Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Film Mengulik Budaya Protes di Prancis, Realistis!

film La Haine (dok. Seattle International Film Festival/La Haine)
film La Haine (dok. Seattle International Film Festival/La Haine)

Protes adalah salah satu bentuk partisipasi rakyat dalam sistem politik demokrasi. Ini normal dan diperbolehkan oleh konstitusi. Namun, tak sedikit yang menganggapnya sebagai bentuk ketidakstabilan, karena beberapa kasus kekerasan dan kericuhan yang terjadi. 

Indonesia sendiri memperbolehkan demonstrasi atau protes. Begitu pun negara-negara lain yang mengeklaim menganut demokrasi.

Namun, belum ada negara yang selevel dengan Prancis saat bicara protes. Budaya protes di negara itu sudah terlihat sejak 1780-an, lalu berkembang pesat setelah Revolusi 1789. 

Meski begitu, data yang dihimpun Wilson berjudul "Political Demonstrations in France: Protest Politics Or Politics of Ritual?" dalam jurnal French Politics and Society pada 1994 menemukan bahwa sebenarnya Prancis bukan negara Eropa yang warganya paling aktif melancarkan protes. Masih ada Swiss, Jerman, dan Belanda. 

Namun, gaung protes di Prancis memang terdengar lebih keras. Menurut liputan Zack Beauchamp untuk Vox, ini ada hubungannya dengan persatuan pekerja. Mereka adalah komunitas yang sangat aktif melakukan protes. Ini dilakukan karena jumlah anggota mereka yang cukup sedikit (dibanding negara Eropa lain), sehingga ada rasa paranoid yang tumbuh tiap kali ada satu perubahan atau kebijakan yang menyangkut keberlangsungan hidup atau profesi mereka. 

Mahasiswa juga salah satu komunitas yang aktif menyuarakan hak dan tuntutannya lewat protes. Salah satu protes terbesar terjadi pada 1968 ketika sosialisme mulai memudar di Prancis dan anak-anak muda khawatir hak dan upah pekerja akan terdampak bersamaan dengan naiknya popularitas kapitalisme. 

Sampai sekarang, protes masih sering ditemukan di Prancis, terutama di kota-kota besar, seperti Paris. Isunya pun meluas ke berbagai ranah, tidak hanya hak pekerja, tetapi juga  antirasisme dan konservasi lingkungan.

Ada yang memandangnya sebagai bukti demokrasi yang berjalan, tetapi ada juga yang kesal karena sistem transportasi ikut terdampak. Untuk tahu lebih jauh sudut pandang warga lokal Prancis mengenai budaya protes, kamu bisa coba tonton lima film berikut. Penggambarannya realistis. 

1. La Haine (1995)

film La Haine (dok.Janus Films/La Haine)
film La Haine (dok.Janus Films/La Haine)

La Haine cukup lawas, dirilis pada 1995 ketika aktor kawakan Vincent Cassel masih berusia 20-an. Ia memerankan satu dari tiga lakon dalam film ini. Ketiganya merepresentasikan beberapa latar belakang imigran di Prancis, yakni Yahudi, Timur Tengah, dan Afrika Sub Sahara. 

Ketika hidup mereka diinterupsi dengan kabar kematian salah satu rekan di tahanan, ketiganya menginisiasi sebuah protes. Sang sutradara, Mathieu Kassovitz, terinspirasi fenomena nyata berjuluk bavures policières, yakni blunder yang dilakukan polisi hingga menyebabkan sejumlah orang kehilangan nyawa. 

2. Oussekine (2022)

film Oussekine (dok. Itineraire Productions/Oussekine)
film Oussekine (dok. Itineraire Productions/Oussekine)

Salah satu blunder polisi Prancis difilmkan pula dalam bentuk miniseri berjudul Oussekine pada 2022. Judulnya diambil dari nama korban, Malik Oussekine, yang pada 1986 dianiaya polisi hingga meninggal setelah diduga menjadi bagian dari aksi protes mahasiswa. 

Polisi berusaha mencari cara untuk menjustifikasi tindakan kekerasan mereka. Namun, itu justru membuka banyak tabir kelam di tubuh institusi mereka. Kematian Oussekine juga sempat mendulang simpati dan memantik aksi protes di beberapa tempat di Prancis. 

3. Les Miserables (2019)

film Les Miserables (dok. Srab Films/Les Miserables)
film Les Miserables (dok. Srab Films/Les Miserables)

Meski berkedok drama polisi, film ini sebenarnya mengulik banyak isu sosial ekonomi kontemporer di Prancis. Sudut pandang yang dipakai adalah seorang polisi yang baru dipindah ke pusat kota dan menemukan berbagai rekan-rekannya menyalahgunakan kekuasaan mereka. Terutama menyasar pemuda-pemuda berlatarbelakang imigran. 

Salah satu pemuda yang mereka rugikan akhirnya membalas dendam dengan mengumpulkan massa. Film ini seakan ingin menunjukkan kontradiksi lewat latarnya, yakni tahun 2018 ketika Prancis baru saja meraih Piala Dunia di cabor sepak bola. Pada saat itu, untuk pertama kalinya atlet berlatarbelakang imigran dapat apresiasi dari seluruh penjuru Prancis.  

Selain itu, film ini juga menyorot kehidupan banlieues, yakni wilayah-wilayah satelit di dekat kota Paris di mana kebanyakan orang tinggal. Wilayah ini jarang dapat perhatian pemerintah, padahal jadi penyangga yang penting untuk keberlangsungan ekonomi Prancis. 

4. The Monopoly of Violence (2020)

film Monopoly of Violence (dok. MUBI/Monopoly of Violence)
film Monopoly of Violence (dok. MUBI/Monopoly of Violence)

Seakan menjawab fenomena blunder dan penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi, David Dufresne membuat dokumenter The Monopoly of Violence. Judulnya cukup jelas, Dufresne mengupas bagaimana polisi dan pemerintah menguasai segala bentuk instrumen kekerasan dengan dalih menjaga keamanan dan ketertiban. 

Ini terlihat jelas ketika Prancis pertama kali dilanda Gerakan Rompi Kuning pada 2018 ketika polisi dikerahkan untuk menertibkan massa. Namun, sering kali mereka lupa diri dan berakhir menghantam orang yang protes dengan damai, termasuk para jurnalis. 

Footage dari peserta demo dan jurnalis dikumpulkan, kemudian dianalisa oleh beberapa tokoh di film ini. Termasuk ahli, pengamat politik, dan saksi. 

5. Full Time (2021)

film Full Time (dok. Be For Films/Full Time)
film Full Time (dok. Be For Films/Full Time)

Kalau kebanyakan film tentang protes di Prancis diambil dari sudut pandang peserta atau inisiatornya, dalam Full Time kamu akan mengikuti kacamata warga biasa yang memilih tak terlibat. Sang lakon adalah ibu tunggal dua anak yang tinggal di pinggiran kota (banlieues), tetapi bekerja di Paris.

Ia harus menitipkan anaknya pada tetangga sebelum berangkat dini hari untuk bisa sampai di tempat kerja tepat waktu. Tepat saat ia dapat panggilan kerja di sebuah perusahaan konsultan bisnis, strike atau protes pekerja sedang berlangsung di Paris.

Ini membuat banyak jalan diblokir dan transportasi umum tak beroperasi. Ia harus berkejaran dengan waktu untuk mempertahankan pekerjaannya sembari mencari peluang profesi yang lebih baik. 

Berbagai sudut pandang tentang budaya protes di Prancis bakal memberimu perspektif berimbang. Protes tak selamanya buruk, tetapi juga bukan hal yang harus diglorifikasi. Ini semata-mata dilakukan untuk mencapai keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan bernegara. Tanpa adanya protes, penyalahgunaan kekuasaan akan makin rawan terjadi. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us