Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aftersun (dok. MUBI/Aftersun)

Letterboxd merilis daftar film terfavorit penonton yang dibuat oleh sutradara LGBTQ. Rekomendasi film terbaik dari sutradara LGBTQ ini menandakan bahwa dunia perfilman dunia sudah mulai mengutamakan keberagaman. Apalagi, karya-karya sutradara queer selalu autentik dan estetik.

Sejauh ini, sudah banyak nama sutradara LGBTQ yang menghasilkan karya sinematik indah. Mereka sebagai kaum minoritas juga mulai mendapatkan platform sampai pengakuan. Yuk, tonton rekomendasi film sutradara LGBTQ terbaik versi Letterboxd.

1. Call Me by Your Name (2017)

Call Me by Your Name (dok. Sony Pictures Classics/Call Me by Your Name)

Call Me by Your Name menjadi salah satu film terbaik yang dibuat oleh sutradara LGBTQ, yaitu Luca Guadagnino. Dilansir The Telegraph, sutradara asal Italia ini dikonfirmasi merupakan seorang gay. Call Me by Your Name diadaptasi dari novel populer berjudul sama karya Andre Aciman.

Film drama romantis LGBTQ ini mengisahkan liburan musim panas remaja berusia 17 tahun, Elio (Timothee Chalamet) di vila keluarganya di Italia pada 1983. Kehidupannya berubah setelah bertemu dengan Oliver (Armie Hammer). Ia mulai mengeksplorasi orientasi seksualnya dan menemukan jati diri. Termasuk hasratnya terhadap Elio.

Call Me by Your Name mendapatkan rating 95 persen di Rotten Tomatoes. Film ini juga sukses meraih 3 nominasi Academy Award 2018. Nominasi Oscar meliputi Best Picture, Best Adapted Screenplay dan Best Actor untuk Timothee Chalamet.

2. Challengers (2024)

Challengers (dok. Amazon MGM Studios/Challengers)

Seperti Call Me by Your Name, Challengers juga disutradarai oleh Luca Guadagnino. Bedanya, film drama sensual ini mengeksplorasi kisah cinta segitiga antara pemain tenis yang erotis. Challengers adalah film original dari buah pikiran Guadagnino.

Challengers mengikuti persahabatan dua pemain tenis, Patrick (Josh O'Connor) dan Art (Mike Faist) yang jatuh hati dengan Tashi (Zendaya). Mereka pun terjebak cinta segitiga yang rumit di tengah mimpi menjadi pemain tenis. Pada akhirnya, Tashi menikahi Art dan menjadi pelatih suaminya.

Namun, ketegangan dimulai saat Art harus menghadapi Patrick di turnamen Challengers. Ketiganya dipertemukan kembali dan Tashi harus menebus rasa bersalahnya. Challengers menjadi tayangan autentik yang sukses meraih rating 88 persen di Rotten Tomatoes.

3. Aftersun (2022)

Aftersun (dok. MUBI/Aftersun)

Rekomendasi film terbaik selanjutnya yang dibuat sutradara LGBTQ adalah Aftersun. Film ini menjadi debut Charlotte Wells sebagai sutradara. Dan sutradara asal Inggris ini mengaku dirinya adalah seorang queer.

Film Aftersun mengikuti liburan yang dilakukan oleh ayah muda bernama Calum (Paul Mescal) bersama putrinya yang masih remaja, Sophie (Frankie Corio). Meski terlihat indah, tetapi film ini adalah potret menyayat hati tentang hubungan anak dengan ayahnya yang mengalami masalah kesehatan mental. Liburan mereka menciptakan kenangan terindah dan terburuk.

Film Aftersun berhasil mengantar Paul Mescal meraih nominasi Best Actor di Oscar 2023. Berdasarkan penilaian Rotten Tomatoes, film drama coming of age ini meraih rating tinggi sebesar 96 persen. Siapkan tisu jika mau menonton Aftersun.

4. Portrait of a Lady on Fire (2019)

Portrait of a Lady on Fire (dok. NEON/Portrait of a Lady on Fire)

Portrait of a Lady on Fire menjadi film karya sutradara LGBTQ yang begitu indah. Film drama berbalut sejarah ini merupakan karya sutradara Prancis, Celine Sciamma. Sosok Celine diketahui telah coming out sebagai lesbian.

Portrait of a Lady on Fire mengisahkan pelukis wanita, Marianne (Noemie Merlant) yang tinggal di pulau terpencil Brittany pada tahun 1770. Pada suatu hari, ia mendapatkan pekerjaan melukis potret pernikahan putri bangsawan Prancis, Heloise (Adele Haenel). Namun yang terjadi, keduanya malah saling jatuh hati.

Film ini berjaya di Cannes Film Festival 2019 dengan meraih nominasi Palme d'Or. Di festival itu, Portrait of a Lady on Fire juga memenangkan penghargaan Queer Palm dan Best Screenplay. Karya Celine Sciamma ini mencatatkan rating tinggi sebesar 97 persen di Rotten Tomatoes.

5. I Saw the TV Glow (2024)

I Saw the TV Glow (dok. A24/I Saw the TV Glow)

I Saw the TV Glow merupakan film karya sutradara Amerika Serikat, Jane Schoenbrun. Sosok Jane mengaku jika dirinya adalah seorang non-biner. Artinya, ia tidak mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan ataupun laki-laki.

Sinopsis I Saw the TV Glow mengikuti seorang remaja, Owen (Justice Smith) yang berusaha bertahan hidup di pinggir kota. Suatu saat, temannya mengenalkannya dengan acara TV misterius yang tayang larut malam. Namun, acara dunia supranatural itu malah meneror kehidupan Owen.

Film karya Jane Schoenbrun ini juga mengangkat tema tentang LGBTQ. Menariknya, Jane menggabungkan genre horor, thriller, misteri, dan science fiction dalam filmnya. Berdasarkan rating Rotten Tomatoes, I Saw the TV Glow meraih skor fresh 84 persen.

6. May December (2023)

May December (dok. Transmission Films/May December)

May December merupakan film karya sutradara kondang Todd Haynes. Buat kamu yang belum tahu, sosok Haynes secara terbuka mengakui bahwa dirinya gay. Tak heran jika karyanya sering kali mengeksplorasi tema LGBTQ.

May December mengikuti kisah cinta Gracie (Julianne Moore) dan Joe (Charles Melton) yang terkenal usai dicetak tabloid. Dua dekade kemudian, pasangan ini kedatangan artis Hollywood, Elizabeth (Natalie Portman) yang berniat membintangi film mereka. Elizabeth pun menemukan kebenaran mengejutkan saat tinggal di rumah Gracie dan Joe untuk riset.

Film drama psikologi romantis ini berhasil meraih rating 91 persen di Rotten Tomatoes. May December juga meraih banyak penghargaan berkat akting mempesona pemainnya. Termasuk kategori Best Supporting Actor untuk Charles Melton.

7. Ma Rainey's Black Bottom (2020)

Ma Rainey's Black Bottom (dok. Netflix/Ma Rainey's Black Bottom)

Rekomendasi terakhir film terbaik karya sutradara LGBTQ adalah Ma Rainey's Black Bottom. Film ini disutradarai oleh George C. Wolfe. Sang sutradara diketahui sudah membuka diri ke publik bahwa dirinya gay.

Ma Rainey's Black Bottom mengisahkan suatu peristiwa yang dialami pelopor penyanyi blues, Ma Rainey. Ia dan bandnya terjebak dalam ketegangan di studio musik Chicago pada 1927. Momen ini terjadi saat mereka tengah melakukan sesi rekaman.

Ini adalah film terakhir Chadwick Boseman sebelum meninggal dunia pada 28 Agustus 2020. Dan ia berhasil meraih nominasi Best Actor di Oscar melalui Ma Rainey's Black Bottom. Film ini sukses meraih rating 98 persen di Rotten Tomatoes dan bisa ditonton di Netflix.

Benar-benar autentik dan estetik, bukan? Yuk, tonton film sutradara LGBTQ terbaik versi Letterboxd. Dijamin kamu bakal menikmati cara sutradara mengeksplorasi psikologi karakter di film mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team