HIV pada Anak dan Remaja: Penyebab, Gejala, Pengobatan 

HIV bisa serang siapa, termasuk bayi, anak-anak, dan remaja

Human immunodeficiency virus (HIV), virus yang menyebabkan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), dapat menyerang siapa saja. Ini termasuk bayi, anak-anak, dan remaja.

Sejak HIV pertama kali menjadi epidemi pada 1980-an, ada kemajuan besar dalam pengobatan dan tingkat kelangsungan hidup. Akan tetapi, infeksi HIV yang tidak diobati sering berkembang menjadi AIDS, yang akhirnya menyebabkan penyebab parah dan kematian.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 1,8 juta anak usia 0–14 tahun hidup dengan HIV pada akhir 2019, dan 150.000 anak baru terinfeksi. Diperkirakan 100.000 anak meninggal karena penyakit terkait AIDS.

Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas terkait HIV di antara populasi yang sangat rentan ini, tes dan pengobatan dini sangat penting. Tanpa akses ke tes dan pengobatan, 50 persen anak dengan HIV akan meninggal pada usia 2 tahun, dan 80 persen tidak akan hidup sampai ulang tahun kelima mereka.

1. Penyebab HIV pada anak dan remaja

Dilansir Stanford Medicine, berikut ini adalah beberapa cara penyebaran virus HIV:

  • Transmisi vertikal: HIV dapat menyebar ke bayi yang lahir, atau disusui oleh ibu yang terinfeksi virus.
  • Kontak seksual: Pada orang dewasa dan remaja, HIV paling sering menyebar melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi. Virus masuk ke dalam tubuh melalui lapisan vagina, vulva, penis, rektum, atau jaringan yang terkelupas atau teriritasi di lapisan mulut melalui aktivitas seksual.
  • Kontaminasi darah: HIV juga dapat menyebar melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Namun, karena skrining darah yang didonorkan untuk bukti infeksi HIV, risiko tertular HIV dari transfusi darah sangat rendah.
  • Jarum: HIV sering menyebar dengan berbagi jarum suntik, alat suntik, atau peralatan penggunaan narkoba dengan seseorang yang terinfeksi virus. Penularan dari pasien ke petugas kesehatan, atau sebaliknya, melalui tusukan yang tidak disengaja dengan jarum yang terkontaminasi atau peralatan medis lainnya, jarang terjadi.

Tidak ada kasus HIV/AIDS yang diketahui telah menyebar dengan cara ini:

  • Air liur.
  • Keringat.
  • Air mata.
  • Kontak biasa, seperti berbagi peralatan makan, handuk, dan tempat tidur.
  • Kolam renang.
  • Telepon.
  • Dudukan toilet.
  • Gigitan serangga (seperti nyamuk).

2. Gejala

HIV pada Anak dan Remaja: Penyebab, Gejala, Pengobatan ilustrasi pertumbuhan anak yang lambat (pexels.com/Craig Adderley)

Gejala infeksi HIV bervariasi tergantung pada usia anak. Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari infeksi HIV, tetapi setiap bayi, anak, atau remaja mungkin mengalami gejala yang berbeda. Gejalanya mungkin termasuk:

Pada bayi

Status HIV mungkin sulit ditentukan pada tahun pertama anak, sehingga tes berulang dapat dilakukan. Gejalanya mungkin termasuk:

  • Gagal untuk berkembang: Tertundanya pertumbuhan fisik dan perkembangan yang dibuktikan dengan kenaikan berat badan yang buruk dan pertumbuhan tulang.
  • Perut bengkak yang diakibatkan oleh pembengkakan hati dan limpa.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Diare intermiten, diare yang bisa datang dan pergi.
  • Pneumonia.
  • Kandidiasis oral: Infeksi jamur di mulut yang ditandai dengan bercak putih di pipi dan lidah. Lesi ini mungkin menyakitkan bagi bayi.

Anak-anak

Gejala yang terlihat pada anak di atas usia 1 tahun dapat dibagi menjadi tiga kategori berbeda, dari ringan hingga berat. Mungkin termasuk gejala-gejala yang disebabkan di atas, tetapi mungkin termasuk di bawah ini:

1. Gejala ringan

  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Pembengkakan kelenjar parotis (kelenjar ludah yang terletak di depan telinga).
  • Infeksi sinus yang konstan atau berulang.
  • Infeksi telinga yang konstan atau berulang.
  • Dermatitis, yaitu gatal dan ruam pada kulit.
  • Pembengkakan perut akibat peningkatan ukuran hati dan limpa.

2. Gejala moderat

  • Pneumonitis, yaitu pembengkakan dan peradangan jaringan paru-paru.
  • Kandidiasis oral yang berlangsung lebih dari dua bulan.
  • Diare yang konstan atau berulang.
  • Demam yang berlangsung lebih dari satu bulan.
  • Hepatitis, yaitu peradangan hati yang sering disebabkan oleh infeksi.
  • Cacar air yang rumit.
  • Penyakit ginjal.

3. Gejala berat

  • Dua infeksi bakteri serius dalam periode dua tahun (meningitis, infeksi darah, atau pneumonia).
  • Infeksi jamur yang terjadi di saluran pencernaan atau paru-paru.
  • Ensefalopati atau radang otak.
  • Tumor atau lesi ganas.
  • Pneumocystis jiroveci pneumonia (jenis pneumonia yang paling sering terlihat pada HIV).

Remaja

Gejala HIV pada remaja mungkin sama seperti pada anak-anak, dan mungkin juga lebih mirip dengan gejala yang biasa terlihat pada orang dewasa yang positif HIV. 

Beberapa remaja dan orang dewasa dapat mengembangkan penyakit seperti flu dalam satu atau dua bulan setelah terpapar virus HIV, meskipun banyak orang tidak mengalami gejala sama sekali saat pertama kali terinfeksi.

Selain itu, gejala yang muncul, yang biasanya hilang dalam waktu seminggu hingga sebulan, sering disalahartikan sebagai infeksi virus lain. Gejala mungkin termasuk:

  • Demam.
  • Sakit kepala.
  • Malaise (tidak enak badan).
  • Pembesaran kelenjar getah bening.

Gejala yang persisten atau parah mungkin tidak muncul selama 10 tahun atau lebih, setelah infeksi HIV pertama kali memasuki tubuh pada remaja dan orang dewasa. Periode infeksi "tanpa gejala" ini sangat bervariasi dari orang ke orang. Namun, selama periode tanpa gejala, HIV secara aktif menginfeksi dan membunuh sel-sel sistem kekebalan. Efeknya yang paling jelas adalah penurunan kadar sel CD4+ dalam darah (juga disebut sel T4)—penangkal infeksi utama sistem kekebalan tubuh. Virus awalnya menonaktifkan atau menghancurkan sel-sel ini tanpa menimbulkan gejala.

Seorang anak yang terinfeksi HIV biasanya didiagnosis dengan AIDS ketika sistem kekebalan menjadi rusak parah atau jenis infeksi lain terjadi. Ketika sistem kekebalan memburuk, komplikasi mulai berkembang.

Inilah beberapa komplikasi umum, atau gejala dari timbulnya AIDS, tetapi setiap anak mungkin mengalami gejala yang berbeda. Gejalanya mungkin termasuk:

  • Kelenjar getah bening yang tetap membesar selama lebih dari tiga bulan.
  • Kekurangan energi.
  • Penurunan berat badan.
  • Sering demam dan berkeringat.
  • Infeksi jamur yang persisten atau sering (oral atau vagina).
  • Ruam kulit yang persisten atau kulit terkelupas.
  • Penyakit radang panggul yang tidak merespons pengobatan.
  • Kehilangan memori jangka pendek.
  • Infeksi berat atau tidak biasa (infeksi oportunistik).

Beberapa orang mengalami infeksi herpes yang sering dan parah yang menyebabkan luka mulut, genital, atau dubur, atau reaktivasi cacar air yang dikenal sebagai herpes zoster.

Gejala infeksi HIV mungkin menyerupai kondisi medis lainnya. Selalu konsultasikan dengan dokter anak untuk diagnosis akurat.

3. Diagnosis

Menurut American Academy of Pediatrics, biasanya darah atau cairan mulut digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV. Ada beberapa jenis tes yang tersedia:

  • Tes asam nukleat (NAT): Tes ini menggunakan darah untuk memeriksa seberapa banyak virus dalam tubuh.
  • Tes antigen/antibodi: Antigen adalah zat asing (seperti virus, bakteri, atau serbuk sari) yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh bereaksi. Saat terpapar virus seperti HIV, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi untuk melawannya. Pada HIV, antigen spesifik disebut p24. Itu muncul bahkan sebelum antibodi muncul. Tes darah ini mencari antibodi HIV dan p24.
  • Tes antibodi: Tes ini menggunakan cairan mulut atau darah untuk mencari antibodi HIV. Tes mandiri dan tes paling cepat untuk HIV adalah tes antibodi.

Semua remaja berusia 15 tahun ke atas dianjurkan untuk mendapatkan setidaknya satu skrining HIV rutin. Setelah skrining pertama, remaja yang aktif secara seksual harus diskrining untuk HIV setidaknya setiap tahun. Jika berisiko tinggi, mereka bahkan mungkin perlu diuji setiap 3 hingga 6 bulan dan bisa mendapatkan konseling risiko dari dokter anak.

Remaja yang berisiko tinggi untuk HIV dapat diresepkan pil pencegahan sekali sehari dengan dua obat yang digunakan untuk mengobati HIV. Mereka yang berisiko tinggi termasuk laki-laki yang melakukan kontak seksual dengan laki-laki; pengguna narkoba suntik aktif, remaja waria; perempuan dan laki-laki yang memiliki pasangan seksual yang terinfeksi HIV atau pengguna narkoba suntikan; menukar seks untuk obat-obatan atau uang; atau remaja yang telah didiagnosis atau meminta pengujian untuk penyakit menular seksual lainnya.

Apabila setelah dites hasilnya positif HIV, anak harus segera memulai pengobatan dan untuk remaja yang sudah memiliki pasangan seksual, pasangannya itu harus diberi tahu.

Baca Juga: Tes HIV: Jenis, Prosedur, Manfaat, Hasil, Kerahasiaan

4. Pengobatan

HIV pada Anak dan Remaja: Penyebab, Gejala, Pengobatan ilustrasi obat terapi antiretroviral atau ARV (commons.wikimedia.org/NIAID)

Walaupun HIV tidak bisa dihilangkan, tetapi kondisi ini dapat diobati dan dikelola secara efektif. Saat ini, banyak anak dan orang dewasa dengan HIV berumur panjang dan hidup sehat.

Perawatan utama untuk anak-anak sama dengan orang dewasa: yaitu terapi antiretroviral (ARV). Terapi ARV dan obat-obatan membantu mencegah perkembangan dan penularan HIV.

Perawatan untuk anak memerlukan beberapa pertimbangan khusus. Usia, pertumbuhan, dan tahap perkembangan semuanya penting dan harus dinilai kembali seiring perkembangan anak melalui pubertas dan menjadi dewasa.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan termasuk:

  • Keparahan infeksi HIV.
  • Risiko perkembangan penyakit.
  • Penyakit terkait HIV sebelumnya dan saat ini.
  • Toksisitas jangka pendek dan jangka panjang.
  • Efek samping.
  • Interaksi obat.

Sebuah tinjauan sistematis dalam publikasi Cochrane tahun 2014 menemukan bahwa memulai terapi ARV segera setelah lahir meningkatkan rentang hidup bayi, mengurangi penyakit serius, dan mengurangi kemungkinan HIV berkembang menjadi AIDS.

Terapi ARV melibatkan kombinasi setidaknya tiga obat ARV yang berbeda.

Saat memilih obat mana yang akan digunakan, dokter akan mempertimbangkan kemungkinan resistansi obat, yang akan memengaruhi pilihan pengobatan di masa depan. Obat mungkin harus disesuaikan dari waktu ke waktu.

Salah satu elemen kunci untuk keberhasilan terapi ARV adalah kepatuhan terhadap rangkaian pengobatan. Menurut WHO, dibutuhkan kepatuhan lebih dari 95 persen untuk menekan virus secara berkelanjutan.

Kepatuhan berarti minum obat persis seperti yang ditentukan. Ini mungkin sulit bagi anak-anak, terutama jika mereka kesulitan menelan pil atau ingin menghindari efek samping yang tidak menyenangkan. Untuk mengatasinya, beberapa obat tersedia dalam bentuk cair atau sirop agar lebih mudah dikonsumsi oleh anak kecil.

Orang tua dan pengasuh anak juga perlu bekerja sama dengan dokter. Dalam beberapa kasus, konseling keluarga mungkin bermanfaat bagi semua orang yang terlibat.

Remaja yang hidup dengan HIV mungkin juga membutuhkan:

  • Konseling dan kelompok pendukung kesehatan mental.
  • Konseling kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi, kebiasaan seks yang sehat, dan kehamilan.
  • Pengujian untuk penyakit menular seksual.
  • Skrining penggunaan zat.
  • Dukungan untuk transisi yang lancar ke layanan kesehatan dewasa.

Penelitian tentang HIV pediatrik sedang berlangsung. Pedoman pengobatan mungkin sering diperbarui.

Pastikan untuk memberi tahu dokter anak tentang gejala baru atau yang berubah, serta efek samping pengobatan. Jangan pernah ragu untuk bertanya tentang kesehatan dan pengobatan anak.

5. Vaksinasi dan HIV

Meskipun uji klinis sedang berlangsung, tetapi sampai saat ini tidak ada vaksin yang disetujui untuk mencegah atau mengobati HIV. Akan tetapi, karena HIV dapat mempersulit tubuh melawan infeksi, anak-anak dan remaja yang HIV positif harus mendapat vaksinasi untuk penyakit lain. 

Vaksin hidup dapat memicu respons kekebalan. Jadi, jika tersedia, orang dengan HIV harus mendapat vaksin yang tidak aktif. Dokter dapat memberi tahun tentang waktu dan spesifikasi vaksin lainnya. Ini mungkin termasuk:

  • Varisela (cacar air, herpes zoster).
  • Hepatitis B.
  • Human papillomavirus (HPV).
  • Influenza.
  • Campak, gondongan, dan rubela (MMR)
  • Meningitis meningokokus.
  • Pneumonia.
  • Polio.
  • Tetanus, difteri, dan pertusis (Tdap).
  • Hepatitis A.

Saat bepergian ke luar negeri, vaksin lain, seperti yang melindungi dari kolera atau demam kuning, mungkin juga disarankan. Bicaralah dengan dokter anak jauh sebelum melakukan perjalanan internasional.

6. Pencegahan

HIV pada Anak dan Remaja: Penyebab, Gejala, Pengobatan ilustrasi remaja yang mengonsumsi terapi antiretroviral (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Untuk pasangan HIV positif dan merencanakan kehamilan, sebaiknya diskusikan diagnosis dengan dokter. Dokter dapat membantu mengembangkan rencana untuk mengurangi risiko penularan HIV saat persalinan.

Jika ibu hamil hidup dengan HIV, maka risiko bayi terkena HIV bisa secara dramatis dikurangi dengan terapi ARV selama kehamilan dan kelahiran. Penting juga bagi bayi untuk minum obat ARV untuk waktu yang singkat.

Di beberapa negara, pemberian susu formula direkomendasikan jika ibu memiliki HIV. Ini dapat mengurangi risiko penularan HIV ke bayi lewat ASI.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam kaitannya dengan pandemi HIV di seluruh dunia, pendekatan negara maju yang menghilangkan sama sekali paparan melalui ASI ternyata tidak dapat diterapkan di negara berkembang dan miskin karena peningkatan angka kematian yang berhubungan dengan pemberian susu formula yang tidak aman.

Penelitian MASHI di Botswana dan PEPI di Malawi menunjukkan bahwa kebijakan pemberian susu formula sebagai upaya pencegahan penularan HIV memang berefek menurunkan angka penularan vertikal akan, tetapi di sisi lain menyebabkan angka kematian bayi lebih tinggi karena tidak disertai dukungan kebijakan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar akan air bersih. Demikian pula halnya bila ASI diberikan dalam waktu yang pendek. Jadi, sebaiknya bicarakan dengan dokter tentang rencana menyusui bayi pada ibu yang HIV positif.

Mencegah HIV pada masa remaja

Jika anak remaja aktif secara seksual, mereka dapat mengurangi risiko tertular HIV dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks vaginal atau anal.

Mengutip Raising Children Network, orang tua dan pengasuh dapat mengurangi risiko anak terkena HIV dengan memastikan anak memiliki:

  • Edukasi akurat tentang praktik seksual yang aman.
  • Akses kondom.
  • Akses ke saran tepercaya tentang seksualitas dan kesehatan seksual dari dokter umum atau profesional kesehatan lainnya, jika anak merasa tidak nyaman berbicara dengan orang tua atau pengasuh.

Jika anak ingin mendapatkan tato atau tindik, mereka dapat mengurangi risiko tertular HIV dengan tidak berbagi jarum yang digunakan untuk tindik dan tato. Carilah ahli tato atau penindik yang aman dan profesional.

Jika khawatir anak menggunakan obat intravena, orang tua bisa mulai dengan berbicara dengan dokter umum, konselor sekolah anak atau staf sekolah lainnya untuk sumber daya dan pilihan dukungan. Anak dapat mengurangi risikonya dengan tidak berbagi jarum suntik.

Itulah informasi seputar HIV pada anak dan remaja. Tumbuh dengan HIV dapat menghadirkan banyak tantangan bagi anak-anak dan orang tua. Namun, menjalani terapi ARV dan memiliki support system yang kuat dapat membantu anak-anak dan remaja untuk hidup sehat dan berkualitas.

Baca Juga: PrEP Sangat Efektif Cegah HIV dengan Tingkat Kesuksesan 90 Persen

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya