7 Obat Terlarang yang Dulu Dipercaya Ampuh Sembuhkan Penyakit, Ngeri!

Pernahkah kamu mendengar obat yang satu ini? Seperti namanya, Mrs. Winslow’s Soothing Syrup dibuat oleh perempuan bernama Charlotte N. Winslow. Ia pertama kali merilis obat tersebut di Maine, Amerika Serikat pada 1849. 

Obat berbentuk sirup ini dipercaya ampuh sebagai pereda rasa sakit untuk anak kecil yang sedang tumbuh giginya. Mengutip New York Times, para konsumen mengklaim bahwa Mrs. Winslow’s Soothing Syrup ini sangat ajaib, anaknya tidak merasakan sakit lagi dan langsung tenang setelah mengonsumsinya. 

Apakah kamu bisa menebak apa rahasia dari obat ini? Dari luar obat ini terlihat biasa saja dengan bahan utamanya yang berupa sodium karbonat dan aqua ammonia. Namun ternyata di setiap botol juga terkandung 65 miligram morfin. Benar, itu merupakan salah satu jenis narkotika.

Tentunya bahan ini berbahaya ketika diberikan ke anak kecil, apalagi dengan dosis yang cukup banyak. Anak-anak pun menjadi overdosis dan bahkan mati karenanya. Pada tahun 1911, American Medical Association akhirnya melarang penggunaan obat ini dan melabelinya sebagai “baby killer” atau pembunuh bayi.

Sekitar tahun 1880-an, para peneliti berhasil menemukan khasiat dari tanaman Erthoxlyn coca atau atau yang dikenal sebagai kokain. Setelah diekstrak, daun kokain ternyata memiliki khasiat yang ampuh untuk pengobatan. 

Dilansir dari History.com, peneliti bernama Carol Koller mengatakan bahwa kokain dapat dimanfaatkan sebagai obat bius untuk mata dan hidung. Sejak saat itu, penggunaannya pun melebar. Obat tersebut pun dijual secara bebas dan murah di pasaran, yakni sekitar 50 sen atau Rp7 ribu dalam kurs saat ini.

Kokain dipercaya ampuh menyembuhkan sakit gigi, depresi, sinusitis, impotensi, sakit kepala, dan lain sebagainya. Ia bahkan dimasukkan ke dalam minuman, salah satunya adalah Coca-Cola.

Padahal obat tersebut justru memiliki efek samping yang buruk, mulai dari halusinasi, depresi, psikosis, hingga kacaunya pola makan dan tidur. Akhirnya pada 1920, kokain dilarang digunakan di Amerika Serikat sebagai obat bebas.

Bayer adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia. Pada tahun 1880-an, mereka membuat obat baru yang bernama Bayer Heroin Hydrochloride. Ini merupakan obat batuk yang mengandung heroin atau diamorphine. 

Bayer sendiri mengklaim bahwa heroin adalah bahan yang lebih baik dan aman dibandingkan morfin. Akhirnya, obat batuk ini diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat. Para petugas medis bahkan menggunakannya untuk mengobati batuk kronis, tuberkulosis, dan pneumonia. Saat itu, heroin dipercaya tidak akan menyebabkan ketagihan.

Namun tak lama setelah itu, masyarakat mulai melaporkan kasus kecanduan hingga akhirnya obat batuk heroin ini berhenti diproduksi pada 1913. Pada 1924, lembaga obat-obatan di Amerika Serikat pun melarang peredarannya.

Berikutnya ada pula obat bernama Kimball White Pine and Tar Cough Syrup. Pada tahun 1847, ia dipasarkan sebagai tonik yang ampuh menyembuhkan batuk, flu, demam, hingga bronkitis. Kimball bahkan pernah diklaim bisa meredakan gejala asma. Sangat menggiurkan, ya?

Namun kenyataan tak seindah desas-desus yang beredar. Kimball ternyata mengandung senyawa kimia yang bernama kloroform. Bahan ini dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan berhentinya pernapasan. 

Benar saja, banyak pasien yang tumbang dan bahkan meninggal setelah mengonsumsi obat tersebut. Akhirnya, setelah menimbang efek samping berbahaya tersebut, Food and Drug Administration (FDA) melarang penggunaannya pada 1976.

Standar kecantikan yang dibangun masyarakat mengatakan bahwa cantik itu kurus. Akibatnya, banyak orang yang rela melakukan apa pun demi mendapatkan tubuh langsing minim lemak. Salah satu cara yang dilakukan masyarakat zaman dulu adalah minum obat Fen-Phen.

Fen-Phen sebenarnya terdiri dari dua obat, yakni Fenfluramine dan Phentermine. Keduanya terbukti ampuh menurunkan berat badan dengan cepat dan tampaknya tanpa efek samping yang berarti. Dilansir dari History.com, tercatat bahwa rata-rata konsumen bisa menurunkan hingga 13 kilogram saat mengonsumsinya.

Obat yang digunakan sejak tahun 1970-an ini ternyata memiliki efek yang sifatnya jangka panjang. Pada tahun 1997, seorang dokter bernama Heidi Conelly mengungkapkan bahwa Fen-Phen dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan ketidaknormalan katup jantung.

Sudah ada sekitar enam juta warga Amerika Serikat yang menggunakannya. Namun akhirnya izin edar Fen-Phen pun dicabut oleh FDA. Produsen obat ini juga harus membayar uang ganti rugi jutaan dolar kepada para konsumennya.

Sekitar tahun 1676, terdapat obat bernama Laudanum yang digemari oleh masyarakat Amerika Serikat dan Inggris. Obat tersebut dipercaya ampuh menangani berbagai penyakit. Mulai dari yang ringan seperti kram menstruasi hingga penyakit kronis seperti yellow fever dan meningitis. 

Obat ini bahkan sering diberikan kepada bayi yang sedang sakit gigi, sakit pencernaan, kembung, dan kejang. Pada saat itu, Laudanum mengklaim bahwa dirinya aman dikonsumsi dan tidak akan menyebabkan kecanduan.

Melihat khasiatnya yang dahsyat itu sebenarnya kita patut curiga. Benar saja, Laudanum ternyata mengandung opium, salah satu narkotika paling kuat di dunia. Efek sampingnya pun sehebat khasiatnya. Tercatat bahwa Laudanum dapat menyebabkan depresi, halusinasi, gangguan penglihatan, penurunan fungsi paru-paru, dan tentunya kecanduan.

Terakhir ada Norodin. Di sekitar tahun 1880-an, ia dipromosikan sebagai obat yang ampuh dalam menangani depresi ringan hingga sedang. Tak hanya itu, produsen pun mengklaim bahwa obatnya itu hanya memiliki efek samping yang sedikit. 

Namun bukannya sembuh, para konsumen Norodin justru semakin menderita. Sebab obat ini menyebabkan anoreksia, aritmia, insomnia, penyakit jantung, hingga stroke. Ini karena kandungan Norodin sebenarnya merupakan metamfetamin. 

Untungnya, kini obat-obatan yang disebutkan di atas tak lagi dipakai secara bebas. Opium, metamfetamin, hingga heroin memang masih digunakan di dunia medis, namun dengan dosis yang terbatas dan hanya bisa dikonsumsi dengan resep dokter. 

Memang obat-obatan tersebut ampuh, sih. Namun jika khasiatnya tak sebanding dengan efek sampingnya, sama saja bohong, kan?