Review Film Jembatan Shiratal Mustaqim, Satire untuk Koruptor

- Film horor religi dengan pesan moral kuat
- Genre-bending yang kurang mulus, CGI kasar
- Cocok untuk penggemar pesan moral dan nuansa spiritual
Film horor religi Jembatan Shiratal Mustaqim siap mengguncang bioskop Indonesia. Disutradarai Bounty Umbara, film ini tak hanya menghadirkan teror supranatural, tetapi juga refleksi moral tentang dosa dan keadilan. Dibintangi Agus Kuncoro, Imelda Therrine, Raihan Khan, dan Mike Lucock, film ini memadukan genre horor, religi, hingga drama keluarga yang menyoroti korupsi sebagai dosa besar.
Dengan pendekatan sinematik yang berani, Jembatan Shiratal Mustaqim mencoba membawa pesan bahwa setiap perbuatan jahat, terutama korupsi, pasti punya konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Lalu, apakah film ini layak untuk ditonton? Simak ulasannya di bawah!
1. Bawa isu sosial sebagai tema besar film

Film ini bercerita tentang Arya (Raihan Khan) yang hidupnya berubah setelah kecelakaan mobil. Sejak itu, ia terus diganggu oleh teror supranatural yang berhubungan dengan ayahnya, yang ternyata terlibat dalam skandal dana bantuan korban tsunami. Bersama sang ibu (Imelda Therrine), Arya berusaha mengungkap kebenaran di balik kematian ayahnya dan dosa besar yang dilakukannya.
Keputusan sutradara untuk menjadikan korupsi sebagai poros cerita adalah langkah berani. Dalam lautan film horor Indonesia yang umumnya menonjolkan kisah mistis klasik atau balas dendam arwah, Jembatan Shiratal Mustaqim tampil sebagai satire sosial tentang keserakahan. Namun, pertanyaannya: apakah pesan sosial ini tersampaikan dengan efektif?
Di satu sisi, film ini berhasil menanamkan moral kuat, bahwa kejahatan finansial pun bisa menjadi "azab" spiritual yang menghantui generasi berikutnya. Namun di sisi lain, pesan itu terasa terlalu gamblang, layaknya sinetron azab dengan bujet lebih tinggi.
2. Genre-bending yang terkesan dipaksakan, CGI kasar

Salah satu keunikan sekaligus kelemahan film ini terletak pada genre-bending yang dilakukannya. Jembatan Shiratal Mustaqim berusaha memadukan horor, misteri investigasi, religi, dan drama keluarga dalam satu paket. Sayangnya, transisi antarelemen itu tidak selalu berjalan mulus.
Ketika fokus pada penyelidikan misteri dana korupsi, ketegangan spiritual mulai luntur. Begitu pula sebaliknya, ketika aspek horor mengambil alih, pesan sosialnya terasa tenggelam. Tempo film pun beberapa kali tersendat akibat flashback yang terlalu panjang dan dialog yang terlalu menjelaskan secara gamblang, "Ini lho, yang sebenarnya terjadi."
Dari sisi visual, CGI yang digarap cukup lama tetap terasa kasar. Beberapa adegan azab dan efek neraka tampak tidak realistis, mendekati gaya Siksa Neraka (2023). Meski begitu, atmosfer duka pasca-bencana dan tata cahaya redup cukup menjaga nuansa kelam yang diperlukan cerita.
3. Apakah Jembatan Shiratal Mustaqim menarik untuk ditonton?

Bagi penonton yang menyukai film dengan pesan moral kuat dan nuansa spiritual, Jembatan Shiratal Mustaqim mungkin cukup menarik. Sekali lagi, ceritanya mengingatkan kita pada Siksa Neraka (2023), tapi dengan sentuhan drama keluarga yang lebih emosional. Film ini juga bisa dinikmati oleh penggemar serial Hidayah atau kisah-kisah "balasan dosa" dari sudut pandang agama Islam.
Namun, bagi sinefil yang mencari tontonan horor yang elegan dan subtil, film ini mungkin terasa terlalu teatrikal dan "menggurui." Meski begitu, tidak bisa dimungkiri bahwa film ini cukup berani untuk mengangkat korupsi sebagai salah satu dosa terbesar di tengah industri film Indonesia yang jarang menyentuh isu moral kontemporer. Jembatan Shiratal Mustaqim tayang 9 Oktober 2025.