5 Gejala Tak Terduga Ini Bisa Menandakan Usus Kamu Tidak Sehat

Waspadai suasana hati tak menentu, kecemasan, dan depresi

Usus kita adalah rumah bagi triliunan mikroorganisme. Kebanyakan orang menganggap kembung, sembelit, diare, dan sakit perut sebagai penanda utama kesehatan usus yang kurang optimal.

Meskipun gejala gastrointestinal dapat mengindikasikan usus yang tidak sehat, tetapi itu bukan satu-satunya tanda yang harus diwaspadai. Berikut ini lima gejala tak terduga yang dapat mengindikasikan usus kamu tidak sehat.

1. Iritasi kulit

Kalau setelah makan makanan tertentu lalu kondisi kulit memburuk, bakteri usus mungkin menjadi bagian dari masalahnya. Mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula rafinasi meningkatkan keseimbangan bakteri usus yang tidak sehat (Microorganisms, 2021).

Keadaan disbiosis tersebut dikaitkan dengan fungsi kekebalan tubuh yang tidak normal, berkontribusi pada kondisi kulit inflamasi seperti eksem, psoriasis, jerawat, rosasea, dan ketombe.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki kondisi peradangan kulit memiliki bakteri usus yang berbeda dibanding orang-orang yang tidak memiliki kondisi tersebut.

Orang-orang dengan rosasea juga memiliki prevalensi kondisi gastrointestinal yang lebih tinggi, dan diperkirakan 7 hingga 11 persen pasien penyakit radang usus juga memiliki psoriasis, yang selanjutnya memvalidasi hubungan usus-kulit.

Untuk mendukung kesehatan kulit, disarankan untuk mengikuti panduan diet antiinflamasi yang sama untuk kesehatan mikrobioma usus yang optimal. Ini berarti mengonsumsi banyak makanan nabati utuh dan sumber asam lemak omega-3, sekaligus membatasi makanan olahan dan pangan hewani (Gut, 2021).

2. Suasana hati tak menentu, kecemasan, dan depresi

5 Gejala Tak Terduga Ini Bisa Menandakan Usus Kamu Tidak Sehatilustrasi kecemasan (freepik.com/katemangostar)

Usus sering dijuluki sebagai "otak kedua" dan ini beralasan. Menurut penelitian, mikroba usus berkomunikasi dengan sistem saraf, sistem endokrin, dan sistem kekebalan tubuh, memengaruhi suasana hati (Frontiers in Psychiatry, 2018).

Individu yang didiagnosis dengan kecemasan dan depresi dianggap memiliki fungsi usus yang tidak normal, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplementasi prebiotik dan jenis probiotik tertentu dapat memperbaiki gejala.

Sebuah metaanalisis menemukan bahwa suplementasi probiotik dikaitkan dengan berkurangnya gejala depresi (Frontiers in Psychiatry, 2020). Konon, kemampuan suplemen probiotik untuk memperbaiki suasana hati kemungkinan besar bergantung pada strain dan formulasi probiotik tertentu.

Kekurangan suplemen probiotik spesifik, menerapkan pola makan yang kaya akan makanan nabati utuh, seperti pola makan Mediterania, dapat meningkatkan mikrobioma usus yang kondusif untuk kesehatan mental yang optimal.

Jenis pola makan tersebut meningkatkan keanekaragaman mikroba usus dan mengurangi peradangan usus, sehingga bermanfaat bagi kesehatan mental (Advances in Nutrition, 2020). Meningkatkan asupan asam lemak omega-3 dari ikan atau mikroalga tertentu juga dapat memberikan efek positif pada komposisi mikrobioma usus dan mengurangi risiko depresi.

Baca Juga: Studi: Bir Tingkatkan Keberagaman Mikrobioma Usus Laki-laki

3. Kenaikan berat badan yang tidak diinginkan

Berat badan naik padahal tidak ada perubahan pola makan atau gaya hidup? Mungkin penyebabnya adalah mikrobioma usus.

Menurut studi, bakteri usus memengaruhi pengeluaran energi dan jumlah kalori yang diekstrak seseorang dari makanan (Cancer Epidemiology, Biomarkers, & Prevention, 2020). Setelah mengurutkan mikrobioma usus dari lebih dari 500 peserta, para peneliti menemukan bahwa keragaman mikrobioma usus peserta menurun, indeks massa tubuh (IMT) meningkat.

Studi lain menunjukkan bahwa para peneliti dapat memprediksi siapa yang hidup dengan obesitas dengan menganalisis komposisi mikrobioma usus seseorang (Journal of Internal Medicine, 2020).

Penjelasan potensial untuk temuan tersebut adalah bahwa beberapa bakteri usus lebih efisien dalam memecah makanan daripada yang lain, memungkinkan kita menyerap lebih banyak kalori dari makan makanan yang persis sama (Nutrients, 2020).

Selain itu, ada studi menyebut bahwa bakteri usus tertentu memicu peradangan, yang berkontribusi terhadap resistansi insulin, yang secara tidak langsung memengaruhi berat badan (Frontiers in Immunology, 2020).

Hubungan antara berat badan dan mikrobioma usus sudah sangat mapan sehingga strategi baru yang diusulkan untuk mengobati dan mencegah obesitas menargetkan mikrobioma usus.

Ketimbang mengandalkan suplemen probiotik tertentu, yang terbaik adalah memiliki pola makan tinggi serta tumbuhan dari buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian, untuk mendukung mikrobioma usus yang sehat. Jenis pola diet ini dikaitkan dengan penurunan berat badan terlepas dari kalori yang dikonsumsi (Preventive Nutrition and Food Science, 2020).

4. Intoleransi makanan

5 Gejala Tak Terduga Ini Bisa Menandakan Usus Kamu Tidak Sehatilustrasi sakit perut (freepik.com/benzoix)

Intoleransi makanan terjadi ketika kamu kesulitan mencerna makanan atau komponen makanan tertentu.

Intoleransi makanan tidak menimbulkan reaksi alergi, melainkan menyebabkan gejala gastrointestinal seperti diare, kram perut, kembung, dan gas.

Tidak seperti alergi makanan, orang-orang dengan intoleransi makanan mungkin dapat menoleransi sejumlah kecil makanan yang tidak dapat mereka toleransi, menurut Mayo Clinic.

Menurut studi dalam jurnal Nutrients, intoleransi makanan memengaruhi sekitar 20 persen populasi. Meskipun tidak mengancam jiwa, tetapi kondisi ini bisa sangat tidak nyaman.

Meskipun ada berbagai jenis intoleransi makanan dan sejumlah alasan mengapa seseorang bisa mengembangkannya, tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa banyak kasus intoleransi makanan terjadi akibat perubahan mikrobioma usus yang dapat diperbaiki melalui penyesuaian pola makan.

Laporan kasus menggambarkan kasus ketika transplantasi mikrobiota tinja secara efektif merawat seorang perempuan dengan intoleransi makanan terhadap produk susu, gluten, telur, dan kedelai (Case Reports in Clinical Nutrition, 2021).

Dengan mengubah ekosistem mikroba yang hidup di ususnya, perempuan tersebut mengalami peningkatan signifikan pada gejala gastrointestinal, dan mampu mengonsumsi gluten kembali.

Untuk mengidentifikasi intoleransi makanan, kamu bisa membuat jurnal makanan dan gejala untuk menentukan makanan pemicu. Setelah diidentifikasi, hilangkan makanan itu dari pola makan selama beberapa minggu. Jika gejala menghilang, pertimbangkan untuk memperkenalkan kembali makanan dalam jumlah kecil, perlahan-lahan tingkatkan porsinya sesuai toleransi.

Reintroduksi bertahap memungkinkan bakteri usus berubah dan menyesuaikan diri menjadi lebih mahir dalam memecah makanan tersebut, berpotensi meningkatkan toleransi. Bekerja dengan ahli gizi dapat membantu kamu dalam proses ini.

5. Mengidam gula secara berlebihan

Gula memang memiliki sifat adiktif, dan mengidam gula berlebihan mungkin berkaitan dengan jenis mikroogranisme di usus.

Menurut tinjauan ilmiah dalam jurnal Bioessays, karena tubuh terdiri dari sejumlah organisme yang bersaing untuk mendapatkan sumber nutrisi, mengidam mungkin merupakan hasil dari konflik evolusioner antara seseorang dan mikroba usus mikrobiotanya dapat memanipulasi perilaku makan untuk menguntungkan kelangsungan hidup mereka.

Kalau kamu terus-terusan ingin makan atau minum yang manis-manis, cara terbaik untuk mencegah mikroba usus yang menyukai gula mengambil alih adalah dengan mengurangi asupan gula tambahan secara bertahap.

Misalnya, ganti minuman yang diberi pemanis dengan teh hernal dan infused water dengan irisan jeruk. Daripada permen, pilih cokelat hitam dan kacang. Kalau biasanya kamu menambahkan ke teh atau kopi, coba tambahkan kayu manis.

Baca juga label kemasan produk untuk meminimalkan konsumsi gula tambahan yang tidak perlu yang tersembunyi dalam makanan yang tidak kamu duga, seperti saus pasta, selai kacang, saus, dan roti.

Seiring waktu, upaya-upaya tersebut bisa membantu mengembalikan keseimbangan mikrobioma usus.

Itulah gejala yang tak terduga dari usus yang tidak sehat. Jadi, kamu mengidam gula secara berlebihan, memiliki intoleransi makanan, mengalami kenaikan berat badan yang tidak diinginkan, suasana hati tak menentu, kecemasan, dan depresi, serta iritasi kulit, sebaiknya jangan diabaikan. Apabila khawatir, temui dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Baca Juga: 7 Sumber Protein Nabati Terbaik untuk Mikrobioma Tubuh

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya