Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Faktor Sukses Rich Brian dan NIKI Tembus Pasar Global

NIKI (instagram.com/88rising)

Kini ketika bicara musisi yang berhasil menembus pasar internasional, siapa yang muncul pertama di benakmu? Rich Brian, NIKI, dan Agnez Mo, bukan? Jujur, dua nama pertama justru yang kini lebih santer gaungnya. Padahal, mereka memulai jauh lebih lambat dari Agnez Mo yang sudah merintis karier internasionalnya pada 2010-an. 

Apa yang membuat Rich Brian dan NIKI bisa menyalip popularitas Agnez Mo? Berikut tiga faktor yang sekiranya bisa menjelaskan mengglobalnya kedua musisi asal Indonesia itu. 

 

1. Berhasil mempertahankan identitas Asia mereka

Rich Brian (instagram.com/brianimanuel)

Satu hal yang jadi kelebihan Rich Brian (Brian Imanuel) dan NIKI (Nicole Zefanya) adalah komitmen keduanya mempertahankan identitas mereka sebagai orang Asia. Ini terlihat jelas dari pembawaan diri, karya, serta penampilan mereka. Keduanya cenderung tampil apa adanya tanpa mencoba menyamakan diri dengan penyanyi kulit putih atau kulit hitam yang lebih dulu merajai pasar internasional.

Hal tersebut sayangnya tidak dilakukan Agnes Monica alias Agnez Mo yang kerap mengganti penampilannya. Dalam cuitan lawasnya di Twitter pada 2010, Agnez mengakui bahwa ia sering dibilang mirip orang Korea, Amerika, Indonesia, China, dan kulitnya pun terkadang terlihat lebih gelap atau terang. Meski bersikap masa bodoh, ini membuat Agnez kerap dapat komentar sinis dari khalayak karena inkonsistensi gaya dan penampilannya. 

Belakangan, ia juga dapat tuduhan melakukan apropriasi budaya, yakni upaya mengadopsi kultur yang tidak berhubungan langsung dengan identitas aslinya. Istilah spesifik untuk kasus apropriasi budaya Agnez Mo adalah blackfishing, karena ia seringkali meniru gaya musisi kulit hitam seperti Beyonce. Ini terlihat dari caranya menata rambut, membuat bibirnya lebih tebal, dan mengubah kesan warna kulitnya lebih gelap dari seharusnya. 

 

2. Liriknya tidak generik, lebih ke cerita autentik

NIKI di video musik "High School in Jakarta" (instagram.com/88rising)

Lagu-lagu yang mereka bawakan juga sering menggunakan referensi kultur asli mereka yakni Asia dan terkadang spesifik ke Indonesia. Walau pengalaman mereka tentang Indonesia tidak merepresentasikan keseluruhan negeri, lirik mereka terasa tetap autentik. 

NIKI misalnya membuat lagu bertajuk "High School in Jakarta" yang sempat jadi sensasi beberapa waktu lalu. Lagu tersebut memang tidak mewakili orang-orang yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri, tetapi justru jadi topik pembicaraan menarik di kalangan orang Indonesia. Banyak orang yang kemudian mencoba membuat parodi lagu tersebut berdasar pengalaman pribadi mereka.

Artinya, orisinalitas lagu tidak hanya bertumpu pada seberapa akuratnya representasi yang ditawarkan, tetapi kemampuan lagu itu menginspirasi orang untuk mengingat momen yang mirip dengan yang dimiliki si empunya lagu. Kesuksesan lagu-lagu NIKI sama dengan yang terjadi pada Taylor Swift. Meski menggunakan referensi yang Amerika sentris, lagu-lagu Taylor bisa dinikmati penggemar lintas negara. Lagi-lagi bukan karena akurasi referensinya, tetapi keauntetikan rasa dan kesan yang termakhtub dari lagu tersebut. 

Rich Brian pun begitu. Lagunya yang viral "Dat $tick" misalnya memang mengundang kontroversi karena penggunaan istilah rasis yang merujuk pada komunitas kulit hitam. Namun, Brian segera memperbaiki kesalahannya dan tak lagi menggunakan kata-kata eksplisit macam itu. Popularitas lagu debutnya itu sendiri didorong kepiawaiannya memotret isu-isu yang relevan dengan Indonesia seperti korupsi, disparitas ekonomi, bahkan tawuran antarpelajar.

Meski referensinya spesifik Indonesia, isu-isu tadi familier di banyak negara dan dengan mudah meraup perhatian publik internasional. Rich Brian bisa dibilang setipe dengan Kendrick Lamar dan Childish Gambino saat membuat lagu. Dengan perspektif Asia, ia jadi angin segar di tengah industri hiburan dunia. 

3. Berada di bawah naungan label yang visi dan strategi pemasarannya bagus

Rich Brian, Warren Hue, dan NIKI (instagram.com/88rising)

Keuntungan lain yang dimiliki Rich Brian dan NIKI adalah naungan label 88rising. Label rekaman yang tergolong baru tersebut punya visi memperkenalkan musisi asal Asia ke pasar Amerika. Dengan pendekatan itu, keduanya seolah dapat platform ideal untuk mengejawantahkan pengalaman dan cerita-cerita mereka sejujur mungkin. 

Label 88rising juga punya strategi menarik untuk mempromosikan artis-artis mereka. Cherie Hu dari Forbes menyoroti keberhasilan perusahaan rekaman tersebut merebut atensi publik secara organik lewat media sosial dan layanan streaming. YouTube adalah kanal distribusi utama mereka pada awal kemunculannya. Dengan ini 88rising bisa menjamah pendengar dari seluruh dunia dan sesuai prediksi audiens asal Asia menyambut baik kehadiran mereka. 

Sean Miyashiro, sang founder juga mengisyaratkan bahwa kepiawaian mereka menciptakan hiburan yang beragam merupakan salah satu faktor yang membuat 88rising bisa meraih popularitas dengan cepat.

Tak cuma menawarkan musik, tetapi meme, film, dan berbagai format hiburan lainnya. 88rising menciptakan subkultur baru, yakni perpaduan sempurna antara identitas Asia dengan budaya pop Barat yang sudah lebih dulu dikonsumsi publik. 

Bagaimana menurutmu? Setujukah kamu kalau ketiga faktor di atas menjelaskan keberhasilan Rich Brian dan NIKI merengkuh pengakuan global tanpa kehilangan basis penggemar mereka di Asia dan Tanah Air?

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us