Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?

Risiko anovulasi lebih tinggi pada orang dengan diabetes

Diabetes dapat memengaruhi perubahan tidak biasa terhadap siklus menstruasi seseorang. Demikian pula perubahan hormonal yang terjadi sepanjang siklus menstruasi dapat memengaruhi kondisi diabetes seseorang.

Bagaimana diabetes dapat memengaruhi siklus menstruasi? Simak jawabannya di bawah ini.

Pengaruh diabetes terhadap siklus menstruasi

Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?ilustrasi diabetes (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Orang dengan diabetes mungkin memiliki peningkatan risiko mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur atau tidak terduga.

Diabetes tipe 1 seharusnya tidak memengaruhi keteraturan siklus menstruasi atau beratnya menstruasi seseorang. Konon, ketidakteraturan menstruasi terkadang bisa terjadi dengan kondisi ini.

Menstruasi dapat dimulai kapan saja sepanjang masa pubertas, tetapi usia rata-rata adalah 12 tahun. Diabetes tipe 1 seharusnya tidak memengaruhi usia saat seseorang mengalami menstruasi pertama. Namun, menurut laporan dalam jurnal Diabetes Care tahun 2013, ada beberapa laporan tentang periode pertama pada penderita diabetes tipe 1.

Meskipun demikian, selama orang tersebut tidak kekurangan berat badan dan mampu mengelola diabetes tipe 1 dengan baik, mereka tidak akan mengalami keterlambatan dalam memulai menstruasi.

Orang-orang dengan diabetes tipe 2 mengalami peningkatan risiko anovulasi (ketiadaan ovulasi). Ini terjadi ketika ovarium tidak melepaskan sel telur ke tuba falopi. Saat ini tejradi, seseorang tidak akan mengalami menstruasi.

Meski risiko anovulasi lebih tinggi pada penderita diabetes, tetapi tidak semua penderita diabetes akan mengalaminya.

Siklus menstruasi yang tidak teratur bisa meningkatkan risiko diabetes?

Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?ilustrasi siklus menstruasi (freepik.com/freepik)

Mungkin ada hubungan antara siklus menstruasi yang tidak teratur dan risiko terkena diabetes tipe 2. Studi berskala besar dalam jurnal JAMA Network Open tahun 2020 melibatkan 75.546 perempuan, menyelidiki kemungkinan hubungan antara disfungsi siklus menstruasi dan perkembangan diabetes tipe 2.

Studi tersebut menemukan bahwa orang-orang yang mengalami siklus menstruasi yang panjang atau tidak teratur pada masa remaja dan dewasa lebih mungkin mengembangkan diabetes tipe 2 daripada mereka yang mengalami siklus menstruasi yang teratur.

Menurut para peneliti, ketidakseimbangan hormon dapat memainkan peran penting dalam hubungan antara siklus menstruasi yang tidak teratur dan perkembangan diabetes tipe 2. Siklus menstruasi yang panjang dan tidak teratur merupakan indikator kuat dari peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia). Ini dapat memicu rangkaian kejadian yang pada akhirnya memperburuk resistansi insulin, kondisi saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah secara efektif.

Dalam penelitian ini, beberapa faktor risiko diabetes tipe 2 lainnya termasuk:

  • Mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
  • Tidak aktif secara fisik.
  • Pola makan berkualitas rendah.

Baca Juga: Orang yang Obesitas Berisiko Mengalami Diabetes, Ini Alasannya

Kaitan antara glukosa, insulin, dan siklus menstruasi

Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?ilustrasi diabetes (freepik.com/xb100)

Selama siklus menstruasi, perubahan hormon dapat memengaruhi kadar insulin dan glukosa darah. Setelah ovulasi, seseorang memasuki paruh kedua siklus menstruasi, yang disebut fase luteal dari siklus menstruasi. Fase ini ditandai dengan peningkatan hormon progesteron.

Peningkatan kadar progesteron dapat menyebabkan resistansi insulin sementara, yang oleh para ahli disebut sebagai resistensi insulin fase luteal.

Studi dalam jurnal Diabetes Care tahun 2013 yang melibatkan enam perempuan dengan diabetes tipe 1 menemukan bahwa kadar glukosa darah lebih tinggi selama fase luteal dari siklus menstruasi.

Selain itu, beberapa orang dengan diabetes tipe 1 mungkin mengalami kadar glukosa darah yang lebih rendah pada awal menstruasi. Mereka mungkin perlu mengubah asupan insulin. Kadar glukosa darah biasanya kembali normal setelah menstruasi selesai.

Diabetes dan PCOS

Benarkah Diabetes Bisa Memengaruhi Siklus Menstruasi?ilustrasi perempuan dengan PCOS (pexels.com/cottonbro)

Sindrom ovarium polikistik (PCOS) adalah suatu kondisi yang ditandai dengan ketidakseimbangan hormon reproduksi. Orang dengan PCOS memiliki kadar hormon androgen yang lebih tinggi, yang dapat mencegah ovulasi.

Beberapa gejala PCOS antara lain:

  • Periode tidak teratur.
  • Penambahan berat badan atau kesulitan menurunkan berat badan.
  • Jerawat.
  • Kelebihan rambut di wajah atau tubuh.
  • Penipisan rambut di kulit kepala.
  • Penggelapan kulit di sekitar leher, payudara, dan selangkangan.
  • Skin tag di daerah ketiak atau leher.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Ameriks Serikat (CDC), orang dengan PCOS sering mengalami resistansi insulin, yang meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Risiko ini makin meningkat jika orang tersebut juga memiliki kelebihan berat badan atau obesitas.

Lebih dari separuh orang dengan PCOS mengembangkan diabetes tipe 2 saat mencapai usia 40 tahun. Orang dengan PCOS dapat mengurangi risiko ini dengan mempertahankan berat badan sedang lewat pengaturan pola makan dan rutin olahraga.

Siklus menstruasi yang teratur dan dapat diprediksi merupakan indikator penting kesehatan. Karena itu, seseorang harus menghubungi dokter jika mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur atau perubahan yang tidak biasa pada siklus menstruasinya.

Temui dokter apabila mengalami gejala-gejala berikut ini:

  • Tidak menstruasi selama lebih dari tiga bulan.
  • Periode menstruasi berat dengan gumpalan darah besar yang berlangsung selama 5–7 hari.
  • Pendarahan antara periode menstruasi.

Kalau kamu memiliki diabetes dan kesulitan untuk mengontrol kadar glukosa selama fase tertentu dari siklus menstruasi, konsultasikan dengan dokter. Kamu mungkin perlu melacak kadar glukosa darah selama siklus menstruasi agar dapat mendeteksi pola apa pun dalam kesehatan secara keseluruhan.

Baca Juga: Stigma Menstruasi, Ini Dampak Buruknya pada Perempuan

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya