10 Rekomendasi Film Live Action Anime yang Gak Mengecewakan

Menariknya, Chihayafuru tampaknya menolak dikaitkan dengan sesuatu yang kurang dari baik. Meskipun animenya telah mendapatkan popularitas cukup baik di negara-negara Barat, hal yang sama tidak berlaku untuk trilogi live action-nya, yang sebagian besar hanya beredar di Jepang. Meskipun demikian, film-film tersebut meraih kesuksesan cukup besar di negara asalnya dan bukan hanya sekadar catatan tambahan dalam warisan waralaba ini.

Menggambarkan perjalanan Chihaya, Taichi, dan Arata selama masa SMA saat mereka mengejar passion terhadap karuta (dan satu sama lain), Chihayafuru Trilogy menyajikan kisah utuh yang secara umum berhasil mengadaptasi materi sumbernya dengan baik. Meskipun entri ketiga dianggap sebagai yang terlemah di antara ketiganya, tetapi kualitasnya tetaplah patut diacungi jempol.

Bakuman karya Tsugumi Ohba adalah manga, dan anime, paling representatif tentang manga, dan anime, itu sendiri. Dengan 20 volume berkualitas tinggi, cerita ini menggambarkan perjalanan Moritaka Mashiro dan Akito Takagi untuk menjadi mangaka profesional, dengan tujuan akhir menciptakan karya shonen jump yang cukup populer untuk diadaptasi menjadi anime. Manga ini kemudian diadaptasi menjadi anime oleh J.C. Staff yang berjalan selama tiga musim, dan kualitasnya hampir menyamai karya aslinya.

Tidak mengherankan, film live action Bakuman yang dirilis pada 2015 tidak memiliki waktu yang cukup untuk menangkap semua elemen yang membuat manga dan anime ini begitu dicintai. Namun, film ini tetap berusaha dengan baik merepresentasikannya. Meskipun menghilangkan sebagian besar lika-liku perjuangan para karakter, adaptasi ini berhasil menyampaikan rasa cinta materi sumber terhadap dunia manga.

Bakuman menonjolkan kekaguman tersebut melalui latar belakangnya, sehingga menciptakan pengalaman yang terasa seperti tribut untuk karya Ohba dan industri manga secara keseluruhan. Selain itu, penonton yang belum familiar dengan manga tidak akan merasa bingung saat menonton film ini, meskipun mungkin tidak sepenuhnya memahami alasan di balik penyertaan beberapa karakter tertentu.

Your Lie in April tampaknya ditakdirkan meraih kesuksesan dalam berbagai bentuk adaptasi. Baik manga karya Naoshi Arakawa maupun adaptasi anime oleh A-1 Pictures, keduanya dianggap sebagai salah satu kisah romantis terbaik di bidangnya masing-masing, dan reputasi tersebut tentu saja layak didapatkan. Meski film live action-nya tidak terlalu dikenal di luar Jepang, namun tetap merupakan interpretasi yang patut diapresiasi dari kisah yang memikat ini.

Akibat sebuah tragedi pribadi, Kosei Arima kehilangan kemampuannya bermain piano. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu dengan Kaori Miyazono, seorang pemain biola yang penuh semangat hidup. Menggabungkan unsur romansa, drama, dan pertunjukan musik yang intens, Your Lie in April menghadirkan pengalaman yang kuat dan sarat emosi.

Meskipun bukan anime yang begitu populer pada masanya, Blade of the Immortal berhasil meraih pengakuan signifikan berkat keputusannya memasuki ranah live action. Para aktor dipilih dengan cermat untuk menghidupkan karakter-karakternya. Mereka berhasil menampilkan tingkah laku dan ekspresi mereka secara sempurna. Banyak penggemar bahkan merasa bahwa pesona asli dari anime tersebut berhasil diterjemahkan dengan baik ke dalam format live action ini.

Dengan adegan-adegan pertarungan menggunakan senjata yang dipenuhi darah dan kekerasan, serta sentuhan kekuatan supernatural yang mewarnai jalan cerita, film ini mampu meraih kesuksesan. Dirilis pada 2017, Blade of the Immortal layak jadi salah satu film live action adaptasi anime yang wajib ditonton. Film ini mengadaptasi dua arc cerita pertama dari seri aslinya.

Versi live action dari Let Me Eat Your Pancreas dirilis lebih dulu daripada animenya, menjadikannya sebuah adaptasi dari novel ringan, atau manga. Meskipun begitu, film ini patut mendapat perhatian, karena sebagian besar alur ceritanya serupa dengan anime yang dirilis pada 2018.

Sama seperti materi aslinya dan versi animasi, Let Me Eat Your Pancreas adalah drama mengharukan tentang dua remaja yang menjalin hubungan akibat sebuah tragedi yang mendekat. Haruki Shiga, seorang siswa penyendiri di sekolah, mulai tertarik pada teman sekelasnya, Sakura, ketika mengetahui bahwa gadis itu mengidap penyakit tak tersembuhkan.

Meskipun kepribadian mereka sangat berbeda, Sakura menaruh perhatian pada Haruki. Keduanya pun menjalin persahabatan yang mengharukan, bahkan mungkin lebih dari sekadar teman.

Sebagai adaptasi dari manga tercinta karya Ai Yazawa, Nana mengisahkan dua perempuan yang sangat berbeda. Namun, mereka berbagi nama yang sama yang takdir mempertemukan mereka di sebuah kereta menuju Tokyo.

Mereka pun akhirnya menjadi teman sekamar dan sahabat. Baik manga, anime, maupun filmnya berhasil menghadirkan kedua tokoh utama ini sebagai karakter yang utuh dengan aspirasi, kelemahan, kekuatan, dan rasa tidak aman mereka masing-masing. Persahabatan tidak hanya mendefinisikan mereka, tetapi juga membantu mereka tumbuh sebagai individu.

Nana versi 2005 mengadaptasi materi sumber dengan sangat baik, baik dalam hal karakterisasi maupun presentasi. Mika Nakashima dan Aoi Miyazaki memberikan penampilan yang solid sebagai kedua Nana, terutama Aoi Miyazaki, dan chemistry persahabatan mereka terasa sangat meyakinkan. Film ini memiliki sekuel yang dirilis pada 2006, meski kualitasnya tidak sebaik film pertama, tapi  tetap layak untuk ditonton.

Sama seperti manga dan anime aslinya, Kingdom mengisahkan dua anak yatim piatu yang bercita-cita menjadi jenderal. Sebuah perjalanan yang sarat dengan konflik dan peperangan.

Dengan memadukan aksi yang memukau dan pengembangan karakter yang kuat, film yang dirilis pada 2019 ini menjadi pintu masuk yang solid untuk menjelajahi dunia Kingdom. Tentu saja, versi live action ini tidak dapat menyamai kualitas anime, apalagi manganya, tetapi tetap merupakan sebuah film yang layak untuk dinikmati.

Dengan kemunculan remake live action Death Note dari Netflix yang baru-baru ini memicu kecaman dari para kritikus, penting untuk mengakui adanya versi alternatif yang telah hadir sebelumnya. Jepang telah memproduksi versi live action dari serial anime ternama ini, yang berfokus pada karakter L dan Light Yagami.

Berbeda dengan versi Netflix yang mengambil banyak kebebasan kreatif, versi Jepang tetap setia pada penampilan dan perilaku karakter seperti dalam anime. Mereka juga mempertahankan alur cerita yang dekat dengan versi asli yang terdapat dalam anime dan manga.

Lebih lanjut, banyak penggemar yang merasa terhubung dengan genre horor yang kuat dalam versi Jepang ini, yang memang merupakan tujuan awal dari anime Death Note. Anime ini tidak pernah dimaksudkan untuk diubah menjadi versi yang berbeda, sehingga mengikuti materi sumber dengan setia seringkali menjadi kunci untuk mendapatkan penerimaan dari para penggemar anime.

Sebagai salah satu dari sedikit contoh di mana Hollywood berhasil mengadaptasi anime dengan tepat, Alita: Battle Angel adalah anomali dalam dunia perfilman live action adaptasi. Film ini sempat terjebak dalam proses pengembangan yang berlarut-larut. Namun, dukungan James Cameron berhasil mendorongnya untuk direalisasikan tanpa mengorbankan kualitas.

Sebuah ciri khas langka yang membedakan Alita dari adaptasi Hollywood lainnya adalah kesetiaannya terhadap materi sumber, termasuk penggambaran perilaku dan karakter para tokohnya. Bahkan, penambahan mata 3D pada Alita pun diterima dengan baik, sesuatu yang biasanya dihindari atau dikritik dalam komunitas live action.

Sentuhan mahir Robert Rodriguez dalam adegan aksi terlihat jelas dalam berbagai adegan pertarungan film ini. Dengan begitu, memberikan kesan megah yang berhasil menangkap semangat manga dan OVA animenya. Semoga, Alita mendapatkan sekuel yang memang layak untuknya, ya!

Film pertama dari seri live action Rurouni Kenshin ini dirilis pada 2012. Sambutan positif yang diterima film ini mendorong lahirnya sekuel pada 2014 dengan harapan akan ada lebih banyak lagi di masa mendatang. Seri live action ini tidak hanya sangat menghormati anime dan manga aslinya, tetapi juga berhasil memenuhi ekspektasi tinggi yang ditetapkan oleh kedua format tersebut.

Keberhasilan ini dicapai melalui adegan-adegan pertarungan pedang yang intens dan cepat, menampilkan koreografi yang presisi dan elegan. Trilogi aslinya sungguh luar biasa, dan sekuel Netflix berhasil mempertahankan standar kualitas tersebut.

Berbeda dengan kebanyakan film live action adaptasi anime yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh penggemar berat materi aslinya, film-film Kenshin tidak memerlukan pengetahuan sebelumnya atau kecintaan khusus terhadap serial aslinya untuk dapat diapresiasi. Film-film ini adalah film aksi sejarah yang sangat baik dan dapat dinikmati oleh siapa saja.

Deretan film live action adaptasi anime di atas membuktikan bahwa tidak semua adaptasi live action berakhir mengecewakan. Dengan pemilihan aktor yang tepat, penggarapan yang cermat, serta kesetiaan terhadap materi sumber, film-film ini berhasil menghadirkan pengalaman menonton yang memuaskan bagi para penggemar anime maupun penonton awam. Kamu termasuk salah satunya, kan?