5 Sutradara yang Membenci Film Terpopuler Mereka, Kenapa?

- Tony Kaye membenci film "American History X" karena dianggap dirusak oleh studio, menyebabkan kontroversi dan menghancurkan kariernya.
- Josh Trank merasa kecewa dengan "Fantastic Four" karena konflik internal dan reaksi negatif yang menghancurkan reputasinya.
- Joel Schumacher menyesali "Batman & Robin" karena film ini merusak citranya sebagai sutradara dan membuatnya kehilangan proyek besar.
Tidak semua sutradara merasa bangga dengan film yang mereka buat. Beberapa bahkan justru membenci karyanya sendiri, meskipun film tersebut sukses dan dikenang oleh banyak orang. Ironisnya, justru film-film yang mereka benci inilah yang paling dikenal dan menjadi bagian besar dari karier para sutradara tersebut.
Terdapat beberapa sutradara yang tidak bisa berdamai dengan film terpopuler mereka. Entah karena perbedaan kreatif, perubahan drastis di tahap editing, atau pengalaman buruk di balik layar, berikut lima sutradara yang membenci film populer mereka. Kira-kira film apa saja, ya?
1. Tony Kaye – American History X (1998)

Jika ingin menarik perhatian dengan film debut, membuat film tentang neo-Nazi adalah cara yang cukup ekstrem, dan itulah yang dilakukan Tony Kaye dengan American History X. Film ini mengikuti perjalanan seorang mantan supremasi kulit putih (Edward Norton) yang mencoba mengubah adiknya agar tidak mengikuti jejaknya.
Dengan cerita kuat, akting luar biasa, dan tema yang masih relevan hingga kini, film ini dianggap sebagai salah satu drama terbaik sepanjang masa. Sayangnya, Kaye justru membencinya. Versi American History X yang tayang di bioskop ternyata lebih panjang 24 menit dari versi awal yang dia serahkan ke studio.
Kaye merasa filmnya dirusak oleh studio dan bahkan terang-terangan menyerang Edward Norton di media. Tidak hanya itu, dia sampai mengajukan gugatan hukum dan ingin mengganti namanya di kredit dengan "Humpty Dumpty" sebagai bentuk protes. Akibat kontroversi ini, kariernya hancur. Butuh 8 tahun bagi Kaye untuk kembali menyutradarai film lain.
2. Josh Trank – Fantastic Four (2015)

Ketika 20th Century Fox mencari sutradara untuk menggarap reboot Fantastic Four, mereka memilih Josh Trank yang saat itu dianggap sebagai bakat baru setelah sukses dengan film Chronicle (2012). Seharusnya, ini menjadi kesempatan emas baginya untuk masuk ke jajaran sutradara besar di Hollywood. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya karena film ini menjadi bencana besar.
Selain menerima kritik pedas karena ceritanya yang membosankan dan penuh masalah, Fantastic Four juga didera konflik internal. Trank dikabarkan sering bertengkar dengan studio, dan setelah filmnya dirilis, dia bahkan menulis di media sosial bahwa versi yang tayang bukanlah versinya dan bahwa film aslinya jauh lebih baik.
Reaksi negatif ini menghancurkan reputasinya. Trank akhirnya butuh 5 tahun untuk kembali menyutradarai film lain, yakni Capone (2020). Namun, kariernya tidak pernah benar-benar pulih.
3. Joel Schumacher – Batman & Robin (1997)

Joel Schumacher seharusnya bisa mencapai puncak karier sebagai sutradara ketika dipercaya menggantikan Tim Burton di waralaba Batman. Setelah Batman Forever (1995) mendapat sambutan lumayan, Schumacher kembali untuk mengarahkan Batman & Robin (1997). Hasilnya? Film ini menjadi salah satu film superhero paling dibenci sepanjang masa.
Dengan kostum kelewat mencolok, dialog konyol, dan adegan aksi yang terasa seperti kartun, Batman & Robin langsung dihujat oleh kritikus dan penggemar. Bahkan, George Clooney sendiri bercanda bahwa dia masih meminta maaf karena pernah membintangi film ini. Schumacher pun merasa bersalah dan pernah meminta maaf secara terbuka kepada para penggemar Batman.
Sayangnya, film ini merusak citranya sebagai sutradara, dan sejak saat itu dia tidak pernah lagi mendapat proyek sebesar Batman. Sayang sekali, ya!
4. Kevin Yagher – Hellraiser: Bloodline (1996)

Kevin Yagher adalah nama besar di genre film horor. Dia telah mengerjakan film-film ikonik, seperti A Nightmare on Elm Street, Child’s Play, dan Children of the Corn. Namun, ketika diberi kesempatan untuk menyutradarai Hellraiser: Bloodline, segalanya berubah menjadi mimpi buruk.
Studio yang mendistribusikan film ini memotong sekitar 25 menit adegan yang dibuat Yagher dan bahkan mengganti akhir film agar lebih memuaskan penonton. Kecewa berat, Yagher sampai meminta agar namanya dihapus dari kredit film dan diganti dengan Alan Smithee.
Nama samaran tersebut biasa digunakan oleh sutradara yang tidak ingin dikaitkan dengan proyek mereka. Setelah pengalaman buruk ini, dia tidak pernah menyutradarai film lagi dan bahkan mulai menjauhi genre horor sepenuhnya.
5. Alan Taylor – Thor: The Dark World (2013)

Alan Taylor adalah sutradara kawakan yang sudah menggarap banyak serial TV ternama, seperti Game of Thrones, The Sopranos, dan Mad Men. Dengan pengalaman begitu luas, dia tampak seperti pilihan yang tepat untuk mengarahkan Thor: The Dark World di bawah Marvel Studios. Namun, setelah filmnya rilis, dia justru merasa kecewa dan menyesali keterlibatannya.
Taylor mengungkapkan bahwa selama proses syuting, dia diberi kebebasan penuh untuk membuat film sesuai visinya. Namun, setelah masuk tahap editing, studio melakukan banyak perubahan yang akhirnya membuat film ini terasa hambar dan berantakan.
Dalam sebuah wawancara, dia mengaku tidak ingin mengalami hal seperti ini lagi. Thor: The Dark World sering disebut sebagai salah satu film Marvel paling membosankan. Pengalaman buruk ini membuat Taylor lebih berhati-hati sebelum menerima proyek besar di Hollywood.
Meskipun film-film ini dikenal luas dan memiliki basis penggemar sendiri, bagi para sutradara di baliknya, proyek-proyek ini justru menjadi pengalaman pahit yang sulit mereka lupakan. Bagaimana menurutmu? Apakah ada film lain yang menurutmu layak masuk dalam daftar ini?