Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Review A Big Bold Beautiful Journey, Kisah Romansa Dua Orang Avoidant

Apakah A Big Bold Beautiful Journey layak ditonton.jpg
A Big Bold Beautiful Journey (dok. Columbia Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)
Intinya sih...
  • Chemistry kuat antara Colin Farrell dan Margot Robbie
  • Visual yang warna-warni tidak selaras dengan cerita
  • Pace film tidak merata, dragging, dan cenderung kontemplatif
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Film A Big Bold Beautiful Journey (2025) mempertemukan dua bintang besar, Margot Robbie dan Colin Farrell, dalam sebuah kisah fantasi romantis yang ditulis oleh Seth Reiss (The Menu) dan diarahkan oleh Kogonada, sutradara yang dikenal lewat Columbus (2017) dan After Yang (2021).

Mengusung nuansa introspektif dengan balutan visual yang memankan mata, film ini mencoba menghadirkan kisah cinta dua orang dewasa yang penuh melankolia. Namun, apakah hasilnya seindah dan seberani judulnya? Simak ulasannya di bawah!

1. Colin Farrell dan Margot Robbie sajikan chemistry kuat

Colin Farrell dan Margot Robbie sajikan chemistry kuat.jpg
A Big Bold Beautiful Journey (dok. Columbia Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)

Pusat cerita film ini, Sarah dan David, adalah dua karakter yang enggan berkomitmen dan lebih suka menyendiri. Jika diumpamakan dengan istilah terkini, keduanya memiliki avoidant attachment. Sialnya, kedua orang ini "bertemu" di pernikahan temannya.

Jika dilihat sekilas, chemistry keduanya terlihat mengalir, terutama ketika dialog kaku yang coba dihidupkan dengan gestur dan tatapan penuh kecanggungan. Farrell yang sebelumnya bekerja sama dengan Kogonada di After Yang jelas paham bagaimana menginterpretasikan keheningan. Sementara itu, Robbie memberikan lapisan emosi yang lebih liar pada Sarah.

Sayang, kekuatan akting keduanya teredam oleh naskah Reiss yang tidak cukup dalam untuk menopang dua karakter itu. Hubungan Sarah dan David terasa mengambang; menarik dilihat, tetapi sulit untuk diyakini. Bahkan ketika ada momen romantis yang seharusnya menjadi inti emosional, film ini gagal membuat penonton peduli pada kelanjutan hubungan keduanya.

Chemistry Farrell dan Robbie memang kuat, tetapi tidak cukup untuk menutupi keterbatasan narasi. Sebagai penonton, kita bisa menikmati kehadiran mereka. Namun sebagai pasangan, Sarah dan David tidak benar-benar meyakinkan.

2. Visual yang warna-warni, apakah cocok dengan cerita?

Visual yang warna-warni, apakah cocok dengan cerita.jpg
A Big Bold Beautiful Journey (dok. Columbia Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)

Secara teknis, film ini memang menyajikan suguhan sinematik yang manis. Benjamin Loeb, sinematografer yang menangani gambar, memberikan palet visual kontras antara nuansa hujan, balon, hingga payung warna-warni. Komposisi ini semakin diperkuat oleh musik Joe Hisaishi yang memberi sentuhan melodius penuh nostalgia.

Namun, keindahan visual ini terkadang terasa tidak selaras dengan inti cerita. Fantasi visual yang mencolok seakan menutupi kesederhanaan drama yang ingin dibangun Kogonada. Alih-alih menguatkan narasi, tampilan ini kadang membuat kisah Sarah dan David terasa artifisial, mirip seperti dunia simulasi ala The Truman Show (1998).

Meski demikian, visual dan musik tetap menjadi daya tarik utama A Big Bold Beautiful Journey. Bahkan, bagi sebagian penonton, daya hipnotis dari sinematografi dan scoring mungkin lebih membekas ketimbang kisah cintanya sendiri.

3. Pace tidak merata, dragging, dan cenderung kontemplatif

Pace tidak merata, dragging, dan cenderung kontemplatif.jpg
A Big Bold Beautiful Journey (dok. Columbia Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)

Sebagai sutradara yang dikenal dengan gaya lambat dan reflektif, Kogonada sekali lagi menerapkan ritme penceritaan yang penuh kontemplasi di dalam A Big Bold Beautiful Journey. Masalahnya adalah pace film ini tidak merata. Ada bagian yang terlalu bertele-tele, membuat penonton sulit bertahan dalam ketegangan emosional yang coba dibangun.

Film ini terlihat berusaha menghadirkan meditasi tentang kenangan masa lalu, kesedihan, dan kehilangan. Namun, kontemplasi tersebut sering kali jatuh ke titik monoton, membuat alurnya terkesan dragging. Bisa dibilang hanya adegan David yang kembali ke SMA yang menjadi percikan sesaat. Sisanya tidak cukup untuk menyeimbangkan keseluruhan tempo film.

Meski ambisius dalam pendekatan artistik, A Big Bold Beautiful Journey gagal menjaga perhatian. Penonton yang tidak terbiasa dengan gaya Kogonada mungkin akan merasa film ini membosankan, meski durasinya tidak panjang, hanya 1 jam 48 menit.

4. Apakah A Big Bold Beautiful Journey layak ditonton?

Review A Big Bold Beautiful Journey, Kisah Romansa Dua Orang Avoidant.jpg
A Big Bold Beautiful Journey (dok. Columbia Pictures/A Big Bold Beautiful Journey)

A Big Bold Beautiful Journey adalah film dengan visual memukau dan akting solid dari kedua bintangnya. Namun, naskah yang lemah serta ritme penceritaan yang tidak konsisten membuatnya sulit untuk ditonton sampai akhir. Bahkan jika dibandingkan dengan The Life of Chuck (2025) yang juga mempertanyakan masa lalu, film ini gagal menyentuh hati sebagaimana mestinya.

Bagi penggemar Kogonada atau mereka yang menyukai film kontemplatif dengan visual artistik, A Big Bold Beautiful Journey mungkin terasa memuaskan. Namun bagi yang mencari kisah cinta emosional yang membumi, film ini berpotensi mengecewakan. Seperti judulnya, perjalanan ini memang "besar, berani, dan indah." Namun, belum tentu cocok untuk semua orang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zahrotustianah
EditorZahrotustianah
Follow Us

Latest in Hype

See More

Daftar Soundtrack Serial Thailand Shine dan Liriknya

19 Sep 2025, 17:19 WIBHype