Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia memiliki hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlahnya diyakini terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1 persen. Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218.
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31–44 tahun (31,6 persen), umur 45–54 tahun (45,3 persen), umur 55–64 tahun (55,2 persen). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1 persen, diketahui bahwa sebesar 8,8 persen terdiagnosis hipertensi dan 13,3 persen orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3 persen tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang dengan tidak tahu dirinya memiliki hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Perubahan gaya hidup sederhana dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi, meski beberapa orang mungkin perlu minum obat juga. Dokter dapat memberi saran tentang perubahan yang dapat bisa lakukan pada gaya hidup dan mendiskusikan apakah pasien akan mendapat manfaat dari pengobatan.
Dalam hal pola makan, sebuah studi skala kecil terhadap 29 tikus menunjukkan dua jenis probiotik mungkin menawarkan manfaat perlindungan, yakni Bifidobacteriumlactis dan Lactobacillus rhamnosus, yang dapat ditemukan dalam beberapa produk makanan seperti yoghurt dan keju.