Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Kelebihan dan Kekurangan Indiana Jones and the Dial of Destiny

poster film Indiana Jones and the Dial of Destiny (dok. Walt Disney Pictures/Indiana Jones and the Dial of Destiny)

Setelah terakhir kali mengguncang tangga box office (meraup 790,7 juta dolar AS!) lewat Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull (2008), seri film Indiana Jones kembali lewat film terbarunya, Indiana Jones and the Dial of Destiny (2023). Rilis di bioskop Indonesia sejak Rabu (28/6/2023), film arahan James Mangold (Walk the Line, Logan) ini disambut antusias oleh para penggemar yang telah menunggu selama 15 tahun.

Bagaimana tidak? Selain menjadi seri film Indiana Jones pertama yang tak disutradarai oleh Steven Spielberg, Indiana Jones and the Dial of Destiny merupakan aksi terakhir Harrison Ford sebagai sang karakter tituler. Sayangnya, meski dimaksudkan sebagai film terakhir, film ini tak luput dari sejumlah kekurangan yang cukup mengganggu.

Penasaran apa saja kelebihan dan kekurangan Indiana Jones and the Dial of Destiny? Sebelum menontonnya, ada baiknya kamu menyimak dulu review film Indiana Jones and the Dial of Destiny berikut ini. Salah satunya berkaitan dengan tema perjalanan waktunya, lho!

1. Bujet lebih besar, CGI dan aksi jadi dua aspek yang tak perlu diragukan lagi

Harrison Ford dalam film Indiana Jones and the Dial of Destiny (dok. Walt Disney Pictures/Indiana Jones and the Dial of Destiny)

Absennya Steven Spielberg di kursi sutradara tak menghalangi Indiana Jones and the Dial of Destiny tampil epik dalam hal aksi. Pengalaman James Mangold dalam membuat sederet film action, seperti 3:10 to Yuma (2007), Knight and Day (2010), dan Logan (2017), diimplementasikan dengan baik dalam sejumlah adegan.

Mulai dari perebutan Antikythera di atap gerbong kereta sampai kejar-kejaran di jalanan Tangier, Maroko, yang padat, semua tak gagal dalam memacu adrenalin. Begitu pun dengan pemakaian CGI. Alih-alih canggung, teknologi de-aging yang diterapkan pada Harrison Ford justru terlihat flawless, mengingatkan pada penampilannya di trilogi orisinal.

Secara tak langsung, poin-poin positif di atas menjadi bukti kalau bujet 295 juta dolar AS (sekitar 4,4 triliun rupiah)—tertinggi dibandingkan empat film sebelumnya—yang digelontorkan tak terbuang sia-sia. Lantas, dengan aksi dan CGI yang memukau, apakah Indiana Jones and the Dial of Destiny mampu menjadi tontonan yang sempurna?

2. Indiana Jones and the Dial of Destiny gagal memancing perasaan nostalgia

Harrison Ford dalam film Indiana Jones and the Dial of Destiny (dok. Walt Disney Pictures/Indiana Jones and the Dial of Destiny)

Sayangnya, meski unggul dalam aksi dan CGI, Indiana Jones and the Dial of Destiny kekurangan sejumlah hal paling mendasar yang mesti dimiliki oleh sebuah franchise petulangan legendaris. Salah satunya adalah perasaan nostalgia.

Memang, selain musik gubahan John Williams dan, tentunya, sang karakter tituler, Indiana Jones and the Dial of Destiny juga menghadirkan dua karakter lama, yakni Sallah (John Rhys-Davies) dan Marion Ravenwood (Karen Allen). Namun, kemunculan mereka tak lebih dari sekadar pelengkap alih-alih terlibat banyak dalam cerita.

Sebaliknya, karakter baru, salah satunya Basil Shaw (Toby Jones), justru dijadikan motivasi terbesar Indiana dalam petualangan kali ini. Toby Jones memang tak bermain buruk. Namun, keputusan Mangold dan tiga penulis naskah lainnya, yakni Jez Butterworth, John-Henry Butterworth, dan David Koepp, untuk fokus pada karakter baru jelas melucuti dampak emosional.

3. Harrison Ford tetap energik sementara Phoebe Waller-Bridge sukses jadi scene stealer!

Phoebe Waller-Bridge dan Harrison Ford dalam film Indiana Jones and the Dial of Destiny (dok. Walt Disney Pictures/Indiana Jones and the Dial of Destiny)

Selain kurangnya sense of nostalgia, hal yang lain yang juga melucuti dampak emosional adalah tidak adanya penceritaan latar belakang yang cukup antara Indiana Jones dan putri baptisnya, Helena Shaw (Phoebe Waller-Bridge). Memang, ada sebuah adegan kilas balik. Namun, itu pun hanya memperlihatkan adu argumen antara Indiana dan Basil mengenai Antikythera, bukan kedekatan antara Indiana dan Helena.

Untungnya, kekurangan tersebut mampu ditambal oleh penampilan dahsyat dari Harrison Ford dan Phoebe Waller-Bridge. Ford, yang akan masuk usia 81 tahun pada 13 Juli besok, membuktikan kalau usia hanya sekadar angka. Lima belas tahun pasca Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull (2008), ia masih meyakinkan sebagai seorang badass male lead.

Di sisi lain, Waller-Bridge berhasil menghidupkan sosok Helena yang quirky, cerdas, sekaligus tangguh. Kelakarnya pun sukses menghidupkan nuansa komedi di Indiana Jones and the Dial of Destiny. Jika kelak ada sekuelnya, bukan tak mungkin kalau bintang Fleabag (2016-2019) ini bakal meneruskan tongkat estafet Harrison Ford sebagai "the next Indiana Jones"!

4. Konsep perjalanan waktunya menarik, sih, tapi...

Mads Mikkelsen (kiri) dalam film Indiana Jones and the Dial of Destiny (dok. Walt Disney Pictures/Indiana Jones and the Dial of Destiny)

Jika fans seri film Indiana Jones, kamu pasti tahu kalau semua filmnya selalu menampilkan MacGuffin—benda yang menjadi buruan, seperti Tabut Perjanjian di Raiders of Lost Ark dan Tengkorak Kristal di Kingdom of the Crystal Skull. Nah, dalam Indiana Jones and the Dial of Destiny, MacGuffin tersebut adalah Antikythera alias Archimedes Dial yang mampu membuat penggunanya melakukan perjalanan waktu.

Harus diakui, daripada empat MacGuffin sebelumnya, Archimedes Dial menyimpan banyak potensi yang membuat petualangan Indiana Jones dkk semakin seru. Namun, akibat hampir sepertiga filmnya dihabiskan untuk pencarian bagian dari Archimedes Dial dan melawan sang musuh, yakni Jürgen Voller (Mads Mikkelsen), time travel yang dihadirkan di ending pun jadi terkesan antiklimaks.

Padahal, dengan durasi 2 jam 34 menit dan bujet sekitar 4,4 triliun rupiah, Indiana Jones and the Dial of Destiny seharusnya mampu mengembangkan tema tersebut ke taraf yang lebih mindblowing. Sayangnya, Mangold dkk lebih memilih untuk bermain aman.

Meski menyia-menyiakan MacGuffin yang menjadi ciri khasnya, Indiana Jones and the Dial of Destiny tetaplah sebuah tontonan blockbuster yang menghibur berkat adegan aksi dan CGI yang memanjakan mata. Apalagi, sebagai penggemar Harrison Ford, kamu juga tak mau melewatkan penampilan terakhir sang bintang sebagai Indiana Jones, kan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Wibawa
EditorSatria Wibawa
Follow Us