Studi Kaitkan Infeksi Otak pada Pasien COVID-19 Anak

Kasus infeksi otak anak meningkat karena COVID-19

Pandemik COVID-19 sudah berlangsung hampir tiga tahun. Para ahli pun memiliki lebih banyak pengetahuan tentang penyakit baru ini. COVID-19 menyerang orang-orang dari berbagai lapisan usia tanpa pandang bulu dan terlepas dari status vaksinasi.

Meski awalnya dikaitkan dengan pernapasan, COVID-19 ternyata juga destruktif untuk otak. Studi terbaru menemukan bahwa akibat COVID-19, terjadi peningkatan infeksi otak pada pasien COVID-19 anak.

1. Tren infeksi otak pada anak di Amerika Serikat selama pandemik

Studi Kaitkan Infeksi Otak pada Pasien COVID-19 Anakilustrasi otak manusia (unsplash.com/Robina Weermeijer)

Selama dua tahun pertama pandemik COVID-19 di Amerika Serikat (AS), banyak layanan kesehatan anak yang melaporkan infeksi otak. Infeksi ini diketahui selama atau setelah infeksi SARS-CoV-2. Pada 2022, Helen DeVos Children's Hospital of Spectrum Health di Michigan melaporkan kenaikan kasus infeksi otak anak hingga 236 persen.

Kebanyakan kasus infeksi otak ini terlihat pada pasien bayi dan anak-anak di bawah usia 12 tahun. Selain itu, infeksi otak ini juga dikaitkan dengan berbagai patogen, seperti bakteri Streptococcus hingga dilarikan ke ICU atau butuh tindakan operasi. Banyak kasus tersebut terjadi setelah pasien bayi dan anak pulih dari COVID-19.

2. Melibatkan ratusan rumah sakit

Dimuat dalam Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) di bawah naungan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada awal Agustus 2022, penelitian yang dipimpin oleh Helen DeVos Children's Hospital of Spectrum Health ingin mengetahui apakah tren serupa juga terjadi di wilayah AS lainnya.

Penelitian ini menggunakan survei melalui Emergency Infections Network (EIN) yang mencakup sekitar 2.800 spesialis penyakit menular di Amerika Utara. Survei awal dikirimkan pada Februari 2022, mengenai apakah mereka melihat kenaikan infeksi otak atau infeksi Strep pada pasien usia di bawah 18 tahun selama dua tahun pertama pandemik.

Survei awal melibatkan sekitar 109 rumah sakit. Dari angka tersebut, sebanyak 47 rumah sakit (43 persen) melaporkan kenaikan jumlah kasus infeksi otak anak pada dua tahun pertama pandemik COVID-19.

Studi Kaitkan Infeksi Otak pada Pasien COVID-19 Anakilustrasi hasil pemindaian otak (pexels.com/Anna Shvets)

Lalu, survei lanjutan dilakukan terhadap 64 rumah sakit EIN. Dari angka tersebut, para peneliti mencatat delapan rumah sakit yang mewakili wilayah AS dan memiliki data kasus sebelum pandemik (Januari 2018–Januari 2020) dan dua tahun pertama pandemik COVID-19 di AS (Maret 2020–Maret 2022).

Saat awal pandemik, terjadi peningkatan infeksi otak, seperti abses intrakranial (100,9 persen) dan sinusitis yang diperparah abses intraktranial (76,7 persen). Selain itu, terjadi penurunan kasus selulitis orbital (-14,5 persen), sinusitis (-31,9 persen), mastoiditis (24,7 persen), dan mastoiditis yang diperparah abses intrakranial (116,7 persen).

Baca Juga: Studi: COVID-19 Tingkatkan Risiko Gangguan Otak

3. Hanya tren sementara?

Jadi, mengapa hal ini bisa terjadi pada dua tahun pertama pandemik? Para peneliti menduga bahwa bakteri di hidung, mulut, dan tenggorokan bisa menyebar ke otak seiring SARS-CoV-2 melemahkan sistem imun pasien anak.

"Ada hubungan rumit antara sistem imun dan bakteri yang tinggal di saluran pernapasan tersebut," ujar pemimpin penelitian tersebut, Dr. Rosemary M. Olivero, dilansir Medical Xpress.

Rosemary menambahkan bahwa infeksi bakteri umum, seperti pneumonia dan sinus, bisa terjadi setelah infeksi virus (dalam kasus ini, SARS-CoV-2). Katanya, kebanyakan kasus infeksi otak ini berasal dari sinus. Katanya, ini bisa saja hanya tren sementara.

Sementara ada banyak alasan mengapa ini bisa dikaitkan dengan COVID-19, tak sedikit juga alasan mengapa ini bukan dipicu COVID-19. Salah satunya adalah karena anak-anak tidak mendapatkan perawatan yang layak atau vaksinasi SARS-CoV-2 selama pandemik.

4. Anak mengeluh sakit kepala? Waspada!

Rosemary memperingatkan bahwa sakit kepala lazim terjadi di kalangan anak-anak. Namun, jika sakit kepala membandel dan tak lazim, orang tua harus waspada dan bergegas mencari pertolongan.

"Perilaku tidak lazim, demam tinggi tanpa sebab, semua hal yang perlu kita waspadai," ia menambahkan.

Insting orang tua seharusnya tidak pernah salah. Jika anak berperilaku tak lazim dan membuat khawatir, Rosemary menyarankan untuk segera bergegas ke dokter spesialis anak.

Studi Kaitkan Infeksi Otak pada Pasien COVID-19 Anakilustrasi vaksinasi anak (pexels.com/CDC)

Penelitian bertajuk "Notes from the Field: Increase in Pediatric Intracranial Infections During the COVID-19 Pandemic — Eight Pediatric Hospitals, United States, March 2020–March 2022" ini mencatat tiga kekurangan, yaitu:

  • Karena survei EIN bersifat sukarela, hasil infeksi otak tidak mewakili seluruh AS.
  • Karena tingkat respons rendah, bias respons bisa memengaruhi hasil.
  • Karena keterbatasan data yang terkumpul dan studi ini tak bisa menghasilkan hubungan kausalitas infeksi otak anak dan COVID-19.

Sementara studi ini belum bisa menghubungkan kausalitas infeksi otak dan COVID-19 anak, alangkah baiknya melindungi anak dari COVID-19.

"Penting untuk mempertimbangkan dampak COVID-19, dan pastinya kita ingin mencegah infeksi SARS-CoV-2 terhadap anak-anak dan orang dewasa. Jadi, jika sudah bisa menerima, vaksinasi amat penting," ujar Rosemary.

Selain vaksinasi, perawatan preventif lainnya juga penting. Memeriksakan anak secara rutin dan memastikan imunisasi anak tidak terlambat atau terlewat juga tak kalah penting di tengah pandemik COVID-19.

Baca Juga: 1 dari 7 Pasien COVID-19 Anak dan Remaja Berisiko Mengalami Long COVID

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya