Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!

Jangan hanya menyalahkan menu makanan Lebaran

Tak terasa, puasa Ramadan akan segera berakhir umat Islam akan merayakan Idulfitri. Momen ini merupakan perayaan hari kemenangan dan biasanya diisi dengan silaturahmi dengan keluarga dan teman untuk saling bermaafan dan bersukacita.

Sementara pola makan terbatas saat puasa, tak jarang kita kalap dan melahap apa pun yang ada di meja makan saat Lebaran. Nah, salah satu hal yang dikhawatirkan adalah kadar kolesterol. 

Jika itu adalah salah satu kekhawatiranmu, inilah yang dibahas dalam Health Talk bersama dokter sekaligus ahli gizi masyarakat, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum., pada Kamis (21/4/2022). Simak fakta selengkapnya!

1. Kolesterol bukanlah musuh

Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!ilustrasi otak manusia (pixabay.com/TheDigitalArtist)

Membuka Health Talk, Dr. Tan langsung meluruskan bahwa kolesterol bukanlah musuh, melainkan hal yang semestinya dipahami. Faktanya, tubuh butuh kolesterol untuk menjalankan fungsinya dan secara eksklusif diproduksi hanya oleh manusia dan hewan.

“Jadi, durian, kelapa, santan tidak mengandung kolesterol,” imbuh Dr. Tan.

Jika ditanya organ tubuh manusia mana yang kadar kolesterolnya paling tinggi, maka jawabannya adalah otak. Ia menjelaskan bahwa kolesterol berperan dalam pola berpikir dan perkembangan kecerdasan.

"Menurut informasi dari Harvard, sebanyak 80 persen kolesterol diproduksi oleh hati atau lever. Sisanya 20 persen datang dari makanan," sebutnya.

2. Bukan berarti bisa semena-mena

Apakah ini berarti aman? Tidak juga! Kalau kolesterol terlalu rendah, Dr. Tan memperingatkan bisa terjadi masalah metabolisme. Sementara kita melihat kolesterol adalah "anugerah dari Tuhan", segala sesuatu yang berlebihan pastilah tidak baik. Dengan kata lain, kolesterol yang berlebihan pun tak baik.

Kadar normal kolesterol pada tiap orang pun berbeda-beda. Dapat dibagi berdasarkan usia dan gender, Cleveland Clinic mencatat bahwa kadar kolesterol normal adalah:

Laki-laki 19 tahun ke bawah:

  • Total kolesterol: Di bawah 170 miligram/desiliter (mg/dL).
  • High-density lipoprotein/HDL (kolesterol baik): Di bawah 110 mg/dL.
  • Low-density lipoprotein/LDL (kolesterol jahat): Di atas 45 mg/dL.

Laki-laki 20 tahun ke atas:

  • Total kolesterol: 125–200 mg/dL.
  • HDL: Kurang dari 100 mg/dL.
  • LDL: Lebih dari 40 mg/dL.

Perempuan 19 tahun ke bawah:

  • Total kolesterol: Di bawah 170 mg/dL.
  • HDL: Di bawah 110 mg/dL.
  • LDL: Lebih dari 45 mg/dL.

Perempuan 20 tahun ke atas:

  • Total kolesterol: 125–200 mg/dL.
  • HDL: Kurang dari 100 mg/dL.
  • LDL: Lebih dari 50 mg/dL.
  •  

Apa perbedaan antara trigliserida, LDL/HDL, dan total kolesterol? Dokter Tan menjelaskan bahwa trigliserida adalah lemak darah yang umumnya digunakan sebagai energi. Jika tidak digunakan, maka trigliserida akan ditimbun, diedarkan, dan/atau berada dalam darah.

Di sisi lain, LDL dan HDL sama-sama bagian dari lemak darah. LDL adalah jenis lipoprotein yang ringan, mudah menyebar, dan bisa terselip di pembuluh darah. Inilah yang menyebabkan stres oksidatif dan inflamasi pembuluh darah. HDL adalah jenis lipoprotein berat yang bisa membantu mengikis LDL.

"Inilah mengapa pemeriksaan laboratorium, lebih baik HDL lebih tinggi daripada LDL," imbuh Dr. Tan.

3. Jangan salahkan menu Lebaran

Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!ilustrasi menambahkan santan saat memasak rendang (asianfoodnetwork.com)

Menurut Dr. Tan, tidak tepat bila hanya menyalahkan menu Lebaran. Seharusnya, yang menjadi perhatian adalah makanan sehari-hari. Dokter Tan menyoroti bahwa memasuki minggu-minggu terakhir Ramadan, pola makan mulai amburadul.

“Buka puasa dengan apa? Itu dia! Kalau yang dituduh menu Lebaran, saya tidak setuju. Kolesterol adalah sesuatu yang meningkat kalau ditumpuk, dari sekarang ini. Jadi, jangan salahkan makanan lebaran,” papar Dr. Tan.

Ia juga mengatakan bahwa menu yang umumnya dikaitkan dengan Lebaran sebenarnya bisa ditemukan sehari-hari, tak hanya saat Hari Raya. Jadi, bukan hidangan Lebaran yang memperparah kadar kolesterol, melainkan konsumsi kita sehari-hari.

Baca Juga: 4 Tanda Kolesterol Tinggi di Mata, Coba Periksakan Ya!

4. Dampak kolesterol tinggi

Jika kolesterol berlebihan dalam darah, berarti terlalu banyak asupan lemak. Akibatnya, kolesterol bisa menumpuk dan mempersempit pembuluh darah, terutama yang mengarah ke otak dan jantung.

Selain itu, organ yang bisa terdampak adalah empedu. Seperti yang kita ketahui, cairan empedu membuat lemak bisa diedarkan. Kalau kolesterol tinggi, maka cairan empedu mengental, mengendap, dan mengeras. Itulah kenapa batu empedu erat dengan kolesterol.

“Kalau dinding pembuluh darah sudah menebal, akhirnya, lubang pembuluh darah sempit dan terjadi hipertensi hingga penyempitan pembuluh darah. Kalau sudah terjadi penyempitan pembuluh darah, ujung-ujungnya bisa serangan jantung hingga stroke,” ucap Dr. Tan.

5. Pentingnya cek dan berobat

Tidak seperti yang dikeluhkan orang (leher tegang atau sakit kepala), kolesterol tinggi tidak menunjukkan gejala. Oleh karena itu, penting untuk melakukan check-up. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), check-up bisa dilakukan tiap 4 atau 6 tahun sekali. Jangan sampai menunggu hingga sudah parah baru berobat.

“Kita harus meluruskan stigma bahwa tidak hanya orang gemuk yang rentan kolesterol tinggi,” imbuh Dr. Tan.

Ada baiknya untuk pergi ke dokter terlebih dahulu, bukan langsung cek laboratorium. Dokter Tan mengatakan bahwa 70 persen diagnosis sebenarnya dibuat dari wawancara dokter dan pasien (anamnesis), sementara hasil laboratorium adalah penunjang. Setelah diagnosis didapatkan, tata laksana akan didiskusikan.

Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!Ilustrasi makan bersama (pexels.com/Jack Sparrow)

Tidak jarang memang butuh intervensi obat terlebih dulu, baru dievaluasi. Namun, tidak sedikit yang malah ketergantungan dengan obat. Selain itu, ada juga pasien yang memang butuh obat, tetapi ia juga mencari tahu penyebab kolesterol tinggi dan tak melakukannya lagi. Jadi, obat bisa diturunkan dosisnya hingga tak digunakan lagi.

“Tidak semua orang butuh obat. Kalau penyebabnya adalah gaya hidup atau pola makan, maka itu yang harus dibenahi," ujar Dr. Tan.

Memang, ada obat yang perlu dikonsumsi dalam waktu lama. Namun, Dr. Tan meluruskan bahwa obat-obatan ini sudah melalui riset berbasis bukti, terutama pertimbangan lebih besar manfaatnya dibanding kerugiannya. Oleh karena itu, tidak perlu takut pada obat.

6. Meal-planning, kunci untuk tetap sehat selama Lebaran dan seterusnya

Mengenai kolesterol tinggi, ada dua faktor yang perlu diketahui, yaitu ada yang bisa kita ubah dan yang tak bisa diubah. Sementara usia dan faktor genetik adalah hal mutlak, Dr. Tan meyakinkan bahwa gaya hidup sehat bisa mencegah kadar kolesterol tinggi.

“Kalau kita bisa mengendalikan 20 persen (asupan kolesterol) yang datang dari mulut, itu sudah cukup membantu,” katanya.

Jadi, salah satu caranya adalah dengan meal planning atau merencanakan makan. Saat pagi sebelum salat Idulfitri, cobalah untuk sarapan dengan makanan yang berkuah. Lalu, jika ingin mengonsumsi makanan bersantan setelah salat, makanlah yang baru dihidangkan karena santannya belum basi (tidak dihangatkan berulang-ulang) dan badan belum jenuh.

Kala bersilaturahmi, Dr. Tan menyarankan untuk memilih hidangan tak bersantan. Saat sudah malam, kembali ke makan pagi hari, yaitu hidangan berkuah. Kalau kita yang menyiapkan hidangan, pastikan hidangan (terutama yang bersantan) tersebut langsung habis tanpa harus dipanaskan lagi. Selain segar, hidangan bersantan jadi tetap sehat.

“Biasakan kalau memasak dengan santan, pastikan makanan tersebut sekali dihidangkan habis. Jika santan dihangatkan terus-menerus, maka bisa jadi lemak jenuh,” imbuh Dr. Tan.

Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!ilustrasi santan dalam mangkuk (commons.wikimedia.org/S Sepp)

Semua produk hewani yang berlemak pasti mengandung kolesterol. Banyak orang yang mengganti santan dengan susu. Menurut Dr. Tan, ini adalah salah kaprah yang umum karena santan tidak mengandung kolesterol, sementara susu justru mengandung kolesterol karena merupakan produk hewani.

Meski santan tidak salah, Dr. Tan menyarankan untuk membuat rencana makan. Tentukan hari-hari menggunakan santan. Yang menjadi masalah adalah saat kita mengonsumsi bahan-bahan berlemak terlalu banyak dan dalam jangka panjang.

Kita butuh lemak, tetapi lemak tidak sama dengan minyak. Kebanyakan kita sering melewatkan bahwa lemak yang sehat justru bisa hadir dalam bentuk yang tak menyerupai minyak.

“Kuning telur yang dikonsumsi pada pagi hari mengandung lemak, lo! Alpukat adalah buah berlemak. Ikan, seperti ikan kembung, tinggi omega-3 dan itu adalah lemak. Sebetulnya dalam makanan kita, konsentrasi lemak sudah ada, tetapi ditambahi santan atau minyak goreng,” ujar Dr. Tan.

7. Indonesia tidak kekurangan cara memasak

Pentingnya Menjaga Kolesterol kala Lebaran, Jangan Kalap!naniura, "sashimi" khas suku Batak (instagram.com/fotosek.panganane)

Indonesia tidak kekurangan rempah maupun teknik memasak. Pada dasarnya, Dr. Tan mengatakan bahwa teknik menggoreng yang sekarang umum digunakan di Tanah Air bukanlah asli dari Indonesia. Di masa modern ini, bahkan makin banyak penggunaan air fryer.

Meski tanpa minyak, gorengan tetap membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan tetap munculnya akrilamida dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), senyawa karsinogenik yang muncul saat protein dipanaskan di suhu tinggi hingga 200 derajat Celcius.

“Kalau cuma ditumis di atas wajan, masih bisa. Akan tetapi, kalau sampai deep-frying atau dipanggang di atas bara, ini jadi masalah,” ujar Dr. Tan.

Selain gorengan, Dr. Tan juga menyoroti perbedaan antara mentega dan margarin. Sementara mentega adalah produk hewani dari lemak susu dan bersifat jenuh, margarin adalah hasil teknologi pangan dari minyak nabati yang ditambahkan ion hidrogen. Sama-sama buruk, margarin termasuk lemak trans.

“Menurut WHO, per 2023, dunia harus mengeliminasi lemak trans di muka bumi… Lemak trans ini bisa memicu masalah metabolisme,” imbuh Dr. Tan.

"Jika kamu menyadari ada masalah pada gaya hidup dan preferensi makan, inilah saatnya berubah, there is no right way to do the wrong thing."

Dalam kesimpulannya, Dr. Tan sekaligus mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia juga mulai peduli terhadap kesehatan masyarakatnya. Salah satu usahanya adalah dengan meneken Instruksi Presiden (Inpres) no. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Hidup Sehat Masyarakat (GERMAS).

Dokter Tan memperingatkan bahwa GERMAS tidak boleh hanya jadi jargon saja, melainkan bagian dari gaya hidup. Bagaimana? Perbanyak konsumsi sayur dan buah, rutin check-up, dan olahraga secara teratur. Jika GERMAS diterapkan sejak muda, riwayat kesehatan tetap baik di kemudian hari.

“Tidak perlu takut dengan menu Lebaran, dan usahakan hidup sehat mulai dari sekarang. Agar bukan hanya jiwa yang fitri, melainkan tubuh juga ikut fitri,” pungkas Dr. Tan.

Baca Juga: Sayangi Jantung, Turunkan Trigliserida dengan 13 Cara Alami Ini

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya