Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Dimaksud dengan Female Gaze dalam Film?

potongan film Lady Bird (dok. A24/Lady Bird)
potongan film Lady Bird (dok. A24/Lady Bird)
Intinya sih...
  • Female gaze tidak sesederhana membalik gender
  • Contoh film yang menggunakan rumus female gaze
  • Female gaze pada dasarnya adalah antitesis dari male gaze

Sebelum female gaze, kita lebih dulu mengenal istilah male gaze. Konsep ini ternyata datang dari esai Laura Mulvey berjudul "Visual Pleasure and Narrative Cinema" yang terbit pada 1975 lewat jurnal Screen. Mulvey dalam esainya mengkritik kecenderungan film memotret perempuan sebagai objek erotis untuk karakter (dalam film) dan objek erotik untuk penonton. Ia menggunakan Marilyn Monroe sebagai contohnya.

Tak hanya caranya memotret karakter perempuan yang bermasalah. Male gaze juga sering menggambarkan karakter pria yang hipermaskulin dan dominan, seolah itulah sosok pria ideal. Sudah ada sejak lama sebagai bagian dari tradisi Hollywood, beberapa film modern masih menggunakan formula male gaze. Sebut saja Casino Royale (2006), Transformers (2007), The Wolf of Wall Street (2013). Bahkan Anora (2024) bagi sebagian orang bisa masuk kategori ini.

Sebagai lawannya, Mulvey mengusulkan istilah female gaze, yakni penggambaran cerita lewat perspektif perempuan. Bagaimana implementasinya? Apakah ia bisa jadi jawaban dari keresahan orang soal male gaze?

1. Female gaze tidak sesederhana membalik gender

Jeanne Dielman, 23, quai du Commerce, 1080 Bruxelles (dok. Criterion/Jeanne Dielman, 23, quai du Commerce, 1080 Bruxelles)
Jeanne Dielman, 23, quai du Commerce, 1080 Bruxelles (dok. Criterion/Jeanne Dielman, 23, quai du Commerce, 1080 Bruxelles)

Female gaze muncul dengan semangat feminisme. Ia diusulkan bukan untuk membalas dendam dengan balik mengobjektifikasi karakter laki-laki seperti yang banyak orang kira. Menampakkan tubuh kekar pria bukanlah female gaze yang dimaksud Mulvey. Lebih kompleks dari itu, female gaze adalah tentang menggunakan perspektif perempuan untuk menyampaikan cerita.

Female gaze yang paling sering dipuji dan dijadikan teladan oleh sineas adalah film Jeanne Dielman, 23 quai du Commerce, 1080 Bruxelles (1975) karya Chantal Akerman. Film yang dibuat dengan kamera statis ini memotret keseharian seorang ibu rumah tangga yang sebagian besar dihabiskannya di dalam rumah. Terlihat monoton pada awalnya, tetapi ternyata mengandung pesan tersirat yang kuat dengan twist yang juga mencengangkan. Ia bicara perasaan terkungkung dan liberasi dalam satu waktu, karakternya punya agensi serta kesadaran untuk membuat keputusan sendiri.

2. Contoh film yang menggunakan rumus female gaze

The Portrait of Lady on Fire (dok. MK2 Films/The Portrait of Lady on Fire)
The Portrait of Lady on Fire (dok. MK2 Films/The Portrait of Lady on Fire)

Female gaze kerap dipotret dalam bentuk pengakuan keresahan akan isu yang secara spesifik lebih banyak atau hanya dirasakan perempuan. Misalnya, pengalaman coming-of-age layaknya Frances Ha (2012), Eighth Grade (2018), dan Good One (2024). Begitu pun dengan proses menjadi ibu seperti dalam Tully (2017) dan Wasp (2003). Bahkan, ada yang kombinasi keduanya seperti Wadjda (2012) dan Lady Bird (2017).

Ada pula self-hatred yang didorong tekanan sosial berupa standar kecantikan tak masuk akal, seperti The Substance (2024) dan The Ugly Stepsister (2025). Bisa juga bentuknya pengakuan terhadap kepuasan seksual perempuan. The Portrait of Lady on Fire (2019), Babygirl (2024), Bridgerton (2020), dan Lady Chatterley’s Lover (2022) sejumlah contoh idealnya.

3. Female gaze pada dasarnya adalah antitesis dari male gaze

Pride and Prejudice (dok. Focus Features/Pride and Prejudice)
Pride and Prejudice (dok. Focus Features/Pride and Prejudice)

Lantas, bagaimana dengan karakter pria? Sudah disinggung sebelumnya, female gaze tidak dibuat untuk mengobjektifikasi pria. Justru sebaliknya, kualitas-kualitas maskulin positif seperti soft-spoken, approachable (ramah, tidak arogan), dermawan, tidak malu menunjukkan keresahan dan kelemahannya, stabil secara emosional, humoris, cerdas yang jadi daya tarik untuk audiens perempuan.

Mr. Darcy dalam Pride and Prejudice (2005) adalah salah satu karakter pria yang sulit didebat dalam semesta sinema female gaze. Begitu pula dengan Aragorn di The Lord of The Rings (2001), Robbie di Atonement (2007), Eugene di Tangled (2009), dan Jamie Fraser dalam Outlander (2014) . Bahkan, audiens perempuan pasti sepakat kalau mereka lebih tertarik kepada Loki ketimbang Thor dari Marvel Cinematic Universe. Itu pula yang membuat orang setuju ketika kreator The Hunger Games membuat Katniss Everdeen memilih Peeta Mellark ketimbang Gale Hawthorne.

Female gaze pada dasarnya adalah antitesis dari male gaze, tetapi bukan sekadar kebalikan. Ketika male gaze menyederhanakan posisi perempuan sebagai objek seksual, female gaze menawarkan karakter perempuan dan laki-laki yang sama-sama punya agensi dan lebih realistis. Lengkap dengan segala ketidaksempurnaan dan keunggulan yang melekat pada kepribadian masing-masing karakter tanpa bias gender.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us