Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Darah Haid Jadi Masker Wajah, Berisiko atau Bermanfaat?

Seorang perempuan menggunakan sheet mask berwarna merah.
ilustrasi sheet mask (pexels.com/Monstera Production)
Intinya sih...
  • Tren menstrual masking alias menjadikan darah haid menjadi masker wajah tidak didukung oleh bukti ilmiah sebagai perawatan kulit.
  • Darah haid berpotensi terkontaminasi bakteri, sehingga ini bukan bahan skincare ideal.
  • Untuk perawatan kulit yang aman dan terbukti, sains dan dermatologi tetap menjadi pilihan terbaik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tren kecantikan terus berubah. Ada yang memang inovatif dan bermanfaat, tetapi ada juga yang kontroversial dan bikin kamu memicingkan mata. Contohnya adalah tren menstrual masking, yang melibatkan pengolesan darah menstruasi ke kulit, khususnya wajah, sebagai perawatan DIY yang digadang-gadang bernilai spiritual dan menyembuhkan.

Di media sosial, tagar seperti #periodfacemask telah ditonton berkali-kali. Terkait ini, banyak unggahan memperlihatkan orang mengoleskan darah haid ke wajah, membiarkannya beberapa menit, lalu membilasnya. Tidak ada aturan baku soal jumlah darah atau durasi pemakaian. Sebagian menggambarkannya sebagai praktik yang memberdayakan, bahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap tubuh dan feminitas leluhur. Namun, bagaimana pandangan medis? Apa ada bukti ilmiah yang mendukung manfaatnya?

Belum ada bukti ilmiah yang mendukung pemakaian darah haid sebagai perawatan kulit topikal

Para pendukung praktik menstrual masking menyebut bahwa darah haid mengandung sel punca, protein, serta sitokin yang dapat meremajakan kulit. Sayangnya, belum ada bukti ilmiah yang mendukung pemakaian darah menstruasi sebagai perawatan kulit topikal.

Namun, ada beberapa studi yang menyebut bahwa plasma darah dari darah menstruasi bisa mempercepat penyembuhan luka secara signifikan. Dalam uji laboratorium, luka yang diberi plasma menstruasi menunjukkan perbaikan 100 persen dalam 24 jam, dibanding 40 persen pada plasma darah biasa. Hal ini diduga berasal dari protein aktif dan molekul bioaktif khas dalam darah menstruasi—materi yang sama yang memungkinkan rahim memperbaiki diri setiap bulan.

Kini peneliti menjajaki potensi meniru komposisi darah haid untuk mengobati luka kronis. Sel punca dari darah menstruasi juga menjadi subjek riset regeneratif, menumbuhkan harapan baru bagi terapi medis di masa depan.

Menstrual masking berisiko bagi kesehatan, dan ini berbeda dengan "vampire facial"

Darah menstruasi dalam menstrual cup.
ilustrasi darah haid atau darah menstruasi (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pendukung menstrual masking kerap menyamakan praktik ini dengan vampire facial, yaitu prosedur kecantikan yang populer di kalangan pesohor. Namun, keduanya sangat berbeda.

Vampire facial menggunakan platelet-rich plasma (PRP), yaitu plasma kaya akan trombosit yang diambil dari darah pasien itu sendiri, lalu disuntikkan kembali ke kulit dalam kondisi steril. Sementara itu, pada menstrual masking, darah menstruasi merupakan campuran kompleks antara darah, jaringan rahim, sekresi vagina, hormon, dan protein. Saat melewati saluran vagina, darah berpotensi terkontaminasi bakteri maupun jamur, termasuk Staphylococcus aureus, mikroba yang bisa menyebabkan infeksi kulit.

Lebih jauh, darah haid juga bisa membawa risiko penularan infeksi menular seksual (IMS) jika dioleskan ke kulit yang iritasi atau terluka. Tanpa proses sterilisasi, darah haid bukan bahan ideal untuk diaplikasikan sebagai masker.

Menstrual masking duduk di perbatasan antara afirmasi tubuh, ritual budaya, dan pseudoscience. Banyak yang melihatnya sebagai cara menantang stigma menstruasi dan merayakan tubuh mereka. Namun, bagi komunitas medis, ini merupakan praktik eksperimental yang berisiko.

Walaupun darah hair mungkin punya potensi biologis yang menarik, tetapi penggunaan aman dan efektifnya seharusnya terjadi dalam lingkungan medis yang dikontrol, bukan di kamar mandi. Ingat, tidak semua tren kecantikan layak diikuti. Untuk perawatan kulit yang aman dan terbukti, sains dan dermatologi tetap menjadi pilihan terbaik.

Referensi

"'Menstrual Masking' Is Going Viral, But Is It Really That Good For Your Skin?" Science Alert. Diakses November 2025.

Kirstin Tindal et al., “The Composition of Menstrual Fluid, Its Applications, and Recent Advances to Understand the Endometrial Environment: A Narrative Review,” F&S Reviews 5, no. 3 (May 24, 2024): 100075, https://doi.org/10.1016/j.xfnr.2024.100075.

Farzamfar S, et al., "Promotion of excisional wound repair by a menstrual blood-derived stem cell-seeded decellularized human amniotic membrane." Biomed Eng Lett. 2018 Sep 11;8(4):393-398. doi: 10.1007/s13534-018-0084-1. PMID: 30603224; PMCID: PMC6209087.

Hossein Faramarzi et al., “The Potential of Menstrual Blood-Derived Stem Cells in Differentiation to Epidermal Lineage: A Preliminary Report,” January 1, 2016, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4904135/.

"Is platelet-rich plasma the secret to younger-looking skin?" American Academy of Dermatology Association. Diakses November 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Fakta Terapi TENS untuk Pengobatan Nyeri

18 Nov 2025, 23:16 WIBHealth