ilustrasi ibu hamil (freepik.com/DCStudio)
Jenis tes kedua ini dilakukan dengan melihat kromosom janin secara langsung. Tanda positif tes menunjukkan kromosom janin memiliki kelainan yang memicu down syndrom. Berlaku juga sebaliknya.
Tes down syndrome saat hamil jenis diagnostik terbagi menjadi tiga, yakni:
Diambil dari kata ‘amnio’ yang menggambarkan cairan ketuban. Artinya, tes ini dilakukan dengan menguji sampel ketuban. Pada prosesnya, dokter akan memasukkan jarum melalui perut untuk mengambil sedikit cairan kandungan.
Terdapat 0,6 persen risiko keguguran akibat tes ini. Angka tersebut bisa lebih tinggi ketika dilakukan saat usia janin kurang dari 15 minggu.
- Chorionic villus sampling (CVS)
Ini adalah tes dengan menguji sel-sel dari plasenta, yang meneruskan nutrisi dari ibu ke bayi. Dokter akan mengambil sampel sel melalui leher rahim atau dengan jarum melalui perut.
Tes ini bisa dilakukan mulai usia kandungan 10 hingga 12 minggu. Lebih dini jika dibanding amniosentesis, tetapi berpeluang sedikit lebih tinggi menyebabkan keguguran atau masalah lain.
Tes dilakukan dengan mengambil sampel darah umbilikus perkutan atau PUBS. Kordosentesis dapat dilakukan pada usia kehamilan 18 hingga 22 minggu. Dokter akan menggunakan jarum untuk mengambil darah dari tali pusar.
Sama seperti tes diagnostik lain yang berisiko, kordosentesis memiliki kemungkinan keguguran sekitar 1,4 hingga 1,9 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa tes ini jauh lebih berisiko dari pada tes lainnya. Oleh karena itu, kordosentesis hanya dilakukan jika tes lain tidak memberikan hasil yang jelas.
Dokter akan memberikan rekomendasi untuk melakukan tes down syndrome saat hamil ketika mendeteksi adanya ketidaknormalan pada janin. Kamu bisa menjadwalkan konsultasi dengan konselor genetik untuk memantau perkembangan janin dan risiko tes.