Review Film The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim

Dunia Middle Earth kembali hadir di layar lebar lewat The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim (2024). Berbeda dengan trilogi live-action sebelumnya yang disutradarai Peter Jackson, film ini membawa penonton menjelajahi masa lalu Rohan melalui gaya anime.
Namun, apakah penyampaian cerita dan kualitas visualnya sesuai ekspetasi? Mari simak kelebihan dan kekurangannya di bawah ini!
1. Nostalgia ke Middle Earth dalam bentuk anime

Salah satu daya tarik utama film ini adalah eksplorasi baru dunia Middle Earth dalam gaya animasi. Bagi yang belum tahu, film ini disutradarai oleh Kenji Kamiyama yang terkenal lewat Ghost in the Shell (1995). Sedangkan desain set dan musiknya tetap setia dengan trilogi The Lord of the Rings karya Peter Jackson.
Meski visualnya memanjakan mata, kualitas animasinya terasa kurang dinamis. Gerakan kuda yang berlari dan pertarungan pedang seringkali terlihat kaku dan tersendat. Kekurangan ini membuat film yang berdurasi lebih dari dua jam ini kehilangan momentum epiknya.
2. Plot yang kurang emosional dan menggugah

Mengisahkan perjuangan Raja Helm Hammerhand (Brian Cox) melawan Wulf (Luca Pasqualino) yang ingin merebut takhta Rohan, film ini punya potensi besar untuk menyajikan drama penuh intrik dan pengorbanan. Sayangnya, alur ceritanya terasa tipis dan lebih fokus pada aksi dibandingkan pembangunan emosi.
Banyak momen yang seharusnya bisa membangkitkan ketegangan justru terasa datar. Penjelasan tentang asal-usul Helm's Deep, meskipun menarik secara lore, tidak cukup membuat penonton terhubung secara emosional dengan kisah TLOTR.
3. Karakter heroine yang biasa-biasa saja

Film ini menunjuk Héra (Gaia Wise), putri Raja Helm, sebagai protagonis utama. Namun tidak seperti Éowyn yang berani atau Galadriel yang kuat, Héra tampak seperti karakter tanggung. Kehadirannya cenderung mengisi peran klise sebagai karakter "wanita tangguh."
Helm Hammerhand, yang disuarakan dengan penuh wibawa oleh Brian Cox, menjadi satu-satunya karakter yang menarik perhatian. Wulf sebagai antagonis utama juga terasa kurang berdampak meski memiliki motif balas dendam yang jelas.
Bagi penggemar berat Tolkien yang berpikiran terbuka, film ini mungkin masih menarik untuk ditonton. Namun, jangan mengharapkan pengalaman yang sama epiknya dengan trilogi TLOTR.