Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akut

Ada juga ancaman bahaya dalam makanan

Gangguan ginjal akut progresif atipikal (GgGAPA) masih sorotan di Tanah Air. Belum diketahui penyebab pastinya, angka kasusnya naik pesat sejak Agustus 2022 dan sekarang telah mencapai lebih dari 240 kasus dan merenggut ratusan nyawa.

Bukan penyakit baru, bagaimana GgGAPA bisa berakibat fatal? Salah satu dugaannya adalah etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop anak yang merusak ginjal (seperti kasus di Gambia). Bagaimana kedua senyawa tersebut bisa merusak fungsi ginjal? Ini penjelasan ahli!

1. Sebenarnya ini epidemik

Dihubungi IDN Times pada Selasa (25/10), Guru Besar Bidang Kimia Farmasi-Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Prof. apt. Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., menjelaskan bagaimana etilen glikol dan dietilen glikol bisa merusak ginjal.

Profesor Gelgel Wirasuta menjelaskan bahwa acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut adalah epidemi dan penyebabnya multi-faktorial. Sudah terdeteksi sejak awal 2022, angka kasusnya meningkat secara signifikan pada Agustus 2022 hingga menyita perhatian para pakar kesehatan di Indonesia.

"Jadi, setiap bulan tahun 2022 ada laporan. Namun, di pertengahan Agustus 2022, kasusnya meningkat mendadak," kata Prof. Gelgel Wirasuta.

Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akutilustrasi ginjal (IDN Times/Aditya Pratama)

Profesor Gelgel Wirasuta bercerita bahwa pada 5 Oktober terdapat kasus serupa di Gambia. Sebagai ahli toksikologi klinik, ia bertemu Kemenkes RI dan menyatakan kecurigaannya terhadap hubungan obat sirop anak dengan acute kidney injury of unknown injury (AKIUO).

"Saya minta tolong RSCM untuk memberikan sampel darah dan urine. Kemudian, kita akan analisis klinik secara kualitatif. Obat-obatan yang digunakan juga dikumpulkan," tuturnya lewat WhatsApp.

Dalam penelitiannya di RSCM, sebanyak 14 pasien diteliti pada 5 sampai 19 Oktober 2022 untuk memutuskan penyebab dari AKIUO. Dari jumlah tersebut, tiga pasien meninggal dunia.

2. Senyawa tersangka lain: EGBE

Dalam menganalisis sampel tersebut, Prof. Gelgel Wirasuta mengatakan bahwa ia berkoordinasi dengan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor). Hasilnya, ada tiga senyawa yang bisa menyebabkan GgGAPA:

  • Etilen glikol.
  • Dietilen glikol.
  • Etilen glikol monobutil eter (EGBE).

Berdasarkan studinya, Prof. Gelgel Wirasuta mencatat bahwa EGBE lebih banyak terdeteksi pada produk industri. Meski jarang digunakan di industri konsumsi, BPOM AS (FDA) menyetujui EGBE untuk aditif makanan (agen antimikroba, penghilang busa, stabilisator, dan perekat).

Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akutilustrasi ginjal (unsplash.com/averey)

Dari penelitian tersebut, Prof. Gelgel Wirasuta mencatat beberapa kemungkinan. Saat tubuh terpapar, etilen glikol dimetabolisme menjadi asam glikolat dan terurai menjadi asam oksalat. Asam oksalat berpadu dengan kalsium menjadi kalsium oksalat monohidrat, dan menumpuk di ginjal bak jarum-jarum tajam.

"Akhirnya, terjadilah kerusakan ginjal. Pada pasien GgGAPA yang meninggal memang ditemukan kristal tersebut," katanya.

Lalu, dalam beberapa laporan, ia menceritakan bahwa pasien mengalami anemia dengan ekspresi keracunan EGBE, seperti gejala urine berwarna cokelat, sesak napas, hingga berhenti fungsi ginjalnya. Ia menyimpulkan bahwa EGBE juga salah satu penyebabnya.

3. Ancaman bahaya dalam makanan

Dalam studi tersebut, Prof. Gelgel Wirasuta dan tim mengumpulkan sekitar 100 obat yang digunakan untuk pasien gangguan ginjal tersebut. Dari obat-obat tersebut, mayoritas (60 persen) terkontaminasi etilen glikol dan EGBE.

"Tapi, obat-obatan ini memenuhi syarat ambang batas yang dikeluarkan BPOM RI. Ini kan jadi masalah yang lebih besar lagi," katanya.

Bahan tambahan dalam obat tersebut (polietilen glikol, propilen glikol, gliserin, dan gliserol) biasanya terkontaminasi etilen glikol, dietilen glikol, dan/atau EGBE. Keempat bahan tersebut digunakan sebagai kosolven dalam sediaan farmasi.

Bagaimana dengan pasien yang tidak minum obat dan mengalami AKI? Ia mencatat bahwa keempat bahan tambahan ini juga dipakai untuk makanan, terutama susu dan permen yang dikonsumsi anak.

"Kementerian tidak memiliki kewenangan untuk menelusuri itu, melainkan BPOM RI. Dari kasus klinik tadi, potensi yang terduga sebagai intoksikasi adalah obat atau makanan," ujar Prof. Gelgel Wirasuta.

Saat ini, BPOM RI dan Kemenkes RI masih fokus dengan obat sirop. Meski begitu, Prof. Gelgel Wirasuta menekankan bahwa terjadi penurunan kasus GgGAPA cukup signifikan.

Baca Juga: Bagaimana Etilen Glikol Bisa Ada di Obat Sirop? Ini Kata Ahli!

4. Dampak perang Rusia-Ukraina

Lalu, jika produk-produk obat sirop dan makanan tersebut sudah dipakai sejak lama, mengapa gangguan ginjal baru terjadi tahun ini? Setelah berunding bersama IDAI, Prof. Gelgel Wirasuta mencatat bahwa ada perubahan gejala penyakit anak secara menyeluruh pasca-COVID-19.

Selain itu, ia mencatat masalah rantai pasok (supply chain) bahan baku akibat perang Rusia-Ukraina. Bukan memakai bahan baku berkualitas bagus, perang memaksa industri beralih ke bahan murah yang berkualitas tidak bagus. Karena impor, ia mengatakan industrilah yang harusnya mengontrol.

"Problem utamanya adalah sebagian besar bahan baku yang digunakan adalah impor ... Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) harus dikontrol. Namun, apakah ada regulasi yang memungkinkan lolos atau dibolehkan tak melakukan kontrol? Saya tidak tahu dan harus ditelusuri,” tuturnya.

Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akutilustrasi permen (pexels.com/Foodie Factor)

Sementara dalam produk farmasi kadar cemaran etilen glikol, dietilen glikol, dan EGBE dibatasi minim, Prof. Gelgel Wirasuta mengatakan bahwa dalam makanan, kadar cemaran lebih tinggi. Sebagai perbandingan, kalau obat diizinkan 0,1 persen, makanan adalah 1 persen atau 10 kali lipat dari batas obat.

"Makanan kan dikonsumsi lebih banyak ... Sediaan farmasi bukan tersangka tunggal dalam masalah ini."

Ia menjelaskan bahwa untuk acceptable daily intake (ADI), gliserol dan sorbitol dibatasi hingga 25ml/kg berat badan. Cemaran etilen glikol dibatasi 1 persen dari kadar tersebut. Ia menekankan, dalam makanan, BPOM RI memperbolehkan 4,5 persen.

5. Lalu, kenapa banyak kasus pada anak?

Mayoritas kasus GgGAPA menimpa balita usia 1 sampai 5 tahun. Prof. Gelgel Wirasuta mempermasalahkan mengapa balita banyak terkena. Menurutnya, ada tiga kemungkinan, yaitu:

  • Organ balita belum lengkap untuk melindungi tubuh.
  • Sistem metabolisme anak belum sempurna.
  • Perubahan pasca-COVID-19.

Ia mencatat bahwa selama pandemik, memang 3 persen anak positif COVID-19. Akan tetapi, sebanyak 30 persen anak memiliki antibodi SARS-CoV-2 lebih tinggi, sehingga anak tersebut sudah terpapar virus tetapi asimtomatik. Hal ini menyebabkan perubahan dalam tubuh pasien.

"Terjadi perubahan di tubuh pasien, meningkatkan kepekaan pasien terhadap racun. Sedikit saja di luar ambang batas jadi masalah," katanya.

Menurut studi lampau pada 1992, tercatat gangguan sistem metabolisme etilen glikol di kalangan bayi. Apakah ini memang yang terjadi di Indonesia? Prof. Gelgel Wirasuta menekankan perlunya mencari tahu apakah COVID-19 atau kelainan metabolisme yang meningkatkan risiko keracunan ketiga senyawa toksik tersebut.

Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akutilustrasi urine (freepik/drobotdean)

Lewat pengujian toksisitas akut terhadap hewan, Prof. Gelgel Wirasuta mengatakan bahwa metabolit EGBE atau (2-butoxyacetic acid atau BAA) mengakibatkan keracunan dan hemolisis intravaskuler. Sementara itu, dalam beberapa kasus, etilen glikol menyebabkan pengkristalan kalsium oksalat di urine.

Kemudian, tanda lainnya adalah tersumbatnya ginjal dan limpa. BAA menyebabkan pembengkakan sel darah merah dan hemolisis. Inilah yang menyebabkan anemia hemolitik dan hemoglobinuria yang ditandai dari urine kemerahan atau kecokelatan.

“Itu [anemia hemolitik] bisa balik cepat. Namun, kalau ginjalnya sudah rusak, ini yang agak sulit,” ia menerangkan.

6. Orang tua dianjurkan untuk waspada dan rasional

Sementara mencari penyebab GgGAPA adalah hal penting, Prof. Gelgel Wirasuta  mencatat bahwa hal yang tak kalah penting adalah edukasi masyarakat. Bagi orang tua yang memiliki balita, penting untuk menyadari bahwa sistem tubuh dan metabolisme anak belum sempurna.

"Hati-hatilah memberi asupan pangan anak ... Hati-hati membeli jajanan yang tersedia di pasar ... Buatlah pangan anak yang dimasak sendiri. Tidak apa-apa repot, yang penting sehat. Kita tahu sumbernya jelas," sarannya.

Jika anak sakit, jangan langsung beli obat, melainkan konsultasi dulu ke dokter dan ahli lainnya. Kala anak menunjukkan gejala (seperti diare, demam, dan produksi urine berkurang atau berubah warna kemerahan atau kecokelatan), segera bawa anak ke dokter.

Ahli: Obat Sirop Bukan Tersangka Tunggal Gagal Ginjal Akutilustrasi memeriksakan anak ke dokter (pexels.com/Los Muertos Crew)

Ada tiga fase keracunan ginjal:

  • Pra-renal.
  • Renal.
  • Pasca-renal.

Jika gejala sudah masuk ke fase renal dan pasca-renal, Prof. Gelgel Wirasuta mencatat bahwa kondisi sudah sulit dikembalikan dan risiko kematian lebih besar.

Pada fase pra-renal dan urine berwarna kemerahan atau kecokelatan tanpa sebab, ini berarti sel darah merah mengalami hemolisis sehingga terjadi hemoglobinuria.

"Segera bawa ke RS agar bisa ditangani dengan tindakan pertolongan pertama hemodialisis," katanya.

7. Mari tidak saling menyalahkan

Kepada para produsen konsumsi dan obat, Prof. Gelgel Wirasuta mengacu ke UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi, informasi label tentang penggunaan bahan tambahan harus transparan. Jika ada polietilen glikol, profilen glikol, gliserin, dan sorbitol, maka harus dicantumkan sehingga masyarakat waspada.

Meski begitu, ia menyarankan masyarakat untuk tidak saling tuduh. Karena COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina, industri terpaksa melakukan perubahan bahan baku. Ia memuji langkah BPOM RI, Kemenkes RI, dan IDAI yang telah mengeluarkan edaran dan rekomendasi.

“Dari imbauan saja sudah amat bermakna karena terjadi penurunan kasus secara signifikan,” katanya.

Baca Juga: Mengapa Anak-Anak Bisa Mengalami Penyakit Ginjal?

Topik:

  • Nurulia
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya