Di Balik Layar Mungkin Kita Perlu Waktu, Ending Diubah Pas Udah Tayang

- Film Mungkin Kita Perlu Waktu terinspirasi dari kegelisahan sang sutradara saat pandemi dan menekankan proses penyembuhan trauma yang berbeda bagi setiap individu.
- Film ini merupakan passion project antara Teddy dan Lukman Sardi, dengan naskah film yang kuat dan alur yang menarik tanpa eksploitasi kesedihan.
- Keputusan besar dalam produksi film ini adalah perubahan ending untuk memberikan closure yang adil bagi karakter, didukung oleh produser meskipun berpotensi mengubah arah narasi.
Mungkin Kita Perlu Waktu (2025) menjadi sorotan sejak penayangan perdananya di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024. Film kolaborasi Adhya Pictures dan Kathanika Films ini menghadirkan drama keluarga yang berpusat pada trauma pasca-kehilangan.
Di balik layar, proses kreatifnya ternyata menyimpan banyak cerita menarik. Salah satunya keputusan untuk mengubah akhir film. Berikut tiga fakta di balik layar yang terungkap saat Konferensi Pers Mungkin Kita Perlu Waktu di XXI Epicentrum, Selasa (6/6/2025).
1. Alasan di balik judul Mungkin Kita Perlu Waktu

Judul film ini terinspirasi dari refleksi sang sutradara, Teddy Soeriaatmadja, selama pandemik. Menurutnya, judul ini mencerminkan pesan bahwa penyembuhan dari trauma membutuhkan waktu dan proses yang berbeda bagi setiap individu.
"I think kalau misalnya orang lagi sedang ada masalah, sedang berat gitu dalam hidupnya, yang bisa menyembuhkan itu time... Saya ngerasa it has a very positive feeling dengan judul seperti itu, bahwa everything will be okay," ucap Teddy.
Film ini sendiri merupakan passion project antara Teddy dan Lukman Sardi, yang menjadi pemain di film ini sekaligus produser dari Kathanika Films.
"Teddy itu datang dengan cerita ini sudah cukup lama. Waktu itu, baca premis ceritanya secara personal. Dalam artian belum tahu kalau gue yang akan main juga," tutur Lukman.
Lukman menambahkan kalau naskah film ini punya premis yang kuat dan menggugah. Baginya, film drama ini memiliki alur yang menarik untuk mengajak penonton masuk ke inti permasalahan, tanpa harus mengeksploitasi kesedihan.
"Jadi, sangat realis gitu. Pas. Bagi aku, itu sangat menarik. Sering kali kita disuguhkan pada cerita drama yang terjebak pada sesuatu yang meledak-ledak," imbuhnya.
2. Punya dua ending yang berbeda

Salah satu keputusan besar dalam produksi film ini adalah perubahan ending setelah penayangan di JAFF 2024. Teddy yang merasa terhubung dengan karakter Restu (Lukman Sardi) dan Kasih (Sha Ine Febriyanti) ingin memberikan akhir yang pas untuk mereka.
"Saya merasa perlu untuk memberi semacam closure yang, menurut saya sebagai filmmaker, lebih adil untuk keduanya. Kurang lebih itu yang saya bayangkan dan renungkan. Jadi, seperti judulnya, mungkin saya juga perlu waktu," katanya sambil tertawa.
Meskipun ide ini berpotensi mengubah arah narasi yang sudah diterima di kalangan pengunjung JAFF, Shierly Kosasih sebagai produser tetap mendukung keputusan Teddy.
"Aku juga lupa bagaimana persisnya, tapi aku ingat waktu dia kasih tahu kalau kita butuh 'closure'. Waduh nih, kalau kayak begini, bagaimana? Tapi karena kita percaya dengan Teddy, tetap dukungan itu kami berikan," tutur Shierly.
3. Cerita "Nocturnes" Chopin jadi soundtrack film

Pemilihan musik dalam Mungkin Kita Perlu Waktu juga menjadi elemen kunci yang memperkuat nuansa emosional sepanjang film. Teddy sendiri memilih karya "Nocturnes" dari Frédéric Chopin sebagai soundtrack dengan satu alasan utama.
"Saya memiliki daftar putar lagu sendiri yang saya dengarkan berulang kali saat saya menulis (naskah), terutama musik klasik Chopin itu pasti saya ulang-ulang terus," ujarnya.
Awalnya, film ini nyaris tidak memiliki soundtrack. Teddy merasa kalau akting para pemain sangat kuat, sampai bingung menaruh musik di mana. Ia lalu memberikan kebebasan pada Music Director untuk menciptakan scoring yang pas.
"Terserah kamu mau scoring bagaimana, nanti give it back to me. Yang pasti, pakai lagu Chopin ini ya," kata Teddy pada Music Director-nya, Ricky Leonardi.
Selain karya Chopin, lagu "Waking Up Together with You" dari Ardhito Pramono serta "Tak Terima" dari Sheila Dara Aisha dan Donne Maulana pun masuk ke dalam film ini.
"Dia tidak berusaha untuk memanipulasi rasa penonton, tapi bener-bener ada untuk support the scene. Terus dari itu, saya melihat film yang beda tapi ya, 'this is right'. Jadi mengenai penempatan musiknya, I have to keep a hundred percent credit untuk yang namanya Ricky Leonardi," imbuhnya.