5 Obat Sirop Mengandung Cemaran Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas

Hindari dulu penggunaannya

Kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GgGAPA) tengah meneror masyarakat Indonesia, terutama balita berusia 1 sampai 5 tahun. Ini karena belum ada kepastian penyebab tunggalnya.

Melihat kasus serupa di Gambia, masyarakat Indonesia juga takut terhadap kandungan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) di obat sirop anak. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah mengimbau untuk melarang peresepan obat sirop dengan DEG dan EG, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) akhirnya merilis hasil investigasinya.

1. Berasal dari empat pelarut tambahan

5 Obat Sirop Mengandung Cemaran Etilen Glikol Melebihi Ambang Batasilustrasi obat sirop (pexels.com/cottonbro)

Dalam edaran pada Kamis (20/10), BPOM RI melaporkan bahwa mayoritas obat sirop yang beredar masih memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu. Hal ini melalui penelusuran obat sirop yang beredar di Indonesia, sampling, dan pengujian secara bertahap terhadap obat-obat yang diduga tercemar DEG dan EG.

Saat menguji, BPOM RI menggunakan acuan Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar. Cemaran DEG dan EG kemungkinan besar berasal dari empat bahan pelarut tambahan, yaitu:

  • Propilen glikol.
  • Polietilen glikol.
  • Sorbitol.
  • Gliserin/gliserol.

BPOM meluruskan bahwa keempat bahan tersebut tidak berbahaya. Sesuai Farmakope Indonesia dan standar baku nasional, ambang batas aman (TDI) untuk cemaran EG dan DEG adalah 0,5mg/kg berat badan per hari.

Baca Juga: IDAI Imbau Stop Peresepan Obat Sirop yang Terkontaminasi 

2. Obat ditemukan kandungan EG

BPOM juga melakukan sampling terhadap 39 batch dari 26 obat sirop yang diduga mengandung EG dan DEG. Kriteria yang digunakan antara lain:

  • Diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
  • Diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut sebelumnya dengan volume yang besar.
  • Diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu.
  • Diperoleh dari rantai pasok yang diduga berasal dari sumber yang berisiko terkait mutu.

Hasilnya, setelah pengujian sampai 19 Oktober 2022, BPOM RI menemukan lima produk obat sirop dengan cemaran EG yang melebihi batas aman, yaitu:

  • Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
  • Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
  • Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
  • Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
  • Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Untuk para produsen obat tersebut, BPOM RI telah memerintahkan mereka untuk menarik obat-obat sirop tersebut dari peredaran di seluruh Indonesia (dari pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, Puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri) serta memusnahkan seluruh batch produk.

BPOM RI menambahkan bahwa semua industri farmasi dengan produk obat sirop berpotensi mengandung EG dan DEG harus melaporkan hasil pengujian mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Jika perlu, mereka juga bisa mengganti formula obat dan/atau bahan baku.

3. Imbauan BPOM RI lainnya

5 Obat Sirop Mengandung Cemaran Etilen Glikol Melebihi Ambang Batasilustrasi obat sirop (pixabay.com/frolicsomepl)

Meski begitu, BPOM mengatakan bahwa cemaran EG belum mendukung kesimpulan bahwa obat sirop adalah penyebab GgGAPA. Selain obat, BPOM RI belum menutup potensi penyebab, seperti infeksi virus dan bakteri (terutama Leptospira) dan multisystem inflammatory syndrom in children (MISC) akibat COVID-19.

Kemudian, BPOM menggandeng Kemenkes RI, pakar kefarmasian dan farmakologi klinik, IDAI, dan pihak terkait lainnya untuk meneliti GgGAPA, dan hasil pengawasan tersebut akan terus diperbarui. Selama belum ada hasil konklusif, BPOM RI mengimbau masyarakat untuk:

  • Membeli dan memperoleh obat hanya di sarana resmi, yaitu Apotek, Toko Obat, Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
  • Membeli obat secara online dapat dilakukan hanya di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
  • BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat ilegal.
  • Menerapkan Cek KLIK yaitu Cek Kemasan dalam kondisi baik, Cek Label , Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.

Teruntuk tenaga kesehatan dan industri farmasi, BPOM RI mengimbau untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan setelah penggunaan obat kepada Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional melalui aplikasi e-MESO Mobile.

Baca Juga: IDAI: Bukan Dilarang, tetapi Waspada Sirop Paracetamol!

Topik:

  • Nurulia
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya