Di zaman serba cepat seperti sekarang, banyak orang yang tidak lagi menikmati makan dengan seharusnya. Terburu-buru ingin menyelesaikan tugas, membuat orang makan dengan cepat. Padahal, kebiasaan ini tidaklah sehat.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of the American Dietetic Association melibatkan 2.500 perempuan berusia 40-50 tahun sebagai partisipan. Hasilnya, ternyata makan dengan cepat berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh atau menyebabkan obesitas.
Studi lain yang dimuat dalam jurnal Circulation menyimpulkan, makan dengan perlahan selain bisa mencegah obesitas, juga dapat menurunkan risiko terkena sindrom metabolik, yakni sejumlah gangguan kesehatan yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, stroke, serta diabetes.
Melibatkan 1.083 orang partisipan, hasil penelitian tersebut menemukan, hanya 2,3 persen dari pelaku makan dengan lambat (slow eater) yang mengalami sindrom metabolik, sementara untuk pelaku makan dengan kecepatan normal (normal eaters) sebanyak 6,5 persen, dan yang paling tinggi, yakni sebanyak 11,6 persen dialami oleh pelaku makan cepat (fast eaters).
Melansir ScienceAlert, menurut Takayuki Yamaji, kardiolog sekaligus salah satu peneliti, seseorang yang makan dengan cepat cenderung tidak merasa kenyang sehingga makan berlebihan, hal ini menyebabkan terjadinya fluktuasi glukosa yang lebih besar, sehingga memicu resistansi insulin.
Itulah sebabnya, menurut Takayuki, makan dengan perlahan bisa jadi upaya mencegah terjadinya sindrom metabolik, seperti tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, serta rendahnya kolesterol baik atau high-density lipoprotein (HDL).