5 Film yang Bahas Pekerja Lepas dan Sisi Gelap Gig Economy

Pekerja lepas atau yang sering dikenal dengan istilah freelancer adalah profesi yang kini makin sering kita temui, apalagi didukung dengan perkembangan teknologi saat ini. Kamu sendiri mungkin salah satu yang menyematkan label tersebut pada diri sendiri. Seperti semua profesi di dunia, pekerja lepas juga punya kelebihan dan risikonya sendiri.
Kelebihannya tak jauh-jauh dari fleksibilitas waktu, tempat kerja, dan berbagai kebebasan lain yang tak bisa dikecap pekerja kantoran. Namun, konsekuensinya juga banyak, misal ketidakstabilan penghasilan sampai ketiadaan asuransi kesehatan, keselamatan kerja, dan jaminan hari tua.
Beberapa waktu yang lalu, muncul juga skandal saat platform yang mewadahi pekerja lepas menetapkan kebijakan-kebijakan sepihak. Misalnya adalah mematok potongan yang besar hingga mengurangi skor performa dan kuantitas pekerjaan pekerja berdasar akumulasi jam kerja mereka. Sontak ini memusnahkan elemen kebebasan yang jadi tonggak penting dari sistem pekerjaan lepas atau gig economy.
Sisi gelapgig economy inilah yang sering kali terlupakan dan menjebak orang-orang yang telanjur masuk ke dalamnya. Lewat film-film berikut, kiranya kita bisa mencoba menelaah ulang isu ini dan lebih cerdas saat memutuskan mencoba berkarier di jalur alternatif tersebut.
1. Zwigato (2022)
Zwigato berkisah tentang Manas, pria yang kehilangan pekerjaannya di pabrik dan beralih profesi menjadi pengantar makanan lewat platform daring. Bertahan hidup dengan mengandalkan profesi ini ternyata tak mudah, Manas harus berjibaku menghindari penalti, mempertahankan rating performanya, dan berharap ada pelanggan yang mau memberinya tip.
Zwigato yang digarap Nandita Das tidak melewatkan realitas kelam pekerjaan ini. Bagaimana platform daring berubah layaknya pabrik yang mengeksploitasi mitranya dijabarkan dengan jelas. Miris dan mengerikan karena lekat dengan kenyataan.
2. Sorry We Missed You (2019)
Sorry We Missed You adalah salah satu film terbaik Ken Loach yang membuktikan kepiawaiannya melakukan pengamatan dan kritik terhadap isu-isu sosial. Loach mengambil lakon pasutri yang keduanya bekerja lepas. Sang suami sebagai pengantar paket dan istrinya bekerja menjadi perawat panggilan.
Mereka harus berjuang menafkahi dua anak mereka dengan gaji minimum di tengah inflasi dan krisis yang menggerogoti ekonomi Inggris. Tiap adegannya penting, tak ada satu pun yang membuatmu ingin berpaling dari layar. Pesan moralnya pun sanggup menampar penontonnya keras-keras.
3. The Sea Was Never Blue (2022)
Ini tentang Josh, pemuda yang bekerja sebagai sopir taksi, bermitra dengan sebuah platform daring. Seperti biasa, ia pergi mencari penumpang pagi itu. Bedanya, hari ini adalah hari pemilihan umum di Amerika Serikat. Premisnya sederhana, tetapi jadi sebuah tamparan betapa pahitnya kehidupan pekerja lepas. Mereka seringkali tetap bekerja di hari libur demi tetap mencapai target. Entah target jumlah minimum jam kerja ataupun penghasilan.
4. The Gig Is Up (2021)
The Gig is Up jadi salah satu film tentang gig economy yang ramai diperbincangkan. Ia berformat dokumenter dan digarap sineas asal Kanada Shannon Walsh. Dalam wawancaranya dengan The Guardian, Walsh mengaku gerah dengan sistem pekerjaan lepas berbasis teknologi yang sebenarnya mengeksploitasi orang-orang yang sangat butuh penghasilan.
Ia pun melakukan riset dan mengambil cerita dari beberapa negara. Profesi yang ia ulik pun beragam mulai dari pengantar makanan/paket, pengisi survei daring, sampai asisten artificial inteligence (AI) yang direkrut perusahaan besar asal negara maju dengan upah murah karena berbasis di negara berkembang. Fakta-fakta yang ia ungkap cukup mudah ditemukan di Indonesia.
5. Inside Llewyn Davis (2013)
Sebelum ada tren platform daring untuk pekerja lepas, musisi dan pekerja di industri kreatif sebenarnya sudah paham betul dengan tipe kontrak freelance. Sebelum mereka mencapai popularitas selevel Taylor Swift atau Justin Bieber, tak sedikit musisi yang harus berjuang melakukan mempromosikan dan menjual karya mereka sendiri. Tak sedikit yang bahkan diputus kontraknya oleh label secara sepihak.
Ini yang digambarkan secara akurat oleh sutradara Joel dan Ethan Coen dalam Inside Llewyn Davis. Lakonnya seorang musisi yang hidupnya terlunta-lunta usai label memutus kontraknya akibat kegagalan album debutnya. Ia tak punya uang untuk menyewa apartemen dan harus bertahan hidup dengan menyanyi dari kafe ke kafe.
Gig economy awalnya muncul sebagai solusi, tetapi pada akhirnya memunculkan masalah baru. Niatnya ingin menyediakan pekerjaan untuk siapa saja yang membutuhkan, lama-lama ia tak beda dengan pekerjaan konvensional yang rentan eksploitasi. Isu yang patut kita renungkan, nih. Apalagi kalau kamu salah satu yang terlibat atau terjun di dalamnya.