TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Makanan Fermentasi Bisa Cegah Bau Mulut

Makanan probiotik dapat tingkatkan kesehatan pencernaan

ilustrasi Greek yogurt (freepik.com/Racool_studio)

Bau mulut, atau yang disebut dengan halitosis, bisa menjadi masalah kesehatan yang serius. Bau mulut yang tidak sedap bisa menjadi indikasi masalah kesehatan serius, seperti ketoasidosis, bronkiektasis, atau obstruksi usus.

Halitosis dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari kebersihan mulut, makanan, hingga penyakit yang mendasarinya. Dalam penelitian baru yang dipublikasikan dalam jurnal BMJ Open, para peneliti melakukan analisis terhadap penggunaan probiotik, yang terkandung dalam beberapa makanan dan minuman fermentasi, dalam mengatasi halitosis.

1. Melibatkan tujuh studi yang berkaitan

Ilustrasi Penelitian Ilmiah (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam studi ini, para peneliti menggunakan metaanalisis terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Para peneliti awalnya mengidentifikasi 130 studi untuk dianalisis, tetapi akhirnya menampi kumpulan tersebut menjadi hanya tujuh studi.

Penelitian ini dilakukan dalam database terindeks hingga Februari 2021. Uji coba terkontrol acak yang membandingkan efek probiotik dan plasebo pada hasil primer dan hasil sekunder dimasukkan dalam analisis ini. Ekstraksi data dan penilaian kualitas dilakukan secara independen oleh dua reviewer.

Baca Juga: Studi: Aktivitas Seksual Bisa Picu Serangan Asma

2. Dapat meredakan halitosis dalam jangka pendek

ilustrasi bau mulut (unsplash.com/Sander Meyer)

Para peneliti mendapatkan hasil yang cukup menarik dari analisis yang telah dilakukan. Menurut hasil penelitian ini, probiotik seperti Lactobacillus salivarius, Lactobacillus reuteri, Streptococcus salivarius, dan Weissella cibaria dapat meredakan halitosis dalam jangka pendek (kurang dari 4 minggu). 

Walaupun penderita halitosis mendapatkan hasil yang positif dalam jangka waktu singkat, tetapi para peneliti masih belum bisa memastikan apakah probiotik yang menjadi penyebabnya. Data yang masih terbatas dan heterogenitas uji klinis yang disertakan menjadi faktor ketidakpastian kesimpulan.

Baca Juga: Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya