Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Representasi Budaya dalam Serial Upin & Ipin yang Menginspirasi

warga Durian Runtuh merayakan tahun baru Cina (youtube.com/Les' Copaque Production)
warga Durian Runtuh merayakan tahun baru Cina (youtube.com/Les' Copaque Production)

Di tengah gempuran animasi luar negeri yang mendominasi layar kaca anak-anak, hadir sebuah serial dari negeri jiran yang justru berhasil memikat hati penonton lintas usia dan negara. Upin & Ipin, animasi produksi Les’ Copaque asal Malaysia, menjadi bukti bahwa tayangan dengan nuansa budaya bisa diterima secara global. Tidak hanya menghibur, serial ini juga menjadi media edukatif yang sarat dengan nilai moral, tradisi, dan keberagaman budaya. Lewat kehidupan dua anak kembar bersama keluarga dan teman-temannya di Kampung Durian Runtuh, kita diajak untuk memahami kehangatan interaksi sosial, pentingnya toleransi, serta kekayaan tradisi yang hidup di masyarakat.

Yang membuat serial Upin & Ipin istimewa adalah kemampuannya menyampaikan pesan-pesan budaya tanpa menggurui. Anak-anak diajak mengenal berbagai etnis, tradisi, bahasa, bahkan kuliner khas yang ditampilkan dengan natural dalam cerita sehari-hari. Tak heran jika banyak orangtua menyambut positif serial ini, karena menjadi jembatan bagi anak untuk mengenal perbedaan, menghargai keberagaman, dan mencintai budaya. Berikut representasi budaya dalam Upin & Ipin yang menginspirasi.

1. Tradisi yang hidup dalam kehidupan sehari-hari

Upin Ipin berbicara dengan Opah (youtube.com/Les' Copaque Production)
Upin Ipin berbicara dengan Opah (youtube.com/Les' Copaque Production)

Salah satu sisi positif dari cerita Upin & Ipin adalah keberhasilannya dalam menampilkan tradisi Melayu sebagai bagian dari kehidupan harian. Tradisi ini bukan sekadar latar, melainkan elemen aktif yang membentuk karakter para tokohnya. Misalnya, cara makan bersama di lantai, penggunaan sapaan khas seperti “Opah”, “Tok Dalang”, atau “Kak Ros”, serta pentingnya sopan santun kepada orang yang lebih tua menjadi bagian yang tak terpisahkan dari cerita.

Serial ini juga menyoroti bagaimana nilai-nilai moral diajarkan secara turun-temurun, terutama melalui karakter Opah yang sering menjadi sumber nasihat bijak. Perayaan Hari Raya Idulfitri, misalnya, ditampilkan dengan sangat rinci, mulai dari mempersiapkan ketupat, membuat kue khas lebaran, hingga tradisi saling bermaafan. Anak-anak diajak memahami bahwa budaya bukan hanya ritual musiman, tapi juga kebiasaan sehari-hari yang bisa dijaga dan dilestarikan.

2. Harmoni dalam multikulturalisme

warga Durian Runtuh merayakan tahun baru Cina (youtube.com/Les' Copaque Production)
warga Durian Runtuh merayakan tahun baru Cina (youtube.com/Les' Copaque Production)

Upin & Ipin bukan hanya tentang keluarga Melayu. Serial ini menjadi cermin dari kehidupan multikultural di Malaysia, di mana beragam suku bangsa hidup rukun dan saling menghormati. Kampung Durian Runtuh menjadi simbol kehidupan masyarakat yang harmonis.

Kita mengenal tokoh-tokoh seperti Rajoo dan ayahnya, Uncle Muthu, yang mewakili etnis India. Ada pula Meimei dan Koh Ah Tong dari suku Tionghoa, serta Susanti dari Indonesia. Mereka semua berinteraksi dengan penuh kehangatan, menunjukkan bahwa perbedaan budaya bukanlah penghalang untuk bersahabat dan hidup damai.

Kehadiran karakter-karakter lintas etnis ini membuat anak-anak terbiasa dengan perbedaan dan belajar bahwa setiap budaya punya nilai yang patut dihargai. Misalnya, ketika Meimei menjelaskan bahwa makanan yang dia makan tidak boleh dikonsumsi oleh Upin dan Ipin karena keyakinan agama, ia menyampaikannya dengan cara yang lucu tapi tetap sopan. Ini adalah contoh nyata pendidikan toleransi yang dikemas dengan cara yang ramah anak.

3. Bahasa sebagai identitas budaya

Upin Ipin berbicara dengan kawan-kawan (youtube.com/Les' Copaque Production)
Upin Ipin berbicara dengan kawan-kawan (youtube.com/Les' Copaque Production)

Bahasa menjadi elemen penting dalam membentuk identitas tokoh dan budaya di Upin & Ipin. Setiap karakter menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan latar belakangnya. Upin dan Ipin menggunakan Bahasa Melayu Malaysia dengan dialek khas kampung. Susanti berbicara dalam Bahasa Indonesia baku dengan logat yang berbeda, menunjukkan identitasnya sebagai anak dari Jakarta. Meimei dan Rajoo juga memiliki dialek yang memperkaya keragaman linguistik dalam serial ini.

Salah satu episode menarik adalah ketika Susanti diperkenalkan sebagai murid baru di Tadika Mesra. Ia memperkenalkan diri dalam Bahasa Indonesia, dan guru pun menjelaskan kepada murid lain bahwa cara bicaranya sedikit berbeda karena berasal dari negara tetangga. Dialog seperti ini tidak hanya memperkenalkan anak-anak pada ragam bahasa, tetapi juga mengajarkan sikap terbuka terhadap perbedaan.

Melalui bahasa, serial ini mengajarkan bahwa identitas tidak harus diseragamkan. Perbedaan justru memperkaya dan memperkuat rasa saling menghargai.

4. Kuliner sebagai wajah keberagaman

Upin Ipin dan kawan-kawan makan hidangan khas Melayu (youtube.com/Les' Copaque Production)
Upin Ipin dan kawan-kawan makan hidangan khas Melayu (youtube.com/Les' Copaque Production)

Makanan juga menjadi sarana efektif dalam mengenalkan budaya. Dalam serial Upin & Ipin, berbagai makanan khas dari berbagai etnis dan perayaan sering muncul dan diperkenalkan dengan menarik.

Misalnya, saat Hari Raya Idulfitri, kita melihat Opah dan Kak Ros menyiapkan ketupat, dodol, dan kuih tart nenas. Saat perayaan Tahun Baru Cina (Gong Xi Fa Cai), Meimei membagikan buah jeruk dan mengundang teman-temannya untuk merayakan bersama. Di rumah Uncle Muthu, saat Deepavali, tersaji berbagai makanan manis khas India seperti manisan dan rangoli yang menghiasi pintu rumah.

Kehadiran makanan-makanan ini bukan sekadar pemanis cerita, tapi juga menjadi simbol dari keberagaman yang menyatukan. Anak-anak diajak mengenal jenis makanan, cara memasaknya, dan makna di baliknya. Semua ini memperkuat nilai-nilai toleransi dan rasa ingin tahu terhadap budaya lain.

5. Permainan tradisional dan kesenian lokal

Upin Ipin dan kawan-kawan bermain permainan tradisional (youtube.com/Les' Copaque Production)
Upin Ipin dan kawan-kawan bermain permainan tradisional (youtube.com/Les' Copaque Production)

Di tengah arus digitalisasi, Upin & Ipin tetap setia mengangkat permainan tradisional dan kesenian lokal. Kita sering melihat mereka bermain congkak, galah panjang, atau main sorok-sorok bersama teman-temannya. Bahkan dalam beberapa episode, ditampilkan juga kesenian seperti wayang kulit.

Salah satu episode yang berkesan adalah ketika Tok Dalang memperkenalkan wayang kulit kepada anak-anak. Upin dan Ipin terlihat antusias mempelajari cerita dan akhirnya mencoba memainkan wayang buatan mereka sendiri. Momen ini bukan hanya seru, tapi juga menjadi media untuk mengenalkan warisan budaya yang mulai terlupakan.

Dengan cara ini, serial Upin & Ipin mengajak anak-anak untuk mencintai budaya sendiri. Mereka tidak hanya menonton, tapi juga terinspirasi untuk melestarikan permainan dan seni tradisional di dunia nyata.

Serial Upin & Ipin membuktikan bahwa tayangan anak-anak bisa menjadi media edukasi. Dengan menyisipkan nilai-nilai budaya, toleransi, dan kebersamaan, serial ini memberikan pelajaran hidup yang bermakna.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kirana Mulya
EditorKirana Mulya
Follow Us

Latest in Hype

See More

7 Potret Influencer Nonton Waterbomb Bali Day 1, Seru Banget!

07 Sep 2025, 11:53 WIBHype