TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jet Lag: Penyebab, Gejala, Faktor Risiko, Pengobatan, Pencegahan

Masalah tidur sementara setelah melakukan perjalanan pesawat

ilustrasi penumpang pesawat (unsplash.com/Gerrie van der Walt)

Jet lag adalah masalah tidur sementara yang bisa dialami seseorang yang melakukan perjalanan penerbangan yang panjang dan melintasi beberapa zona waktu. Kondisi ini merupakan respons tubuh dalam menyesuaikan diri dengan zona waktu yang baru.

Makin banyak zona waktu yang dilewati, makin besar pula kemungkinan terjadinya jet lag. Meski sifatnya sementara, tetapi kondisi bisa mengurangi kenyamanan liburan atau perjalanan bisnis seseorang.

1. Penyebab

ilustrasi penumpang pesawat duduk di kursi jendela (pexels.com/KM L)

Tubuh memiliki jam internal yang disebut dengan ritme sirkadian yang berfungsi memberi sinyal kepada tubuh kapan waktunya tidur dan terjaga. Jet lag terjadi karena jam tubuh tersebut masih sejalan dengan zona waktu asal atau sebelumnya, bukan zona waktu yang sekarang.

Berdasarkan sebuah studi berjudul “Effect of Aircraft-Cabin Altitude on Passenger Discomfort” dalam New England Journal of Medicine tahun 2007, dikatakan bahwa ketinggian kabin hingga 8.000 kaki dapat menurunkan oksigen dalam darah, membuat penumpang merasa tidak nyaman, dan memicu dehidrasi. Hal ini berpotensi meningkatkan gejala jet lag dan makin mengganggu ritme sirkadian dari sinkronisasi ulang.

2. Gejala

ilustrasi terbangun karena mimpi buruk (freepik.com/karlyukav)

Gejala jet lag bisa muncul sekitar 12 jam setelah tiba di lokasi yang baru dan gejalanya bisa bertahan hingga beberapa hari. Dilansir Healthline, gejala umumnya adalah:

  • Kelelahan
  • Rasa kantuk yang berlebihan
  • Insomnia atau sulit tidur
  • Menjadi mudah emosi
  • Merasa bingung
  • Lesu
  • Mengalami masalah gastrointestinal ringan seperti sakit perut dan diare

Meski kebanyakan orang hanya mengalami gejala ringan, tetapi sebagian lainnya mungkin mengalami gejala yang lebih parah seperti keringat dingin, muntah, dan demam. Bila gejala parah terjadi, mungkin orang tersebut terinfeksi virus, flu, atau takut akan ketinggian. Bila gejala parah berlangsung lebih dari 24 jam, sebaiknya periksa ke dokter.

Jet lag akan menyebabkan rasa kantuk berat yang acap kali sulit dikontrol. Di sisi lain, kondisi ini juga mengakibatkan seseorang sulit tidur. Ini dapat menurunkan kebugaran serta kewaspadaan tubuh. Karenanya, jangan mengemudi kendaraan bermotor saat mengalami jet lag karena dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

Baca Juga: Fluoxetine: Manfaat, Peringatan, Dosis, Interaksi, Efek Samping

3. Faktor risiko

ilustrasi usia tua (sleepfoundation.org)

Terdapat faktor risiko yang bisa menyebabkan gejala lebih parah atau bertahan lebih lama. Dilansir MedicineNet, faktor risiko tersebut termasuk:

  • Bepergian melintasi tiga zona waktu atau lebih: banyak orang yang sanggup menyesuaikan diri dengan cepat pada satu atau dua perubahan zona waktu. Namun, tiga atau lebih zona waktu akan meningkatkan kemungkinan jet lag serta memperburuk gejalanya.
  • Terbang ke timur: melakukan perjalanan dari barat menuju timur bisa berimbas pada penyesuaian yang lebih sulit.
  • Usia tua: makin tua usia seseorang, maka jet lag cenderung lebih lama dan sulit pulih.
  • Sering melakukan perjalanan: seseorang yang sering berpergian dengan pesawat seperti pilot, pramugari, atau pelancong bisnis yang sering berada di zona waktu berbeda mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri.
  • Kondisi yang sudah ada sebelumnya: sejumlah kondisi seperti kurang tidur, stres, dan kebiasaan tidur yang buruk sebelum bepergian berpotensi memperburuk gejala jet lag.
  • Kondisi penerbangan: perjalanan pesawat yang monoton, imobilitas dan tempat duduk yang sempit, makanan maskapai, ketinggian, dan tekanan kabin bisa memengaruhi gejala jet lag.
  • Alkohol: mengonsumsi alkohol yang berlebihan selama penerbangan panjang akan memperburuk gejala jet lag.

4. Kapan jet lag harus diperiksakan ke dokter?

ilustrasi sulit tidur karena jet lag (helpguide.org)

Durasi jet lag akan tergantung pada beberapa faktor, termasuk seberapa jauh seseorang bepergian, ritme unik tubuh orang tersebut, dan faktor kesehatan secara keseluruhan.

Sebagian besar orang akan merasa lebih baik dalam beberapa hari setelah tiba di tujuan, tetapi ada pula yang butuh waktu hingga satu minggu untuk kembali merasa bugar dan pulih sepenuhnya.

Gejala yang ringan umumnya tidak memerlukan perawatan medis, tetapi boleh saja menemui dokter kalau khawatir dengan gejala yang dirasakan atau jika merasa tubuh tidak menyesuaikan diri dengan lokasi baru sebagaimana mestinya. Temui dokter jika gejala jet lag tidak kunjung hilang atau memburuk lebih dari satu minggu setelah bepergian.

5. Pengobatan

ilustrasi mendapatkan sinar matahari (makersnutrition.com)

Hingga saat ini belum ada obat untuk jet lag. Walau begitu, sebagian besar gejala bisa diatasi secara mandiri. Dilansir Cleveland Clinic, beberapa cara untuk mempercepat pemulihan bisa meliputi:

  • Mendapatkan sinar matahari: berjemurlah guna meningkatkan kewaspadaan tubuh. Cahaya akan membantu tubuh mengenali waktu untuk bangun dari tidur. Selain memanfaatkan sinar matahari, sumber cahaya buatan seperti lampu juga dapat digunakan.
  • Sesuaikan jadwal tidur dan bangun: segera sesuaikan jadwal tidur dan bangun di tempat yang baru agar gejala jet lag dapat cepat diatasi.
  • Fokus untuk mendapatkan tidur yang berkualitas: tidurlah di pesawat sebisa mungkin agar tubuh mampu menyesuaikan diri lebih cepat dengan zona waktu yang baru.
  • Hindari makanan baru: konsumsilah makanan yang familier atau tidak asing bagi tubuh setidaknya untuk satu atau dua hari.
  • Minum banyak air: ini dapat mengurangi risiko dehidrasi setelah menempuh penerbangan panjang. Minumlah air putih dan hindari kafein serta alkohol, karena keduanya dapat menyebabkan dehidrasi.

Baca Juga: Waldenstrom Makroglobulinemia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya