, N Karthick, dan R Sitalakshmi. “Study of The Effect of Stress on Skeletal Muscle Function in Geriatrics.” JOURNAL OF CLINICAL AND DIAGNOSTIC RESEARCH, 1 Januari 2014.
Dattilo, M., H.K.M. Antunes, A. Medeiros, dkk. “Sleep and muscle recovery: Endocrinological and molecular basis for a new and promising hypothesis.” Medical Hypotheses 77, no. 2 (1 Agustus 2011): 220–22.
Delinocente, Maicon Luís Bicigo, Mariane Marques Luiz, dkk. “Are Serum 25-Hydroxyvitamin D Deficiency and Insufficiency Risk Factors for the Incidence of Dynapenia?” Calcified Tissue International 111, no. 6 (15 September 2022): 571–79.
Verywell Fit. Diakses pada Juli 2024. 5 Ways to Maintain Muscle Mass.

Editorial Team