Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Jenis kanker darah yang memengaruhi limfosit

Leukemia limfositik kronis atau chronic lymphocytic leukimia (CLL) adalah jenis kanker darah yang memengaruhi sel darah putih yang disebut limfosit. Limfosit memainkan peran penting dalam sistem kekebalan tubuh, dengan membantu tubuh melawan infeksi. Mereka dibuat di sumsum tulang.

Pada pasien CLL, tubuhnya memproduksi limfosit abnormal yang tidak berfungsi dengan baik dan tumbuh terlalu cepat. CLL dimulai di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke darah. Nantinya, penyakit ini bisa menyebar ke kelenjar getah bening, dan organ lain termasuk paru-paru, limpa, dan hati.

1. Penyebab

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi sel kanker (freepik.com/kjpargeter)

CLL terjadi ketika limfosit  yang sehat di sumsum tulang bermutasi atau berubah menjadi sel kanker yang berkembang biak dan mengeluarkan sel darah dan trombosit yang sehat.

Para ahli belum mengetahui apa yang memicu perubahan tersebut, tetapi mereka telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko. Ini termasuk:

  • Riwayat keluarga: Orang-orang yang memiliki kerabat dekat (seperti orang tua, saudara kandung, atau anak-anak) yang mengidap CLL memiliki kemungkinan dua hingga empat kali lebih besar untuk memilikinya juga.
  • Usia: CLL merupakan jenis leukemia paling umum pada orang dewasa. Rata-rata orang berusia 71 tahun ketika didiagnosis keganasan ini.
  • Ras: Orang kulit putih lebih mungkin terkena CLL daripada ras lain.
  • Jenis kelamin: Laki-laki dua kali lebih mungkin terkena CLL daripada perempuan.
  • Paparan bahan kimia: Herbisida dan insektisida tertentu, termasuk Agen Orange yang digunakan selama perang Vietnam, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko CLL. 
  • Limfositosis sel B monoklonal (MBL): Seseorang memiliki jumlah sel B identik yang lebih tinggi dari biasanya dalam darahnya. Jika memiliki kondisi ini, maka ada sedikit risiko seseorang mengembangkan terkena CLL. Selain itu, jika seseorang menderita MBL dan juga memiliki riwayat keluarga dengan CLL, ia kemungkinan berisiko lebih tinggi terkena kanker.

2. Gejala

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi gejala leukimia limfositik kronis (freepik.com/jcomp)

Karena CLL berkembang secara perlahan, maka banyak orang dengan kondisi ini tidak menunjukkan gejala apa pun, terutama pada tahap awal, setidaknya selama beberapa tahun. Namun, seiring waktu sel-sel tersebut tumbuh dan menyebar ke bagian tubuh lain.

Kebanyakan orang mengetahui dirinya menderita CLL setelah menjalani tes darah rutin atau untuk kondisi lain. Jika gejala CLL muncul, itu karena meningkatnya jumlah sel darah abnormal di sumsum tulang dan darah serta menurunnya jumlah sel darah normal. Gejala yang kemungkinan muncul bisa meliputi:

  • Anemia akibat kekurangan sel darah merah yang menyebabkan rasa lelah terus-menerus, pusing, pucat, atau sesak napas ketika aktif secara fisik.
  • Demam, yang merupakan tanda adanya infeksi.
  • Perdarahan atau memar yang meningkat atau tidak bisa dijelaskan penyebabnya, dan/atau munculnya bintik-bintik ungu seukuran kepala peniti berwarna merah atau ungu pada kulit, terutama pada bagian kaki awalnya. Hal ini disebabkan oleh perdarahan kapiler superfisial kecil yang dikenal sebagai petechiae, karena jumlah trombosit yang sangat rendah.
  • Infeksi yang sering atau berulang dan penyembuhan yang lambat, karena kurangnya sel darah putih yang normal.
  • Nyeri atau rasa tidak nyaman di bawah tulang rusuk sebelah kiri, karena pembesaran limpa.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening di leher, di bawah lengan, atau di selangkangan tanpa rasa sakit. Ini biasanya disebabkan oleh akumulasi limfosit di jaringan ini.
  • Keringat berlebih pada malam hari.
  • Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

Beberapa gejala yang dijelaskan di atas kemungkinan juga terlihat pada penyakit lain, termasuk infeksi virus. Oleh sebab itu, penting untuk menemui dokter jika mengalami gejala yang tidak biasa atau gejala yang bertahan lebih lama dari yang diharapkan, agar bisa mendapatkan pemeriksaan dan diagnosis yang akurat.

3. Komplikasi yang bisa ditimbulkan

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi dirawat di rumah sakit (freepik.com/DCStudio)

CLL memengaruhi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh, sementara sel darah putih melindungi tubuh dari infeksi, dan trombosit membantu darah membeku. Tanpa sel darah dan trombosit yang sehat, maka pasien CLL bisa mengalami komplikasi berikut:

  • Limfoma: Sekitar 2 persen hingga 10 persen pasien CLL mengembangkan limfoma.
  • Kanker kulit, kanker paru-paru, atau kanker usus besar: Pasien CLL kemungkinan memiliki peningkatan risiko terkena kanker lain, karena CLL memengaruhi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melindungi tubuh dari pengganggu, termasuk sel kanker.
  • Anemia: Pasien CLL kemungkinan mengalami anemia karena ia tidak memiliki cukup sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh.
  • Trombositopenia: CLL bisa memengaruhi suplai trombosit.
  • Infeksi yang sering terjadi: Pasien CLL kemungkinan mengalami peningkatan risiko infeksi bakteri, jamur, atau virus karena mereka tidak memiliki cukup sel darah putih yang sehat.
  • Penyakit autoimun: Beberapa orang dengan CLL kemungkinan mengalami anemia hemolitik autoimun.

Baca Juga: Leukemia Limfoblastik Akut: Penyebab, Gejala, Pengobatan

4. Diagnosis

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi petugas laboratorium memegang sampel darah (freepik.com/freepik)

Untuk menegakkan diagnosis CLL, dokter melakukan tes darah, yang mencakup:

  • Tes hitung darah lengkap (CBC): Tes hitung darah lengkap bisa digunakan untuk menghitung jumlah limfosit dalam sampel darah. Jumlah sel B yang tinggi (salah satu jenis limfosit), kemungkinan mengindikasikan CLL.
  • Flow cytometry: Tes flow cytometry atau immunophenotyping membantu menentukan apakah peningkatan jumlah limfosit disebabkan oleh CLL, kelainan darah lainnya, atau reaksi tubuh pasien terhadap proses lain seperti infeksi. Jika terdapat CLL, maka flow cytometry juga bisa membantu menganalisis sel leukemia untuk mengetahui karakteristik, yang membantu memprediksi seberapa agresif sel tersebut.
  • Hibridisasi fluoresensi in situ (FISH): Tes ini memeriksa kromosom di dalam limfosit kanker, untuk mencari perubahan genetik. Dokter terkadang menggunakan informasi ini untuk menentukan prognosis pasien dan membantu memilih pengobatan.

Dalam beberapa kasus, dokter bisa melakukan tes dan prosedur tambahan lain. Ini meliputi:

  • Tes sel leukemia untuk mencari karakteristik yang bisa memengaruhi prognosis pasien.
  • Biopsi dan aspirasi sumsum tulang.
  • Tes pencitraan, seperti CT dan PET.

Sesudah diagnosis dipastikan, dokter akan menentukan stadium CLL. Stadium ini menentukan seberapa agresif kanker dan seberapa besar kemungkinannya untuk memburuk.

5. Pengobatan

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi pasien kanker menjalani kemoterapi (freepik.com/pikisuperstar)

Pilihan pengobatan CLL tergantung pada beberapa faktor, seperti stadium kanker, apakah mengalami gejala, dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.

Jika CLL tidak menimbulkan gejala dan tidak menunjukkan tanda-tanda memburuk, maka pasien kemungkinan tidak membutuhkan pengobatan segera. Penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan dini tidak memperpanjang hidup orang dengan CLL tahap awal, mengutip laman Mayo Clinic.

Dokter lebih memilih untuk memantau dengan cermat kondisi pasien dan memberikan pengobatan ketika leukemia berkembang.

Untuk itu, dokter akan merencanakan jadwal pemeriksaan  untuk pasien. Pasien kemungkinan perlu pertemuan tindak lanjut dengan dokter setiap beberapa bulan dan melakukan tes darah. Jika dokter menentukan bahwa CLL pasien butuh pengobatan, ini dapat termasuk:

  • Kemoterapi: Menggunakan obat yang membunuh sel-sel yang tumbuh dengan cepat, termasuk sel kanker. Kemoterapi bisa diberikan melalui pembuluh darah atau diminum dalam bentuk pil. Tergantung kondisi pasien, dokter mungkin menggunakan obat kemoterapi tunggal atau kombinasi obat.
  • Terapi obat yang ditargetkan: Perawatan ini berfokus pada kelainan spesifik yang ada pada sel kanker, dengan tujuan menyebabkan kematian sel kanker.
  • Imunoterapi: Imunoterapi menggunakan sistem kekebalan pasien untuk melawan kanker. Sistem kekebalan tubuh yang melawan penyakit kemungkinan tidak menyerang sel kanker karena sel kanker menghasilkan protein yang membantunya bersembunyi dari sel sistem kekebalan. Imunoterapi bekerja dengan mengganggu proses itu.
  • Transplantasi sumsum tulang: Transplantasi sumsum tulang atau transplantasi sel induk menggunakan obat kemoterapi yang kuat untuk membunuh sel induk di sumsum tulang pasien yang menghasilkan limfosit yang sakit. Kemudian, sel induk darah dewasa yang sehat dari donor dimasukkan ke dalam darah pasien, dan kemudian sel tersebut berpindah ke sumsum tulang pasien dan mulai membuat sel darah yang sehat. Ketika kombinasi obat baru dan lebih efektif dikembangkan, transplantasi sumsum tulang menjadi kurang umum dalam mengobati CLL. Namun, dalam situasi tertentu, ini bisa menjadi pilihan pengobatan.

Perawatan bisa digunakan secara tunggal atau kombinasi. Dokter juga akan memantau komplikasi yang mungkin bisa pasien alami. Oleh sebab itu, pasien harus kontrol secara teratur.

Selain itu, juga ada perawatan suportif. Ini bisa membantu mencegah atau meringankan tanda atau gejala apa pun. Pilihan perawatan suportif mencakup:

  • Skrining kanker: Dokter akan mengevaluasi risiko pasien terhadap jenis kanker lain dan mungkin merekomendasikan pemeriksaan untuk mencari tanda-tanda kanker lainnya.
  • Vaksinasi untuk mencegah infeksi: Dokter dapat merekomendasikan vaksinasi tertentu untuk mengurangi risiko infeksi, seperti pneumonia dan influenza.
  • Pemantauan masalah kesehatan lainnya: Dokter bisa merekomendasikan pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan pasien selama dan sesudah pengobatan CLL.

6. Prognosis

Leukemia Limfositik Kronis: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi memegang tangan pasien kanker (freepik.com/rawpixel.com)

CLL biasanya berkembang sangat lambat. Seseorang bisa hidup lebih lama dengan CLL sebelum ia menyadari gejalanya. Jika gejala muncul, tersedia pengobatan untuk membuat pasien mengalami remisi. Remisi berarti pasien tidak mengalami gejala atau tanda CLL.

Ketika dokter tidak menemukan tanda-tanda kanker sesudah pengobatan, maka ini disebut remisi total. Namun, pada suatu saat, kanker kemungkinan besar akan muncul lagi. Remisi dari CLL biasanya berlangsung selama beberapa tahun sebelum kondisinya muncul kembali.

Meski begitu, dokter bisa merekomendasikan perawatan berbeda yang bisa mengembalikan CLL ke tahap remisi. Walaupun CLL tidak pernah hilang, tetapi orang dengan penyakit ini masih bisa berumur panjang dan aktif dengan perawatan dari dokter. Namun, jika CLL memasuki stadium akhir, maka pengobatan tidak lagi berfungsi untuk memperlambat atau menghentikan CLL. Dalam hal ini, seseorang dengan CLL kemungkinan mengalami infeksi yang mengancam nyawa atau pendarahan tak terkendali yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter.

Menurut perkiraan dari National Cancer Institute, sekitar 87,9 persen pasien CLL masih hidup lima tahun sesudah didiagnosis penyakit ini. Namun, penting untuk diingat bahwa tingkat kelangsungan hidup merupakan perkiraan berdasarkan sekelompok besar pasien CLL.

Banyak hal yang bisa memengaruhi tingkat kelangsungan hidup CLL, yaitu kondisi kesehatan secara keseluruhan dan tahap kondisi ketika didiagnosis, hingga bagaimana kondisi pasien dalam merespons pengobatan.

Baca Juga: Chronic Myelogenous Leukemia: Penyebab, Gejala, Pengobatan

Eliza Ustman Photo Verified Writer Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya