6 Film Genre-Bending Terbaik selain Everything Everywhere All at Once

Genre-bending alias memadukan lebih dari satu atau dua genre dalam satu karya sebenarnya bukan hal baru. Dalam film, praktik ini sudah banyak dilakukan. Apalagi dengan penemuan CGI, berbagai ide nyeleneh di luar nalar pun jadi lebih mudah direalisasikan.
Beberapa sineas yang cukup sering melakukannya adalah Wong Kar Wai (Chungking Express) dan Guillerme del Toro (Pan's Labyrinth). Dalam karyanya itu mereka memadukan lebih dari satu genre jadi satu. Chungking Express (1994) misalnya menggabungkan komedi, romansa, crime, dan thriller. Sementara, Pan's Labyrinth (2006) terdiri dari sejarah, horor, thriller, dan fantasi.
Teknik ini cukup berisiko, tetapi punya potensi besar untuk sukses. Ini yang terjadi pada Everything Everywhere All at Once (2022). Film komedi, fantasi, drama, sains-fiksi, dan aksi tersebut berhasil menyabet 7 Piala Oscar termasuk Best Picture.
Kalau kamu menikmati film genre-bending seperti ketiga contoh di atas, silakan coba enam film berikut juga.
1. Petite Maman (2022)

Petite Maman memadukan drama dengan magical realism, sebuah formula yang cukup sering dipakai sebenarnya. Kamu akan mengikuti kehidupan bocah perempuan bernama Nelly yang diajak orangtuanya untuk membereskan rumah neneknya yang baru saja meninggal.
Saat bermain di hutan dekat rumah sang nenek, ia tak sengaja bertemu dengan seorang bocah kecil seusianya, Marion. Nama yang ternyata tak asing karena Marion adalah ibu Nelly.
2. Petrov's Flu (2021)

Petrov's Flu merupakan film Rusia yang memadukan beberapa genre sekaligus, komedi, drama, fantasi, dan distopia. Latarnya Ekaterinburg beberapa tahun setelah Uni Soviet pecah. Layar langsung mengikuti Petrov, pria berusia 30-an yang naik bus kota dalam kondisi flu berat.
Kamera kemudian fokus pada hal-hal yang ditemuinya selama perjalanan. Mulai dari lansia yang mengeluhkan kebijakan Gorbachev, segerombol geng yang suka main hakim sendiri, hingga anggota keluarganya dengan masalah masing-masing.
Film ini nonlinear, tidak ada plot yang jelas. Tiap likunya penuh kejutan dan sarat ilusi optik. Bukan tipe film untuk semua orang, tetapi sinematografinya ciamik.
3. Palm Springs (2020)

Palm Springs tersusun dari beberapa genre berbeda yang dijalin jadi satu. Drama domestik (kemelut keluarga), romansa, dan sains-fiksi.
Kisahnya dimulai dengan pertemuan Sarah dengan Nyles di pesta pernikahan adik tiri Sarah, Tala. Keduanya menjalin koneksi dan ngobrol asyik ketika seorang pria mengejar Nyles dengan membawa senjata.
Nyles lari menuju sebuah gua misterius, diikuti Sarah yang penasaran. Tak disangka sejak masuk ke gua itu, Sarah seakan terjebak dalam sebuah pusaran waktu. Ia tak pernah beranjak dari hari pernikahan Tala.
4. The Killing of a Sacred Deer (2017)

Perpaduan horor-psikologi, komedi, dengan cerita rakyat Yunani bisa kamu temukan dalam film The Killing of a Sacred Deer. Sinema arahan Yorgos Lanthimos tersebut mempertemukan Colin Farrell dan Barry Keoghan. Keduanya dipasangkan sebagai dokter (Steven) dan pasien remaja (Martin).
Martin diceritakan sebagai anak yatim yang menemukan figur bapak dari sosok Steven. Namun, kehadirannya justru mengusik kententraman keluarga sang dokter.
5. A Girl Walks Home Alone at Night (2014)

Dibungkus dalam format hitam putih, film horor bermuatan feminisme ini mengikuti kehidupan seorang perempuan muda Iran tanpa nama. Latarnya sebuah jalanan yang penuh dengan korupsi dan kriminalitas terselubung.
Perlahan, sang lakon mengamati orang-orang itu dari kejauhan. Dengan kostumnya yang menyatu dengan latar dan orang pada umumnya, tak ada yang menyangka bahwa ia adalah vampir pemangsa darah manusia.
Ana Lily Amirpour memadukan beberapa genre sekaligus dalam karya indie-nya ini. Mulai thriller, horor, drama sosial, dan romansa. Unik dan penuh pesan sosial.
6. Cloud Atlas (2012)

Mirip dengan Everything Everywhere All at Once (2022), film yang dibintangi Tom Hanks tersebut juga beralih dari satu periode ke periode lain. Mulai dari tahun 1894 sampai 2321. Tiap periodenya kita akan diperkenalkan pada karakter yang berbeda-beda.
Namun, tiap keputusan atau jalan hidup yang mereka ambil akan memberikan dampak pada karakter lain. Film ambisius ini menuai banyak pujian untuk idealisme ceritanya, tetapi dianggap kurang inklusif saat memilih cast.
Memasukkan beberapa genre sekaligus dalam film memang terdengar menarik, tetapi juga punya risikonya sendiri. Konsep dan keterkaitannya harus dipikirkan masak-masak. Tidak semuanya berhasil, lho.