Fakta NeoCoV, Kerabat MERS yang Bukan Penyebab COVID-19

Perlukah kita khawatir?

Sudah lebih dari 2 tahun, dan dunia masih belum usai memerangi pandemik COVID-19. Meski berbagai platform vaksin telah diluncurkan, hingga saat ini, virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 terus bermutasi sehingga menyebabkan lonjakan kasus yang terus-menerus.

Akan tetapi, ada lagi kabar tak sedap. Sebuah penelitan pracetak di China menemukan jenis virus corona baru yang tidak jauh berbeda dari SARS-CoV-2. Virus tersebut dinamakan "NeoCoV". Perlukah kita khawatir?

1. Awal mula NeoCoV dari kelelawar

Fakta NeoCoV, Kerabat MERS yang Bukan Penyebab COVID-19Kelelawar N. capensis dari benua Afrika. (commons.wikimedia.org)

Dimuat dalam jurnal bioRxiv pada 25 Januari 2022 silam, para peneliti China mengungkapkan potensi NeoCoV di Afrika Selatan. NeoCoV menyembul ke permukaan saat para peneliti tengah mencari virus orisinal dari MERS-CoV pada 2013 lalu.

Kemudian, American Society for Microbiology (ASM) merilis makalah penelitian pada tahun 2014 mengenai MERS-CoV yang diteliti dari kotoran kelelawar N. capensis di Afrika Selatan. Saat itu, penelitian ASM mengungkapkan bahwa genom NeoCoV 85 persen mirip MERS-CoV.

"Hewan, terutama hewan liar, adalah sumber dari lebih dari 75 persen penyakit menular pada manusia, dan banyak dari penyakit tersebut disebabkan oleh virus baru. Virus corona umumnya ditemukan pada hewan, termasuk kelelawar yang diyakini sebagai reservoir alami virus corona," ujar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

2. NeoCoV mirip COVID-19, tidak mengkhawatirkan seperti COVID-19

Fakta NeoCoV, Kerabat MERS yang Bukan Penyebab COVID-19ilustrasi virus corona (pixabay.com/21saturday)

Sementara NeoCoV berbeda dari SARS-CoV-2, kedua vaksin memiliki mekanisme infeksi serupa. Seperti SARS-CoV-2, NeoCoV dan kerabat dekatnya, PDF-2180-CoV, menggunakan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) untuk masuk ke sel inang.

"Studi kami menunjukkan kasus penggunaan ACE2 pertama pada virus terkait MERS," ujar para peneliti China.

Oleh karena itu, ada potensi NeoCoV dapat menginfeksi sel manusia layaknya SARS-CoV-2. Akan tetapi, sejak temuannya pada 2013, tidak ada kasus NeoCoV melompat ke manusia (zoonosis). Mengapa? Karena virus tersebut tidak bermutasi untuk menginfeksi manusia.

Reseptor ACE pada manusia berbeda dengan kelelawar. Ibaratkan NeoCoV adalah sebuah "kunci" dan reseptor ACE adalah "pintu". Hanya saja, "pintu" manusia memiliki bentuk ACE yang berbeda. Namun, jika NeoCoV bermutasi agar bisa menyesuaikan ACE manusia, tentu saja risikonya lebih besar.

Baca Juga: Menkes: Tidak Ada Jaminan SARS-CoV-3 dan 4 Tidak Akan Muncul

3. Kalau bermutasi, baru berbahaya

Fakta NeoCoV, Kerabat MERS yang Bukan Penyebab COVID-19ilustrasi virus corona (pixabay.com/geralt)

Untuk saat ini, NeoCoV bukanlah ancaman. Akan tetapi, peneliti China memprediksi NeoCoV bisa mengancam umat manusia bila virus tersebut bermutasi seperti SARS-CoV-2. Kemampuan NeoCoV untuk mengikat ACE2 sel bisa menjadi ancaman untuk manusia.

"Mempertimbangkan mutasi ekstensif pada RBD SARS-CoV-2, terutama varian B.1.1.529 (Omicron) dengan mutasi terbanyak, NeoCoV mungkin memiliki potensi laten untuk menginfeksi manusia dengan adaptasi lebih lanjut melalui," tulis para peneliti China.

Receptor binding domain (RBD) adalah bagian yang memampukan virus mengaitkan diri dengan reseptor tubuh untuk masuk ke sel dan menyebabkan infeksi. Bila terjadi, para peneliti China mencatat bahwa infeksi NeoCoV tidak bisa dinetralisasi dengan antibodi yang ampuh menangkal SARS-CoV-2 atau MERS-CoV.

Akan tetapi, lagi-lagi hal ini baru terjadi bila NeoCoV bermutasi. Oleh karena itu, dunia disarankan untuk tidak panik, hanya tetap waspada agar bisa mengantisipasi skenario terburuk zoonosis NeoCoV.

4. WHO: perlu penelitian lebih lanjut

Fakta NeoCoV, Kerabat MERS yang Bukan Penyebab COVID-19Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (who.int)

Kepanikan mengenai NovCoV sampai ke telinga WHO. Dari Jenewa, Swiss, WHO sadar betul akan penelitian dari China tersebut. Akan tetapi, mengatakan butuh penelitian lebih lanjut untuk mengerti potensi ancaman NeoCoV.

"Apakah virus pada studi tersebut akan membahayakan manusia? Perlu studi lebih lanjut," ujar WHO.

Sementara itu, WHO akan bekerja sama dengan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), Badan Pangan dan Pertanian (FAO), dan Program Lingkungan PBB (UNEP) untuk memantau dan menindaklanjuti ancaman kemunculan virus zoonosis.

Para peneliti China juga menyarankan penelitian lebih lanjut untuk menakar kemampuan NovCoV lebih dalam lagi. Selain itu, studi pracetak dari China tersebut belum menjalani ulasan sejawat (peer review) sehingga bisa berubah sewaktu-waktu dan belum bisa dijadikan patokan medis absolut.

Baca Juga: 5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknya

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya