Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[REVIEW] The Beasts, Film Suspense yang Singgung Sisi Lain Slow Life

The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)
The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)

Selain Society of Snow (2023), ada satu film karya sutradara Spanyol yang wajib kamu masukkan daftar tonton. Judulnya The Beasts (2022), atau dalam bahasa aslinya (Galicia), As Bestas, dan sempat jadi favorit kritikus saat tayang di beberapa festival film. Genrenya suspense dan berdurasi hampir tiga jam, sesuatu yang mungkin mengintimidasi sebagian orang. 

Namun, kalau kamu punya kesempatan dan waktu, film berlatar pedesaan Galicia itu bakal jadi salah satu yang meninggalkan bekas dalam di hati. Efeknya mirip dengan setelah nonton Society of the Snow, tragis tetapi ending-nya melegakan.

Review film The Beasts ini bisa kamu jadikan referensi sebelum memutuskan menontonnya. Siap-siap ternganga dengan ending-nya, ya!

1. Dibuka tanpa basa-basi, langsung menguarkan aroma kebencian sejak awal

The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)
The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)

The Beasts dibuka dengan adegan diskusi sengit sekelompok laki-laki di sebuah ruangan minim penerangan alami. Aroma kebencian dan kemarahan menguar kuat sejak adegan pembuka tersebut. Di tengah diskusi itu, perhatian mereka beralih ke sosok laki-laki bongsor yang baru datang dari pintu masuk. Laki-laki itulah protagonis kita, Antoine (Denis Ménochet), pendatang asal Prancis yang kehadirannya menuai pro dan kontra di desa tersebut. 

Melansir surat kabar Prancis, Le Monde, karakter Antoine terinspirasi dari tokoh nyata bernama Martin Verfondern yang pindah ke sebuah desa di Galicia dari Amsterdam, Belanda. Ia memimpikan kehidupan tenang dan kemandirian pangan ala slow life bersama istrinya Margo. Sayangnya, Martin justru dibunuh tetangganya sendiri. Sang pelaku adalah dua kakak beradik yang menganggap Martin menghalangi mimpi mereka dapat kompensasi dari proyek pembangunan bendungan di desa itu. 

Detail-detail di atas dipakai dalam film. Sorogoyen hanya mengganti kebangsaan sang protagonis dari Belanda menjadi Prancis. Ini memberikan ruang baginya untuk memperkaya dialog dan memperdalam kebencian dua tokoh antagonis tadi lewat konteks sejarah. Prancis dan Spanyol sempat terlibat perang beberapa kali. Namun, Sorogoyen mengambil konteks perang 1808—1814 ketika Napoleon menginvasi Spanyol. 

2. Bahas sisi lain slow life yang jarang diantisipasi

Beasts (dok. Curzon/Beasts)
Beasts (dok. Curzon/Beasts)

Lewat balada Antoine dan dua kakak beradik tadi, Sorogoyen menyorot beberapa aspek slow life yang jarang diantisipasi peminatnya. Pertama, risiko xenofobia yang mengakar kuat terutama pada masyarakat yang masih tradisional dan pergaulannya eksklusif. Kedua, kecemburuan sosial karena risiko gentrifikasi. Ini karena para pendatang biasanya berasal dari strata sosial lebih tinggi dan punya lebih banyak sumber daya untuk membangun hidup di desa. 

Bertolakbelakang dengan penduduk asli desa yang tak punya opsi sebanyak para pendatang. Mereka terpaksa bersahabat dengan keterbatasan akses dan harus menjalani kehidupan yang sulit sebagai petani dan peternak. Hidup mereka tergantung pada alam dan sebagian dari mereka bahkan tak pernah meninggalkan desa. Sifat-sifat ini dibahas dan ditunjukkan Sorogoyen lewat berbagai adegan dan dialog dalam film. Menarik dan memantik diskusi. 

3. Singgung pula pesan pemberdayaan dan generation gap

The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)
The Beasts (dok. Arcadia Motion Pictures/The Beasts)

Setelah klimaks, Sorogoyen tidak serta merta mengakhiri filmnya. Ia mengalihkan fokus pada para protagonis perempuan yang sebelumnya hanya seperti dekorasi. Mereka adalah istri Antoine, Olga (Marina Fois) yang memilih untuk tetap tinggal di desa tersebut. Serta sang putri, Marie (Marie Colomb) yang datang ke desa dengan tujuan awal menjemput ibunya kembali ke Prancis. 

Pada babak kedua ini, fokus film bergeser membahas dinamika keluarga Antoine sepeninggalnya. Bagaimana Olga berubah jadi sosok yang berpendirian teguh dan mandiri di tengah masyarakat yang patriarkis jadi poin menarik. Begitu pula hubungannya dengan sang putri yang sempat menegang karena perbedaan persepsi alias generation gap

The Beasts (2022) adalah film yang komplet. Selain hadirkan drama suspense yang mengena, ia kaya isu sosial yang krusial buat diketahui khalayak. Tak lupa Sorogoyen menyiapkan akhir yang definitif. Tragis, tetapi setidaknya melegakan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us